Hanie kerja di toko bangunan selama ini, toko milik orang tua sahabat baiknya, Tenry. Mereka bersahabat sejak kelas satu SMP, Tenry pindah ke sekolah Hanie karena berkelahi di sekolah sebelumnya. Mereka duduk sebangku dan akhirnya bersahabat hingga sekarang. Empat tahun bekerja di sini membuat dia jadi salah satu orang kepercayaan Ko Siong, papa Tenry. Tenry sendiri kuliah di luar negeri dan hanya sesekali pulang, Hanie memilih bekerja karena kondisi keuangan tidak memungkinkan untuk dia lanjut kuliah.
"Ko Han... ini mau bayar. Keramik 60x60 20 dus, keramik 20x40 15 dus, semen 20 sak, semen putih 5 kg."
Salah satu karyawan toko dan seorang pelanggan mendekati meja kasir. Tampang Hanie memang sangat Asia, mata segaris, hidung bangir, kulit kuning langsat cerah, ehm... good looking sih. Gak heran dia dianggap salah satu bos pemilik toko, padahal dia makan gaji juga di sini sama seperti karyawan lain. Sejak tiba di toko, Hanie sudah sibuk dengan urusan toko, dia bertanggung jawab penuh untuk toko ini.
Holly sendiri sedang belajar di ruangan bagian belakang toko, tempat biasa Hanie istirahat. Ruangan yang sangat adem, ada taman indoor dengan air terjun buatan, ada pantry kecil, meja makan, dan satu set sofa serta sebuah TV flat yang sangat besar di salah satu dinding. Ruangan yang apik dan bersih, berbanding terbalik dengan bagian dalam toko yang penuh barang dan bahan bangunan.
Hanya yang agak unik, baik keramik yang terpasang di lantai, di bagian taman dan di sekitar pantry, beragam warna, ukuran dan motif tapi dipasang dengan rapih. Mungkin keramik sisa atau keramik sample untuk toko yang dimanfaatkan saja, wc dan kamar mandi seperti itu juga. Ruangan itu terpisah dari ruang istirahat karyawan toko.
"Ko Han... ada closet duduk merek Tot*o... berapa harganya..."
"Ada, kita punya mulai dari harga dua jutaan..."
Hanie menjawab tanpa mengalihkan perhatian dari tumpukan nota di atas meja yang sedang dia hitung. Di situ ada mesin hitung digital yang sedang on.
"Ada warna ungu atau hijau tosca..."
"Gak ada... Kita gak punya warna seperti itu."
"Masa gak ada, Ko Han?"
"Yang kualitas bagus umumnya hanya ada dua pilihan warna, hitam dan putih, kebetulan yang tersedia di sini warna putih. Closet merek lain yang lebih murah baru punya pilihan warna, pink, biru atau merah maroon, itu aja sih warna yang tersedia di sini..."
"Beneran merek Tot*o gak ada warna ungu atau tosca?"
Hanie mengangkat kepala, usil banget pertanyaannya atau memang serius mau mencari warna yang anti mainstream. Terekam seorang lelaki berkacamata hitam dengan rambut coklat keemasan menggunakan topi putih senada dengan celana dan sneakernya.
"Kalau keramik anda bisa temukan warna yang anda cari om... tapi itu pun jarang ada... di toko ini gak ada barang dengan warna itu, mungkin di toko lain ada..."
Hanie kembali fokus kertas-kertas pink di tangannya.
"Bisa pesankan? Nanti saya bayar dua kali lipat..."
"Om... dibayar sepuluh kali lipat pun saya tidak bisa pesankan, ke toko lain aja mungkin ada... "
"Hahaha..."
Hanie menyadari sesuatu, dia kemudian berdiri saat mengenali siapa tamu toko itu sebenarnya. Sementara Tenry masih terkekeh.
"Hahaha..."
"Gila kamu Ten... iseng banget... kapan kamu pulang ke sini..."
Kedua sahabat itu saling rangkulan sebentar. Tenry masih terbahak, pundaknya ditepuk dengan keras oleh Hanie.
"Kapan sampe? Minggu lalu aku ke rumah gak ada yang ngomong kalau kamu mau pulang..."
"Udah dua hari di sini. Mama papa juga gak tau aku bakal pulang..."
"Kirain kamu langsung S2, Ten..."
"Gak, selesaiin yang ini aja berat banget...lagian kuliah setinggi apapun, aku tetap akan berakhir di belakang meja kasir..."
"Hahaha... ya udah, kamu udah di sini, meja kasir ini aku kembaliin... aku jadi kuli angkut semen lagi..."
"Hehh... udah cocok kamu dipanggil Ko Han... lagian aku gak pegang toko ini, pegang toko baru di Marina... toko ini tetap kamu yang pegang kok..."
"Oh... jadi yang di Marina jadi toko bangunan juga?"
"Iya... semacam swalayan bahan bangunan, ada eletronik juga sama furniture, houseware lah atau apalah... mau saingan sama Hardwa*re dan AC*E... hahaha..."
Acara kangen-kangenan dua sahabat pun berlangsung di tengah kesibukan meladeni konsumen.
"Kamu udah kayak oppa Korea, Ten... rambut udah kayak jagung..."
"Kerjaan si Glorya sih, minggu lalu aku anterin dia ke salon, eh malah aku dipaksa ikut ngecat rambut kayak dia..."
"Sayang banget sama pacar, sampai warna rambut aja couple-lan..."
"Gak seperti itu. Dianya maksa aku akhirnya jadi pengen nyoba juga sih... tau gak... ibu suri ngamuk-ngamuk, hahaha norak katanya anak laki ngecat rambut..."
"Iyalah... Ci Cun dilawan... Dede aja waktu itu pirangin rambut langsung disuruh hitamin lagi, hahaha, kasihan sampai nangis-nangis mohon-mohon, mamamu gak peduli. Gak disuruh hitamin lagi?"
Hanie menunjuk kepala Tenry, topi sudah dibuka sejak tadi.
"Ada sih, maksa terus sejak aku datang, aku bilang nunggu aja sebulan lagi, aku ke barber pasti hilang nih pirang. Gak ngerti deh, jaman sekarang mamaku masih aja kolot kayak gitu..."
"Glo nyusul kamu ya ke Aussie?"
"Gak... aku mampir di J sebelum ke sini..."
"Udah mau merit dong kalian... Glo udah selesai juga kan?"
Tenry hanya diam tak menanggapi, raut wajah juga sedikit berubah. Ada sesuatu yang tak bisa dia pahami sekarang tentang perasaannya pada Glo.
"Ada minuman dingin, Han?"
Tenry mengalihkan pembicaraan.
"Ada... bentar aku ambilin, masih sama kan selera kamu?"
"Gak usah berdiri Ko Han, layani customer kamu, aku bisa ambil sendiri, aku bukan tamu..."
"Iya... tahu, kamu bossnya malahan..."
"Hahaha..."
Tenry melangkah ke pintu belakang. Tentu dia tahu di mana dia bisa mengambil minuman. Di semua toko milik mereka pasti mamanya, Ci Cun yang masih kolot itu suka sediain show case untuk menyimpan minuman kemasan, karena sang mama penyuka minuman dingin, jadi suka siapin itu, kali aja dia berkunjung ke toko gak perlu ribet nyari ke minimart lagi.
Dahi Tenry mengernyit saat melihat seorang gadis di ruangan itu, duduk santai di sofa dengan kedua kaki dinaikkan di meja kopi di depannya, tapi wajah serius menatap buku di tangannya. Sedang belajar? Wajah agak familiar tapi tak bisa mengingat siapa gadis ini. Sambil mendekati show case yang terletak di dekat meja makan Tenry tetap mengamati gadis itu. Postur tubuh kurus, garis wajah yang masih sangat muda, seorang remaja mungkin masih SMA. Gadis itu tidak terganggu dengan kehadiran Tenry di ruangan ini.
Holly kaget saat terdengar bunyi pintu ditutup di depannya. Pandangan teralih dari buku, ada lelaki di depannya berjarak sekitar tiga meter sedang minum langsung dari sebuah kemasan botol plastik bergambar potongan jeruk orange. Satu tangan lelaki itu masih di handle pintu show case. Dia dijinkan kakaknya mengambil minuman yang dia mau, tapi sangking senangnya bisa berada di tempat tenang tanpa gangguan dan bisa belajar, dia lupa mengambil minuman. Sekarang jadi ingin minum saat melihat tenggorokan lelaki di depannya yang bergerak dengan kepala terangkat. Holly tak sadar menelan ludah dan tak sadar juga mata terus menatap di bagian wajah lelaki itu.
Saat tatapan mereka bertemu...
"Ko Tenry..."
Holly berkata seperti bisikan untuk dirinya sendiri. Tenry masih mencoba mengingat gadis yang menyebut namanya tanpa suara, Tenry membaca lewat gerak bibir Holly.
"Siapa?"
Tenry bertanya sambil menunjuk Holly dengan tangan yang masih memegang botol minuman kosong. Mata masih menyelidik. Dengan kaku Holly menjawab.
"Holly... Ko..."
"Holly? Adiknya Hanie kan? Holly yang itu? Kenapa kamu gak tumbuh besar? Kok muka kamu jadi beda?"
Apanya yang beda?
Holly menunduk, ada rasa malu mengingat dulu saat pertama menstruasi, dia tak mengerti, di rok seragamnya bagian belakang ada noda darah lumayan besar dan Tenry yang memberitahu. Saat itu Tenry hendak menjemput Hanie dan sempat berpapasan di pintu rumah. Rasa malu selalu ada setiap bertemu Tenry. Makanya setiap Tenry datang ke rumah, Holly menghindar, kali ini setelah kurang lebih empat tahun, Tenry terlihat makin ganteng. Ahh... Holly pura-pura melanjutkan belajarnya, mata langsung ke buku dengan sikap masih menunduk, kaki perlahan dia turunkan dari meja.
"Lagi belajar ya?"
Tenry belum beranjak ternyata. Holly melirik sedikit, ekor mata menangkap pandangan Tenry padanya.
"Iya Ko..."
Lirih jawaban Holly, mulai salah tingkah.
"Kelas berapa sekarang Ling?"
Hanya ada dua orang yang menyebut namanya seperti itu, Hanie dan Ko Tenry, entah siapa yang mulai, kenapa Ling ya? Dari dulu dia penasaran tentang hal ini.
"Kelas tiga SMA, Ko..."
"Oh... sebentar lagi ujian kan?"
"Hari senin UN, Ko..."
"Oh... ya udah yang semangat belajarnya... nih buat kamu..."
Holly melihat sebuah botol diangsurkan Tenry tepat di depan wajahnya. Ehh... kapan Ko Tenry mendekat ke sini? Matanya beralih tepat di mata teduh itu, senyum lembut Tenry juga terekam kornea matanya. Secepatnya mata beralih lagi ke tangan Tenry, tapi entah kenapa tangannya tak mampu dia angkat untuk mengambil orange juice yang ada bulirnya itu.
Tenry kemudian membuka tutupnya, klik.. lalu mengambil tangan kanan Holly.
"Lanjutin belajarnya..."
Ko Tenry pergi dan sempat memegang kepala Holly sejenak.
Deggg... kok rasanya beda sekarang? Dulu kayak pernah megang kepala juga si Ko Tenry ini, tapi waktu itu gak ada rasanya biasa aja... sekarang kok jadi pengen lagi? Nyaman aja digituin. Holly menatap sosok lelaki tinggi itu sampai menghilang di balik pintu.
.
.
Tenry Vincent Tanos titip salam hangat untuk semua....
Happy Reading 😇
🦋
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Putri Minwa
selamat berkarya ya thor
2022-11-10
0
Cerol Nicole
Bagus
2022-08-09
0
Hesti Pramuni
By... aq dah mampir nih..
mana suguhannya? snacknya gk dikeluarin ta?
2022-04-03
3