Tenry kembali ke dalam toko. Ada senyum kecil di wajahnya, sikap canggung dan malu si Holly penyebabnya. Hanie tak ada di kursi kebesarannya, sedang membantu seorang pelanggan memilih engsel pintu di sebuah rak. Kursi plastik yang dia duduki tadi sudah berpindah dan digunakan seorang pelanggan lain. Akhirnya Tenry duduk di belakang meja kasir.
"Ko Han, ada yang mau bayar..."
"Sebentar..."
Hanie sedang ada di atas tangga mengambil sesuatu di rak paling atas.
"Sini barangnya... apa aja?"
Tenry mengambil alih. Tidak sukar untuk Tenry karena dulu ini adalah pekerjaannya setiap kali pulang sekolah. Dulu dia membuat beberapa buku untuk daftar harga barang, sekarang tinggal input di PC di depannya. Salah satu karyawan toko yang tidak kenal siapa Tenry sempat ragu untuk memberikan informasi barang yang sudah dipilih pembeli, tapi langsung terintimidasi dengan pandangan Tenry, terlihat juga Ko Han terkesan membiarkan saja.
Akhirnya beberapa transaksi pembayaran dilayani Tenry dan Hanie memilih berdiri di belakang sebuah rak kaca berisikan berbagai jenis dan ukuran lampu Phili*ps sambil melayani pengunjung toko. Beberapa waktu berlalu, karena ramainya pengunjung membuat kehadiran Tenry menjadi sebuah bantuan yang memang dibutuhkan.
Di ruang dalam, Holly selesai belajar. Perut sudah keroncongan sejak tadi, lima menit lagi jam dua siang, sudah ada makanan di sebuah rantang putih lima susun di atas meja. Lama menunggu, tapi tidak ada tanda-tanda Hanie masuk ruangan ini untuk makan. Holly melongokkan kepala di pintu penghubung toko yang tepat di samping kasir. Tenry melihatnya.
"Ling... udah selesai belajar?"
"Udah, tinggal mengulang aja."
Holly menjawab dengan nada rendah masih dengan sikap canggung.
"Bisa bantuin Koko?"
"Holly bantu apa Ko?"
Holly mendekat takut-takut, disambut senyum Tenry.
"Kamu ke rak di depan sana, ada kotak-kotak kayu berisi paku. Kamu timbang paku setengah inchi, itu paku yang paling kecil, 500 gram. Paku tiga inchi satu kilo. Timbangannya ada di sana. Ada kok label ukuran paku di sisi depan kotak kayu..."
"Iya Ko..."
Holly melakukan sesuai permintaan Tenry walau serba canggung dan lamban. Karena dia menimbang agak lama. Hanie mendekat.
"Jangan ragu-ragu... angkanya lebih sedikit gak masalah, asal jangan kurang, gak bisa persis di angka lima ratus kalau timbangan digital... nah segitu boleh. Bungkus koran dulu baru masukin plastik terus bawa ke Ko Tenry untuk di cek lagi..."
Hanie kemudian langsung berlalu karena masih melayani pembeli yang lain. Holly jadi keterusan membantu. Awalnya Holly takut-takut mengambil barang yang salah atau salah menimbang, tapi lama-lama dia lupa rasa laparnya dan menjadi asisten si Koko Tenry mengambilkan ini-itu. Setelah kesibukan berkurang...
"Hei Ko Han... kamu gak ke sini, uang di laci aku ambil semua ya..."
"Ambil aja, itu punya kamu juga..."
"Kamu bisa dipecat ibu Suri kalau setorannya gak sesuai..."
Hanie mendekat sambil tertawa dan duduk di meja yang penuh dengan tumpukan nota di beberapa keranjang kecil di salah satu bagiannya.
"Tinggal aku sodorin rekaman CCTV... ketahuan siapa yang ambil, anak kesayangannya sendiri..."
"Hahaha... ada makanan gak? Lapar sekarang, udah jam tiga loh..."
"Ada... ada rantangan buat aku, tapi isinya lumayan untuk bertiga... ayo."
Hanie mengunci laci berisi uang, membereskan beberapa nota pink kemudian memanggil seorang karyawan wanita yang biasa bantuin dia di kasir.
"Silvi... gantiin saya ya, mau makan dulu..."
"Iya Ko Han..."
"Ayo Ling... kamu juga lapar kan? Koko denger perutmu bunyi sejak tadi... kamu pasti cape juga..."
Si Koko senyum lagi, sekarang Holly jadi suka senyum itu. Senyum juga muncul di wajah mungilnya saat mengikuti dua lelaki itu menuju ruang istirahat. Senyum yang otomatis keluar dari hati yang menghangat karena Ko Tenry yang ramah dan memperlakukannya dengan manusiawi.
Di rumah sendiri dia tak pernah disenyumin dengan tulus setelah melakukan sesuatu untuk mereka. Yang ada mimik wajah marah orang-orang rumah yang menuntut dia melakukan ini-itu, bahkan tak peduli dia cape atau lagi sakit. Saat perbandingan itu melintas di pikirannya, rasa takut kena omelan mama tiba-tiba muncul, ini sudah berapa jam dia keluar rumah, sekalipun ada Hanie yang pasti membela dia tapi perkataan menyakitkan sebagian dari mereka, gak mungkin dibendung Hanie. Senyumnya langsung menghilang.
"Ling... sini, kenapa bengong di situ?"
Hanie memanggil Holly yang hanya terdiam di ambang pintu, pikirannya berlarian antara mau makan atau minta dianterin Hanie pulang atau minta ongkos buat naik angkot.
"Hahaha... cape ya kamu? Sini makan dulu, sejak SMP badan kamu gini-gini aja... kalian gak kasih makan dia ya, Han?"
Tenry mendekati Holly sampai ke belakang tubuhnya, dua tangannya naik ke bahu gadis mungil itu dan menuntun Holly ke meja makan, setelah Holly duduk Tenry mengambil perlengkapan makan di pantry dan meletakkan di meja lalu duduk di samping Holly. Hanie hanya melihat sekilas dan sibuk membuka rantang makanan.
Tenry menyodorkan sebuah piring lengkap dengan sendok garpu, baru hari ini Holly merasakan perhatian seseorang yang lain selain Hanie. Holly jadi baper terlebih makin lama dipandang kok si Ko Tenry makin ganteng aja, kenapa bisa gitu ya? Mana baik lagi, gak kasar, dorongan tadi begitu lembut, rasa yang ditinggalkan dua tangan itu di bahunya masih menguasai hatinya. Dia juga menyebut dirinya Koko serasa sesuatu untuk Holly.
Holly menunduk sambil makan dalam diam, tidak mengerti apa yang sementara bermain-main di hati dan pikirannya, rasa yang bercampur-campur kayak es campur, ada dingin, ngilu, manis dan asem-asem dikit, tapi juga ada lembutnya kayak alpukad... 😘🍧 Di satu sisi kemarahan mama sudah membayangi.
"Makan yang banyak Ling, kurus banget kamu..."
Tenry memperhatikan kaos yang jatuhnya kayak daster saja di tubuh si Holly, dia mengenali itu, kaos oblong miliknya yang digunakan Hanie dulu saat menginap di rumahnya. Tenry senyum lagi dan lagi. Koko jadi banyak senyum karena apa ya?
Makan siang yang sangat terlambat diwarnai banyak cerita Tenry dan Hanie. Holly tidak bisa menyimak pembicaraan dua laki-laki di dekatnya sekarang. Pikirannya ke mana-mana, salah satunya ke pemilik senyum indah di sampingnya. Akhirnya Holly memutuskan pulang saja setelah makan. Menerima kemarahan sang mama sudah terlalu sering, tapi dia punya kewajiban di rumah.
"Koko aja yang cuci piringnya..."
Tenry mengambil alih piring di tangan Holly. Holly hanya melongo... Ko Tenry melakukan hal-hal yang membuat Holly tercengang.
"Holly aja..."
"Sana belajar lagi..."
Tenry mendorong pelan tubuh mungil Holly lalu memegang kepala Holly lagi, kali ini lebih lama dan sambil senyum manisss. Hanie yang membereskan rantang sedikit bertanya juga dengan sikap sahabatnya. Tidak biasanya, meskipun Holly sudah dikenal Tenry sejak lama karena persahabatan mereka, Tenry yang punya sikap ramah dan gampang menjalin komunikasi dengan siapa saja tapi tidak serta-merta bersikap dekat dan penuh perhatian pada seseorang.
"Han, aku pulang sekarang aja, minta ongkos ya..."
Holly mendekati meja makan.
"Kenapa? Tunggu aja sebentar lagi, terusin belajarnya di sini. Jam lima toko udah tutup kok..."
"Mama..."
"Udah, nanti aku yang ngomong Ling... masa kamu gak diberi kesempatan belajar..."
"Tapi..."
"Udah... pasti sampe rumah kamu disuruh urusin bocah-bocah, terus masak buat malam... di sini aja sama aku..."
"Aku udah selesai belajar kok... pulang aja ya?"
"Nanti... bareng aku."
Hanie tak menghiraukan rengekan Holly, dia langsung masuk ke toko lagi. Holly mengekori Hanie.
"Han... kasihan mama udah cape jahit sepanjang hari terus harus masak untuk makan malam..."
"Ada Hellen..."
"Mana mau dia masak..."
"Ling, sesekali kamu juga pikirin dirimu sendiri... sekarang yang penting gimana kamu lulus ujian... Tunggu aja... sana ke belakang lagi. Lagi pula apa bedanya pulang sekarang atau nanti."
Ya apa bedanya...
Holly kembali ke belakang dengan menunduk, di pintu ada Tenry yang menatapnya. Saat melewati lelaki itu sebuah usapan di atas kepala mampir, tidak lama karena Tenry pun segera berlalu, sekali lagi rasa nyaman menyusup di gundah hatinya.
Tenry duduk di kursi kebesaran Hanie lagi karena laki-laki itu sudah kembali tenggelam dengan kesibukannya, kali ini mengawasi barang yang baru mulai diturunkan dari sebuah truk, ada kertas di tangannya. Tenry memang tidak meragukan lagi pemberian diri sahabatnya dalam pekerjaannya di sini, selain kejujurannya juga cara dia memperbaiki banyak hal di toko ini sehingga toko ini keuntungannya naik secara signifikan. Papanya sendiri menyebutkan Hanie bawa hoki untuk mereka.
Tapi hati Tenry sekarang terusik dengan Holly, dari percakapan kakak adik tadi juga dari tampilan Holly sekarang sedikitnya ada hal-hal yang dia tangkap tentang Holly yang membuat dia jatuh kasihan.
Ponselnya yang berdering lagi akhirnya menarik dia dari pusaran pemikirannya tentang Holly. Panggilan Glo yang dia abaikan sejak tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Putri Minwa
mantap thor, lanjut ke mutiara Yang Terabaikan ya
2022-11-10
0
Sri Astuti
kesannya si mama neken banget ke Holly
2022-07-11
0
Hesti Pramuni
mm.. belom ada intrik ya?
2022-04-03
3