Pertemuan dengan Deri

Kini aku pun memulai kehidupan baru di Kota Bandung. Aku tinggal di sebuah kontrakan petak yang tak cukup luas dan sederhana. Semenjak perceraianku waktu lalu perekonomianku tidak terlalu baik, hingga aku harus bisa menghemat segala keperluanku. Terlebih aku baru akan memulai kerja dan belum menerima gaji.

Di sebuah Rumah Sakit besar aku bekerja menjalani sistem shift yang terbagi menjadi tiga, yakni pagi, siang, dan malam. Perkenalan dengan teman-teman baru pun aku lakukan. Sedikit demi sedikit aku mulai beradaptasi, baik di lingkungan tempat tinggalku, maupun di tempat aku bekerja. Sejauh ini yang aku temui mereka semua ramah dan membuat aku nyaman. Sedikit lega buatku yang tinggal sebatang kara ini, tak ada teman yang aku kenal sebelumnya, apalagi sanak saudara di sana. Aku benar-benar memulai kehidupan seperti orang asing yang baru saja tiba di sebuah kota.

Aku berjalan kaki menuju tempat kerjaku, sebab jarak antara kontrakanku dengan rumah sakit itu tak begitu jauh. Beberapa rumah dan kontrakan lain aku lewati dalam setiap langkahku.

"Berangkat neng?" sapa tetangga kontrakan dengan ramah kepadaku.

"Iya 'a" balasku dengan senyuman yang tak kalah ramah.

Yah, meski aku adalah orang baru di situ, mereka semua ramah padaku, berbeda dengan lingkungan tinggalku saat aku masih berumah tangga dengan Bagas dulu.

Sosok seorang pria bertubuh sedang dan tak begitu tinggi sedang mengeluarkan motornya dari kontrakannya. Hampir setiap aku berangkat kerja memang sering melihatnya, entah ketika dia sedang akan kekuar berangkat kerja, ataupun hanya sekedar duduk santai menghisap rokoknya di depan kontrakannya itu.

Tatapan wajahnya terlihat memperhatikanku. Seperti seolah ingin menegur aku namun diliputi rasa malu, sebab memang kami tak saling mengenal sebelumnya. Sikapku yang cuek pun membuat ia mengurungkan untuk sekedar menyapaku. Kemudian ia segera berlalu melajukan motornya melewatiku yang sedang berjalan dengan sedikit menolehkan wajahnya padaku, namun ketika kubalas tatapannya, ia segera membuang wajahnya seketika.

Malam itu aku pulang dari rumah sakit karena kebetulan aku tugas shift siang, hingga aku harus berjalan di tepian jalan menuju kontrakan yang tampak mulai sepi karena hari hampir larut malam. Aku yang memang pulang sedikit terlambat dari jam biasanya lantaran ada pasien gawat yang mengharuskan aku lembur membuat penghuni kontrakan sebagian sudah terlelap. Dengan tenang aku melangkahkan kakiku dengan santai karena sedikit lelah yang aku rasa selepas bekerja.

Lagi-lagi aku berjumpa dengan sosok pria yang tadi siang bertemu itu. Kali ini ia menatapku dan melontarkan senyum ramah padaku sebab aku membalas tatapannya dengan ramah. Aku pun segera membalas senyumannya meski tak begitu semringah sebab badanku terasa letih.

Aku yang terus melangkah berlalu darinya, merasakah ia terus memperhatikanku hingga aku sampai pada kontrakanku dan memasukinya untuk segera melepas lelah. Sebelum merebahkan tubuhku di atas kasur, aku yang penasaran dengan pria tadi pun mencoba menggeser sedikit tirai jendelaku untuk memastikan apakah benar sang pria tadi benar-benar memperhatikanku. Benar saja, matanya tak berhenti menatap ke arah kontrakkanku yang memang jaraknya tak jauh dari kontrakkannya. Dengan sedikit perasaan heran aku pun mencoba segera melupakannya dan bergegas membersihkan diriku agar aku bisa segera beristirahat.

Keesokan harinya, seperti biasa aku pergi ke sebuah warteg di ujung jalan yang tak jauh dari kontrakanku untuk membeli makan mengisi perutku yang sudah mulai keroncongan. Tampak pria itu sedang duduk di sudut bangku di dalam warteg itu sambil menyantap makanannya.

"Bu, nasi ayam dibungkus satu ya" ucapku pada pemilik warteg itu.

"Iya neng, sama apa lagi?" tanya ibu warteg sembari menyiapkan pesananku.

"Udah cukup itu aja bu" jawabku ramah.

Mendengar suaraku ia pun langsung menoleh ke arahku dan seketika melemparkan senyuman manisnya padaku.

"Sarapan" basa-basinya padaku sembari menawarkan sepiring nasinya yang sedang disantap waktu itu.

"Iya makasih" balasku ramah.

"Kog nggak makan di sini aja?" tanya dia lagi sembari menyambar segelas air hendak meminumnya.

"Enggak, di bungkus aja, nggak biasa makan sendirian di Warteg" jawabku sambil menerima bungkusan makan yang sudah selesai dibungkus ibu Warteg.

"Oh, ya nggak papa makan di sini aja sama aku nih" ucap di menawarkan diri menemaniku makan di situ.

"Iya laen kali aja, ini punyaku udah terlanjur dibungkus" jawabku sambil berlalu meninggalkan Warteg itu selepas memberikan uang pembayaran pada ibu Warteg itu.

Ketika langkahku hampir sampai kontrakan, kutengokkan wajahku mengarah pada warteg tadi, dan kulihat dia sudah berlalu hendak berangkat ke tempat kerja. Langkahku pun aku lanjutkan untuk segera bisa menyantap makanan yang sudah aku beli.

Hari ini aku kerja shift siang yang kedua dalam mingguku. Tak seperti kemarin, kali ini aku pulang tepat pada jam pulang. Baru saja aku keluar dari gerbang rumah sakit, aku melihat sosok pria itu menghampiriku seolah-olah ia sengaja telah menungguku sejak tadi di depan rumah sakit.

"Hari ini nggak lembur?" tanya ia menyapaku yang sedang terperangah sedikit kaget dengan kehadirannya.

"Iya, kalo kemaren ada pasien gawat darurat, jadi aku harus lembur karena harus bantu teman-temanku menangani itu" jawabku.

"Oya, aku belum tau nama kamu, kita tetanggaan kontrakan, dan kamu sepertinya orang baru, makanya aku belum tau namamu?" tanya dia sembari mengiringi langkahku pulang.

"Bunga" jawabku singkat.

"Owh, Bunga, kamu asal mana?" tanya dia seperti mengintrogasiku.

"Aku dari Lampung, emang kenapa?" tanyaku kembali.

"Oya??brati kita satu daerah dong" ucap dia kaget namun terasa gembira.

"Eh, nama kamu sapa? tadi aku lupa nanya?" tanyaku sembari merangkul tas gendongku yang hampir jatuh dari bahuku.

"Aku Deri" jawabnya singkat.

Akhirnya sepanjang perjalanan kita mengobrol dan mulai saling akrab. Usut punya usut ternyata kami berasal dari satu daerah tinggal dan bahkan pernah satu sekolah pada waktu SMP. Pantas saja pertama kali aku bertemu dengannya terasa wajah tak asing padanya. Namun meski kita pernah satu sekolah, tak saling mengenal, sebab aku dan Deri berbeda kelas dan tak pernah bertegur sapa.

"Kamu udah sampe di kontrakanmu, kenapa nggak masuk?" tanyaku padanya yang terus mengikuti langkahku.

"Aku antar kamu sampe kontrakan, kasian cwe pulang malem-malem sendirian" ujarnya seperti memberi perhatian padaku.

"Itu kontrakan aku kan kelihatan dari sini dan nggak jauh, aku bisa pulang sendiri kog, ngapain kamu ngikutin aku, nanti kan jadi bolak balik?" jawabku heran.

"Udah nggak papa, kan nggak salah juga sih aku nganterin kamu sampe kontrakan?" balasnya seolah tak ingin menyudahi perjumpaan denganku.

Tak lama dari itu akupun sampai di depan pintu kontrakanku. Sebelum aku masuk, tak lupa ia menanyakan nomor ponselku padaku, dan segera menyimpannya dalam ponselnya. Aku yang bergegas masuk ke dalam kontrakanku itu melihat ia melambaikan tangannya padaku sembari melangkah pergi meniggalkan bekas senyum manis di wajahnya.

Malam itu wajah Deri cukup membuat aku terngiang-ngiang diatas tempat tidurku. Wajahnya yang tak lumayan tampan hanya standar sebagai seorang lelaki biasa itu dibanding dengan Bagas mantan suamiku, entah mengapa mebuatku sedikit terusik. Kusegerakan untuk melupakannya dan mencoba tak menghadirkan suatu perasaan padanya apapun yang terjadi. Janjiku dalam hati malam itu.

Kehidupanku yang belum sembuh dari luka batin yang mendalam, ditambah lagi statusku sebagai janda membuatku tak ingin lagi tergoda dengan pria. Entah karena rasa traumaku ataupun rasa tak percaya diriku membuat aku ingin menjauh dari lelaki yang mendekatiku. Sama pun yang terjadi dengan Iyan, seorang teman lelaki di tempat aku bekerja pun sedang berusaha mendekatiku, namun aku segera menjauh darinya karena tak ingin aku menceritakan tentang aku padanya, juga pada orang lain.

Aku yang dahulu dikenal ramah dan mudah bergaul kini cenderung menutup diri semenjak menyandang status jandaku. Mataku yang sedari tadi hanya berkedip-kedip menatap langit-langit kontrakanku yang warna catnya mulai memudar tak terasa pun mulai terlelap.

Pagi hari aku buka mataku perlahan, kuraih gawaiku yang berada dekat dengan bantalku. Kulihat sebuah pesan masuk belum terbaca olehku sebab aku baru mengetahuinya. Tampak sebuah nomor baru di layar kacaku.

[Kalo mau sarapan bareng yuk, biar kamu nggak sendirian lagi kayak kemaren]. Sebuah kalimat dalam pesan singkat itu terbaca oleh mataku.

Ternyata Deri yang mengirimkan pesan itu. aku yang tak ingin beranjak dari kasurku sebab mataku masih merasa ngantuk pun meneruskan tidurku kembali dan tak menghiraukan pesan dari Deri. Hatiku sebenarnya ingin sekali akrab dengannya, namun entahlah, hatiku tak sanggup bila suatu hari nanti harus menjelaskan statusku pada Deri. Aku yakin kecewa akan aku alami. Belum lagi rasa traumaku pada lelaki dan hampir tak ingin lagi percaya dengan rayuan lelaki kini membuatku segera menepis untuk bisa dekat dengan lelaki baru.

Aku yang baru berusaha memejamkan mata kembali tiba-tiba di kejutkan dengan bunyi gawaiku. Segera kuraih, dan benar saja, nomor Deri muncul di layar memanggilku.

"Halo, Bunga, kog kamu nggak balas WAku?" tanya dirinya dengan penuh harap.

"Iya, aku ketiduran lagi, soalnya badanku capek jadi masih kerasa ngantuk, makanya aku pingin tidur lagi" jawabku dengan suara serak dan lesu.

"Owh ya udah kalo gitu, tapi nanti kalo udah bangun jangn lupa sarapan ya?" ujarnya sambil menutup teleponnya.

Aku yang melanjutkan tidurku tak menghiraukan hal itu. Saat itu yang terpenting aku harus tidur cukup agar nanti malam saat aku shift malam aku tidak mengantuk.

Selepas magribh, aku bersiap-siap untuk berangkat kerja. Tak lupa aku mengenakan seragamku yang baru saja ku setrika siang tadi selepas tidurku yang cukup panjang itu. Sepiring nasi lauk tempe goreng yang aku masak sendiri mengganjal di perutku untuk persiapan bertempur dengan pekerjaanku nanti malam.

Setelah semua siap, aku pun bergegas keluar dari pintu kontrakanku. Baru saja kubuka pintunya, kulihat sebuah motor parkir tepat di depan pintu kontrakanku itu. Yah, kulihat Deri ada dihadapanku sekarang, dengan senyuman manisnya dari bibir tipisnya yang sebetulnya menyentuh hatiku.

"Oh, seandainya statusku bukanlah janda, aku yakin akan berusaha menyambut hatinya untukku" gumamku dalam hati sembari menatap wajahnya.

"Kamu shift malam? ayok aku anter pake motor biar kamu nggak capek, nanti malem kan kamu harus bekerja" ujar dia menawarkan padaku.

"Dari mana kamu tau kalo aku shift malem? lagian jaraknya kan deket, kenapa harus pake motor?" balasku dengan gurat kerut di keningku.

"Udah ayok naek, kan aku bilang daripada kamu udah capek duluan padahal kamu nanti malem bakal begadang, mending aku anter kamu pake motor kan?" jawabnya lagi sembari menyuruhku untuk segera menaikinya.

Dag dig dug rasa hatiku saat itu, entah mengapa aku sedikit grogi dibonceng motor olehnya. Seperti ada getaran hati yang harus disambut namun aku tepis.

Karena jaraknya yang dekat, maka hanya sebentar aku merasakan duduk berboncengan dengannya itu. Sesampainya di depan gerbang aku pun bergegas menuju rumah sakit dan tak lupa meninggalkan ucapan terima kasih pada Deri yang sudah rela mengantarku hari ini. Dengan senyum lembutnya, ia menganggukan kepala dan bergegas pergi bersama motornya dengan santai.

Malam itu aku bekerja ditemani oleh Deri lewat chatingan-chatingan dengannya. Sesekali ia mencoba menelepon bila aku terlambat membalas chatinganku. Kebetulan pasien malam itu sepi, hingga aku punya banyak waktu luang untuk membalas chatt dari Deri.

Entah karena keesokan harinya Deri libur bekerja, ia menemaniku begadang hampir menunjukkan waktu subuh. Ketika rasa kantuk mulai menyelimutinya dan aku yang harus memulai rutinitas pekerjaan di waktu subuh, maka segera kuakhiri chattingan dengannya itu.

Terpopuler

Comments

Hariyati Siregar

Hariyati Siregar

cerita hidupku hampir sama seperti cerita novel ini aq pun seorang tenaga kesehatan setelah aq pisah dari mantan suami aq juga merantau keluar kota

2020-07-23

0

Zahra Soboila

Zahra Soboila

aiii ini mahh ceritanya keputer disitu aje Thor😯

2020-06-19

0

Fazruli Rifkyana Ulfah

Fazruli Rifkyana Ulfah

oh, ya gak pala makan sama aku, nih

heleh

2020-06-07

0

lihat semua
Episodes
1 Akhir dari pernikahanku
2 Pertemuan dengan Deri
3 Masak bersama
4 Secepat itukah...
5 Kesepian
6 Mudik
7 Mendekatiku lagi
8 Jadian
9 Deri telah melakukan itu padaku
10 Kembalinya Deri ke Kampung halaman
11 Dia ingkar
12 Dikeluarkan dari tempat kerja
13 Hijrahku
14 Periksa kehamilan
15 Mencari kerja
16 Kisah Deri di kampung halaman
17 Kisah Deri di Kampung (Part II)
18 Dapat Pekerjaan
19 Kak Arif jatuh cinta padaku
20 Perhatian Kak Arif
21 Menempati Ruko
22 Deri mencariku
23 Deri ada di Jakarta
24 Akhirnya Deri menemukan Bunga
25 Periksa kehamilan part II
26 Terungkap oleh Deri
27 Galau
28 Menanti sebuah jawaban Istikharah
29 Uwais Al qarni
30 Tidak lagi bekerja dengan Kak Arif
31 Kontrakkan untuk Uwais
32 Melamar tanpa sepengetahuanku
33 Kabar Kak Arif
34 Dipaksa menikah dengan Deri oleh ibu
35 Hikmah
36 Pernikahan Bersyarat
37 Pernikahan Bersyarat Part II
38 Menahan Hasrat
39 Deri Demam
40 Gara-gara Haid
41 Mobil hadiah kehamilan
42 Belajar jalan
43 Jagoan Lagi
44 Kedatangan Mertua
45 Aqiqah Umar
46 Akhirnya Mertua Pulang
47 Mulai KB
48 Pulang Kampung
49 Lebaran
50 Kembali ke Jakarta
51 Kedatangan Lani
52 Kecurigaanku
53 Nikah Siri
54 Bahagia di atas Penderitaan
55 Awal Terungkap Perselingkuhan
56 Pura-pura Bahagia
57 Mengungkap Kebohongan
58 Perjalananku
59 Perjalananku II
60 Sampai di Rumah Ibu
61 Menggugat Cerai
62 Kegagalan KB
63 Mentalak Lani
64 Sidang Pertama
65 Milikmu Tiga Hari
66 Sidang Ke II
67 Ibuku Meninggal
68 Melahirkan Seorang Diri
69 Baby Shanum
70 Deri dipecat
71 Merintis kehidupan
72 Keterpurukan Deri
73 Perjuanganku membangun usaha
74 Rindu Uwais yang terpendam
75 Konsultasi Lani
76 Deri menghilang
77 Kesuksesanku
78 Lani Pasienku
79 Teror Bagas
80 Kabar Deri
81 Kembalinya Deri
82 Batu Nisan untuk Deri
83 Episode terakhir
Episodes

Updated 83 Episodes

1
Akhir dari pernikahanku
2
Pertemuan dengan Deri
3
Masak bersama
4
Secepat itukah...
5
Kesepian
6
Mudik
7
Mendekatiku lagi
8
Jadian
9
Deri telah melakukan itu padaku
10
Kembalinya Deri ke Kampung halaman
11
Dia ingkar
12
Dikeluarkan dari tempat kerja
13
Hijrahku
14
Periksa kehamilan
15
Mencari kerja
16
Kisah Deri di kampung halaman
17
Kisah Deri di Kampung (Part II)
18
Dapat Pekerjaan
19
Kak Arif jatuh cinta padaku
20
Perhatian Kak Arif
21
Menempati Ruko
22
Deri mencariku
23
Deri ada di Jakarta
24
Akhirnya Deri menemukan Bunga
25
Periksa kehamilan part II
26
Terungkap oleh Deri
27
Galau
28
Menanti sebuah jawaban Istikharah
29
Uwais Al qarni
30
Tidak lagi bekerja dengan Kak Arif
31
Kontrakkan untuk Uwais
32
Melamar tanpa sepengetahuanku
33
Kabar Kak Arif
34
Dipaksa menikah dengan Deri oleh ibu
35
Hikmah
36
Pernikahan Bersyarat
37
Pernikahan Bersyarat Part II
38
Menahan Hasrat
39
Deri Demam
40
Gara-gara Haid
41
Mobil hadiah kehamilan
42
Belajar jalan
43
Jagoan Lagi
44
Kedatangan Mertua
45
Aqiqah Umar
46
Akhirnya Mertua Pulang
47
Mulai KB
48
Pulang Kampung
49
Lebaran
50
Kembali ke Jakarta
51
Kedatangan Lani
52
Kecurigaanku
53
Nikah Siri
54
Bahagia di atas Penderitaan
55
Awal Terungkap Perselingkuhan
56
Pura-pura Bahagia
57
Mengungkap Kebohongan
58
Perjalananku
59
Perjalananku II
60
Sampai di Rumah Ibu
61
Menggugat Cerai
62
Kegagalan KB
63
Mentalak Lani
64
Sidang Pertama
65
Milikmu Tiga Hari
66
Sidang Ke II
67
Ibuku Meninggal
68
Melahirkan Seorang Diri
69
Baby Shanum
70
Deri dipecat
71
Merintis kehidupan
72
Keterpurukan Deri
73
Perjuanganku membangun usaha
74
Rindu Uwais yang terpendam
75
Konsultasi Lani
76
Deri menghilang
77
Kesuksesanku
78
Lani Pasienku
79
Teror Bagas
80
Kabar Deri
81
Kembalinya Deri
82
Batu Nisan untuk Deri
83
Episode terakhir

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!