Sarapan pagi terasa aneh menurut Narra. Bagaimana tidak, dari tadi ayah, ibu serta Rayyan terus mencuri pandang kearahnya. Sepertinya ada yang hendak mereka bicarakan.
Semalam, Narra pulang langsung masuk kamar. Dia hanya menyapa dan pamit tidur pada Rayyan yang membuka pintu.
"Na, kamu sudah kenal lama sama Andra ?" tanya ayah Sasmita membuka pembicaraan.
"sudah yah, semenjak Rea dan Indra jadian tapi dekatnya nanti setelah jadian sebelum kak Andra berangkat ke negara J" terang Narra.
"jadi sebelum dia berangkat, dia mengikat kamu ?" tanya Rayyan.
Narra mengangguk.
"dia baik ?" tanya ibu Flanella.
"iya bu, dia sangat baik dan sopan" jawab Narra.
"Ardhan juga begitu" ujar Rayyan mengingatkan.
Narra menghentikan aktifitas makannya. Dia terdiam. Dia mengerti kemana arah pembicaraan ini. Hal yang sama, seperti yang dia khawatirkan selama ini. Hal yang membuat awal yang kaku antara dia dan Andra.
"maaf Na, ayah hanya tidak ingin kamu terhina lagi" komen ayahnya.
Narra mengangguk, "aku mengerti yah, hanya saja aku tidak bisa untuk menolak"
"kamu suka sama Andra ?" tanya ibu Flanella.
Narra mengangguk.
"iya bu, terbiasa bertemu buat aku merasakan hal yang beda. Aku mencoba untuk menghilangkan itu semua tapi begitu kak Andra bilang cinta, aku tidak bisa untuk mengingkari lagi" jelas Narra.
"baiklah, Andra menyukai kamu. Tapi bagaimana dengan keluarganya ? kami hanya tidak ingin hal yang telah berlalu terjadi lagi" sergah Rayyan.
"mereka baik. Waktu antar makanan untuk suster Marina, aku tidak sengaja bertemu mereka dan kak Andra memperkenalkan aku pada mereka" Narra menjelaskan.
Ayah Sasmita, ibu Flanella dan Rayyan masih belum tenang. Mereka masih mengkhawatirkan hubungan Narra dan Andra.
"Jadi ayah, ibu dan kak Rayyan tidak setuju aku bersama kak Andra ?" tanya Narra.
"bukan begitu" ayahnya menggeleng.
"sebagai orang tua, kami bahagia kalau anak-anak kami bahagia" terang ibunya.
"kakak hanya tidak ingin nanti dia melepaskan dan tidak berjuang untuk hubungan kalian" lanjut Rayyan lagi.
"aku mengerti" Narra tertunduk.
"kami semua setuju asal kamu menjalaninya bahagia. Dan ingat kalau nanti ada masalah, jangan lupa kami semua akan selalu bersamamu" ucap ayahnya.
"terima kasih ayah, ibu, kakak" Narra tersenyum.
*
Narra berdiri di depan cermin dalam kamarnya.
Hari ini jam sepuluh, Andra akan menjemputnya. Orang tua Andra memintanya datang kerumah mereka.
Narra yang tadinya sudah mulai membantu orang tuanya di kedai, minta izin untuk pergi. Ayah dan ibunya mengizinkan.
"Na, Andra sudah datang" teriak ibu Flanella dari depan pintu kamarnya.
"iya bu, sebentar lagi" balas Narra.
Setelah memastikan dirinya rapi dan sopan. Dia pun keluar dan bergegas menemui Andra.
"selamat pagi" sapa Andra.
"pagi kak" balas Narra.
"kita pergi sekarang ?" ajak Andra.
"iya kak, kita pamit sama ayah dan ibu dulu"
"Rayyan dan Rania ?" tanya Andra.
"kak Rayyan seharusnya libur tapi katanya ada yang mau di kerjakan di bengkel. Kalo kak Rania, sudah pulang di jemput kak Adryan kerumah mereka" jelas Narra.
"berarti nanti kalo kita sudah menikah, aku akan jemput kamu pulang kerumah kita" Andra tersenyum.
"ihh kakak, nanti saja di bahasnya" Narra malu.
Narra mempersilahkan Andra keluar duluan, dia menutup pintu dan menguncinya kemudian beranjak menuju kedai untuk menyimpan kunci dan berpamitan.
"kamu baik-baik ya" pesan ibu.
"iya bu, jangan khawatir" Narra menegaskan.
*
Narra memandang kagum. Rumah Andra megah seperti istana. Sangat jauh berbeda dengan rumahnya. Walaupun rumahnya itu juga termasuk kawasan elit tetapi ini sangat jauh dibandingkan rumahnya.
Andra memegang tangan Narra dan mengajaknya masuk kedalam.
"semua sudah menunggu kamu" katanya.
Narra disambut pelukan Rea. Rea pun menarik tangan Narra menemui keluarga Andra yang sudah berkumpul menunggunya.
"Narra ini sahabat aku" Rea menjelaskan kedekatannya dengan Narra pada keluarga Hadinata Wijaya.
"mereka bertujuh bersahabat sangat dekat. Trio cewek apalagi, mereka sangat perhatian sama para cowok. Saling melengkapi" jelas Indra menambahkan.
Dokter Hadinata Wijaya dan istrinya tersenyum mendengar penjelasan Indra dan Rea.
"silahkan duduk Na" ucap dokter Hadinata Wijaya.
"sini dekat bunda, sama-sama Rea" pinta dokter Serena Hadinata.
Rea pun mengajak Narra duduk disebelah dokter Serena Hadinata.
"makanan kedai orang tuamu enak. Jadi selama ini suster Marina selalu pesan di kedaimu ?" tanya dokter Hadinata Wijaya.
"iya dok, suster Marina langganan di kedai" jawab Narra.
"kamu panggilnya jangan formal begitu. Panggil Ayah dan bunda, sama seperti Rea memanggil kami" sergah dokter Serena Hadinata.
Narra memandang Andra, seolah meminta persetujuan. Andra menganggukkan kepalanya seperti tahu apa arti tatapan mata Narra.
"baik bunda" ucap Narra pelan.
"Narra juga kadang masak di kedainya yah, aku paling suka tumis kangkungnya" promo Rea.
Narra memegang paha Rea. Seolah isyarat agar jangan melebihkan.
"iya, aku juga suka ikan asin saos pedasnya. Hmmm enak" Indra menambahkan.
Andra memandang Indra dan Rea bergantian. Dia sebagai pacar merasa sedikit iri dan tidak suka dengan perkataan adiknya dan Rea karena dia belum pernah mencicipi masakan Narra.
Dulu Andra merasa gugup untuk sekedar bertegur sapa dengan Narra apalagi untuk singgah makan di kedai Narra. Padahal dia sering melewatinya untuk melihat Narra dari kejauhan.
"Sepertinya ayah tergoda, bolehkah kamu masak menu itu untuk kami Na ?" pinta dokter Hadinata Wijaya.
Narra sekali lagi memandang Andra.
"bagaimana An ?" tanya dokter Serena Hadinata. Dia tahu Narra memandang Andra untuk meminta persetujuan.
"boleh bunda" jawab Andra.
"mau Na ?" tanya dokter Hadinata Wijaya lagi.
"iya yah, aku mau" jawab Narra.
"ayo kita masak" ajak Diandra.
Diandra mengajak Narra dan Rea menuju dapur. Disana tampak beberapa pelayan tengah memasak menu makan siang. Diandra menyuruh mereka berkumpul, lalu memperkenalkan Narra sebagai pacar Andra.
"ayah meminta Narra untuk memasak. Kalian beri dia ruang ya" kata Diandra lagi.
"baik nona" koor mereka semua.
Narra pun bertanya pada pelayan, apakah mereka mempunyai persediaan kangkung. Salah seorang pelayan menuju lemari pendingin dan mengambilkan kangkung untuk Narra.
Sementara Rea mencari Ikan asin di lemari dapur. Untungnya kedua persediaan menu itu ada. Jadi Narra bisa membuatnya untuk keluarga Andra.
Narra pun memulai kegiatan masaknya. Dia berusaha untuk tidak gugup karena dari tadi Diandra memperhatikannya. Sementara Rea, berada didekatnya untuk membantunya. Meskipun Rea tidak terlalu jago masak tapi dia bisa walau hanya sekedar mengupas, mengiris dan menumbuk bumbu.
"sudah Re, biar aku saja. Kamu duduk saja disana" ujar Narra.
"baiklah, tapi aku mau temani kamu disini" sahut Rea.
"iya" jawab Narra.
"aku tinggal dulu ya, aku mau liat Vinand dulu" pamit Diandra.
"iya kak" koor Narra dan Rea.
"Vinad siapa ?" tanya Narra setelah Diandra tidak ada.
"Vinand itu putra kak Diandra. Anaknya baik dan lucu ya hampir seumuran dengan Rishi" jelas Rea.
Narra mangut.
"suami kak Diandra pemilik brand jam tangan mewah. Tinggalnya di negara S. Dan selalu rutin datang menemui keluarganya setiap bulannya" terang Rea.
Narra mendengar cerita Rea tentang keluarga Hadinata Wijaya sambil terus fokus dengan kegiatan masaknya.
*
Sementara itu ...
"Dia anak yang baik" ujar ayah Hadinata Wijaya.
"iya, bunda juga langsung suka" bunda Serena Hadinata menambahkan.
"Andra sangat menyukai Narra. Terima kasih ayah dan bunda setuju" ucap Andra.
"trus kapan kakak akan melamarnya ? kakak bilang akan langsung melamarnya kalo ayah dan bunda setuju" tanya Indra.
"kakak juga setuju, Narra anak baik. Kamu harus gerak cepat, nanti diambil orang" Diandra menimpali dengan Vinand digendongannya. Sepertinya bocah berumur lima tahun itu baru bangun tidur.
"cucu opa, sini sama opa" ayah Hadinata Wijaya meminta Vinand pada Diandra.
Diandra menyerahkan Vinand dipangkuan ayahnya.
"aku sudah pernah bilang pada Narra tapi dia masih menolaknya. Dia belum siap dan ingin kami saling mengenal" terang Andra.
"kamu harus pake jalur lain bro !" komen ayah Hadinata Wijaya dengan bahasa gaulnya yang sedikit dipaksakan.
"maksud ayah ?" Andra tidak mengerti.
"temui orang tuanya, minta pada mereka" ucap bunda Serena Hadinata.
Bunda Serena meletakan tangannya diatas pungung tangan suaminya.
"kalian tau, ayah kalian tidak pernah bilang sebelumnya pada bunda. Ayah langsung memintanya pada opa oma kalian. Bunda mendengar pertama kali dari mereka, tentu saja bunda kaget tapi bunda tidak menolak menundanya karena opa dan oma kalian sudah setuju" terang bunda Serena.
"aku yakin ayah Sasmita dan ibu Flanella pasti menerima dengan baik niat kakak" Indra mendukung kakaknya.
"sepertinya ayah tidak asing dengan nama itu" ayah Hadinata Wijaya mengingat-ingat.
"mungkin ada nama pasien ayah yang mirip nama itu" sergah Diandra.
"mungkin Di" jawab ayah Hadinata Wijaya mengangguk.
"Andra mau kedapur dulu liat Narra" pamit Andra.
Dia beranjak menuju dapur.
*
Andra menarik kursi di mini bar lalu duduk disana memperhatikan Narra memasak dengan Rea disebelahnya.
Para pelayan yang sibuk dengan pekerjaannya hendak menyapa Andra tapi tidak jadi karena Andra mencegahnya dengan cara meletakan telunjuknya didepan mulutnya.
Rea menoleh, dia melihat Andra duduk memandang mereka. Dengan perlahan dia menjauh dari Narra. Dan tentu saja setelah pamit pada Andra dengan anggukan kepalanya.
"Re, minta tolong kangkungnya" kata Narra.
Andra mendengar Narra membutuhkan bantuan, dengan segera beranjak dan memberi yang Narra butuhkan.
"terima kasih, kamu duduk saja Re. Nanti kamu kecapean" kata Narra.
Andra tidak beranjak. Dia tetap berada disebelah Narra.
Narra merasa mencium wangi parfum lain. Dia sangat tahu parfum Rea, ini bukan parfum Rea. Ini parfum cowok, seperti wangi parfum Andra. Pikir Narra.
Narra menoleh. Dia sedikit kaget mendapati Andra menempel padanya. Rea tidak ada disekitarnya. Hanya Dia, Andra dan pelayan yang sibuk dengan pekerjaannya.
"kak, aku sedang masak. Sedikit lagi selesai, bisa tunggu disana ?" pinta Narra menunjuk mini bar karena Andra terlalu dekat padanya.
"aku sudah duduk disana tapi kamu membutuhkan bantuan ya aku disini" jelas Andra memamerkan senyumnya.
"sejak kapan ?" Narra mengerutkan keningnya.
"sepuluh menit yang lalu" jawab Andra.
"baiklah, tapi beri aku sedikit ruang kak supaya cepat selesai" pinta Narra.
"kamu tidak mau kubantu ?" tanya Andra sedikit kecewa.
Narra melihat sekitarnya. Pelayan disekitar mereka sepertinya berpura-pura tidak melihat kepada mereka.
"mereka tidak berani ganggu kita" jelas Andra seolah tahu pikiran Narra.
Narra memicingkan matanya, "aku merasa tidak enak, kakak duduk saja ya. Biar aku yang selesaikan masakannya" pintanya.
"baiklah" Andra sedikit kecewa.
Narra tahu situasi sedang tidak baik dengan segera mengusap pipi Andra, "aku mau terlihat sempurna di depan orang tuamu. Kamu kan mau kita menikah, aku ingin mengambil hati mereka" bujuknya.
Andra senang dengan perlakuan Narra. Dia mengangguk paham dan tersenyum.
"baiklah sayangku" katanya seraya menjauh.
Andra pun kembali duduk di bangku mini bar, sampai Narra menyelesaikan masakannya.
"sayangku, cintaku, bahagiaku" ucap Andra pelan.
Narra menoleh mendengar ucapan Andra. Dia hanya tersenyum.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments