Hello guys.. update lagi nih, setelah beberapa bulan
akhirnya bisa pegang novel ini lagi.
Jangan lupa di like yakk,di vote juga.. terima kasih.
❤️
Malam ini sesuai rencana.
Viola yang diminta berdandan cantik, itupun sebisanya dan dibantu sedikit oleh sang Mama.
Mereka pun bersiap menuju ke restoran yang telah di sepakati. Keberangkatannya ke resto terpisah dengan Kak Jovan karena dia menjemput kekasihnya terlebih dahulu.
Perjalanan menuju resto yang diperkirakan awal hanya 20 menit menjadi molor hingga 45 menit karena kemacetan yang sangat parah.
"Pa, kabari Hendra dulu kalau kita sedang macet stuck gak bisa jalan di daerah Jalan Reksodiputro" pinta sang Mama pada suaminya.
Viola yang melihat sang orang tua begitu antusias dibandingkan dirinya yang tak berminat sama sekali.
Seharusnya aku masih bisa menikmati masa happy ku sebagai mahasiswa, sebagai anak muda yang jatuh cinta, anak muda yang jalan-jalan, shopping, bla bla bla.. Tapi ini? Batin Viola yang berada di dalam mobil menggunakan airphone nya.
Perlahan mobilnya kini bisa melaju dengan normal. Kemacetan telah terurai karena ada polisi yang membantu kelancaran lalu lintas.
Tak berapa lama sebuah restoran besar dan megah di ibu kota telah terlihat. Restaurant Olive. Viola membaca sebuah nama yang tertera.
Restaurant Olive.
Mama memintaku untuk turun dari dalam mobil dan berjalan memasuki restaurant yang mengambil gaya Eropa dan memiliki bangunan beberapa tingkat.
"Ayo gih turun. Keluarga Hendra sudah menunggu nak. Kita sudah terlambat lama sekali lho" Pinta sang mama.
Viola melakukan apa yang diminta sang mama. Tak lama kemudian.
"Nak, telpon Kak Jovan, sudah sampai apa belum?"pinta Mamanya lagi.
"Sudah Ma, Kak Jo sudah sampai di dalam" seketika Viola pun menjawab karena tadi sang Kakak sempat mengirimkan foto dia sudah bersama keluarga besar Hendra.
Mereka lantas berjalan ke dalam restoran tersebut. Dilihat sekelilingnya, atapnya hingga pernak-perniknya.
Bagian atas dibuat outdoor dan terbuka hingga memperlihatkan langit malam tanpa penghalang. Terdapat juga sebuah kolam renang ukuran sedang dan beberapa gazebo juga tempat pembakaran. Sepertinya sangat cocok untuk kencan disana dengan nuansa yang begitu romantis.
Tapi sayangnya, malam ini Viola akan bertemu keluarga Hendra. Alias jalan awal dijodohkan.
“Sayang, ayo” seru Mama membuatnya mengalihkan pandangan yang menyisir suasana restoran yang ramai.
"Ternyata ada Kak Jo yang telah menjemput kita di sebuah lift disana." Papa Viola.
Di dalam lift kami sama-sama terdiam dan Viola melirik dinding lift yang dilapisi cermin. Entah kenapa dia merasa harus sedikit merapihkan tatanan rambut dan pakaian serta mengecek kadar keharuman dirinya.
Hingga pintu lift terbuka lebar membuat Viola melangkah kaki menuju keluar lift. Namun dia ijin dulu untuk ke kamar mandi dan nantinya menyusul.
Didalam kamar mandi Viola menyemprotkan beberapa semprot parfum dan touch up sedikit, yang penting tidak terlihat lusuh.
Lantas dia keluar dan mencari keberadaan keluarganya. Mata Viola meniti satu per satu kursi yang ada di sana.
Tap.
Tap.
Tap.
Langkahnya terhenti saat sudah sampai ke salah satu bilik kaca yang cukup luas. Tepat dihadapannya, ada sepasang suami istri yang terlihat tampan dan cantik walau usianya seperti sudah di atas 50 tahun.
“Selamat malam Viola. Silahkan duduk Nak” ucap Mama Hendra dengan melontarkan senyum diwajahnya.
Viola yang hanya menunduk dengan pikiran berkecambuk.
"Iya tante, Om" jawabnya dengan berjabat tangan dengan orang tua Hendra.
“Nah ini Viola Ma, Pa. Yang Hendra ceritakan kemarin” tutur Hendra memperkenalkan Viola di depan keluarganya.
Mama, Papa, dan Jovan pun bangga melihat Hendra yang begitu gentle ini.
Obrolan pun dimulai.
“Perkenalkan saya Papa Viola, Agung. Dan ini ada Mamanya, Lita. Yang duduk disamping Viola adalah anak pertama kami, Jovan” Ucap Papa Viola memperkenalkan keluarganya.
“Oh ya, Viola gadis yang manis, cantik. Diborong semua hehe" seru Mama Hendra membuatku tersenyum.
"Terima kasih tante.Tante juga cantik" jawab Viola.
Hening.
“Sepertinya saya tidak asing dengan wajah Papa Hendra” celetuk Papa Viola.
“Eh iya ya. Kayak pernah lihat gitu. Apa kamu dari SMP Bina Nusa?”
“Iya. Kamu Nugroho bukan?”
“Hahaha.. iya. Aku Nugroho. Masih ingat jelas rupanya”
“Iya lah, siapa juga yang lupa sama pemilik SMP yang sangat maju pada masanya”
“Ah kamu bisa aja, Gung”
Gelak tawa mewarnai malam itu. Tapi tidak dengan Viola dan juga Hendra. Yang ada hanya canggung tingkat dewa.
“Oh ya mas, ini nih anak kami pengen melamar anakmu. Si cantik mau gak sama anak Om?” ucap Papa Hendra yang beralih pada Viola.
“Papa ko gitu sama anak sendiri” Mama Hendra menyenggol bahu Papa
“Iya mas, boleh. Kemarin kami sudah bersepakat. Kalau Viola mau dipersunting oleh Hendra” Papa Viola menjawab dengan gercep.
“Kalau begitu langsung saja tunangan ya, ini sudah ada cincinnya juga. Nak Viola, kamu pasangkan cincin di jari Hendra ya” jawab Mama Hendra yang tak kalah gercep karena sudah mempersiapkan cincin couple.
Ha? tunangan? sekarang? harus malam ini juga? Mimpi apa gue tunangan sama dosen sendiri.
Viola menerima cincin yang diberikan oleh Mama Hendra dan menyematkan ke jari Hendra. Mau gak mau dia bergerak menuruti perintah sang Mama Hendra.
“Pak, jarinya sini pak” ucap Viola dengan nada berbisik.
“Jangan panggil Pak dong Nak, ini kan bukan di kampus. Panggil Mas saja” ucap Papa Hendra.
Mendengar Papa Hendra bicara seperti itu ingin membuatnya tertawa keras.
Bisa-bisa disuruh panggil Mas haha, Mas Hendra hahahaha.
“Baik Om” manipulasi Viola dengan senyum sopannya.
Hendra yang mendengar itu seketika tersenyum. Viola yang mengetahuinya langsung tersipu malu dan dia menginjak kaki Hendra untuk mengatasi rasa malunya.
Arghhh. Rasain kamu. Viola benar-benar menginjak kaki Hendra.
“Kenapa Ndra?” tanya Papanya
“Gak apa-apa Pa, Mungkin digigit semut jadi-jadian”
Sialan, gue dibilang semut jadi-jadian.
Setelah itu, Hendra menerima cincin dari Mamanya untuk disemakan ke jari Viola.
“Jari” Pinta Hendra agar Viola memajukan jarinya.
Tanpa pikir panjang Viola mendekatkan jarinya pada Hendra.
Suara tepuk tangan ramai riuh memenuhi restoran tersebut.
“Oh ya, mau nikah kapan nih? Jangan lama-lama. Kalau 3 bulan lagi bagaimana? Vio siap gak?” kata Papa Hendra.
“Kelamaan Pa, bulan depan saja. Jadi Viola juga bisa nyusun skripsi toh juga gak perlu buru-buru yang penting sah aja dulu. Begitu gimana Nak?” tanya Mama Hendra pada Viola.
Viola yang masih mempertimbangkan tawaran itu, melirik ke arah Papanya meminta persetujuan. Dan Papanya memberikan kode anggukan, berarti setuju.
“Iya tante, baik” Terpaksa lah, aku iyain aja.
“Syukurlah, kami akan menjadi besan Sis” Ucap Mama Hendra pada Mama Viola.
Kedua sejoli tersebut akhirnya bertukar nomor untuk yang pertama kalinya. Setelah itu satu persatu makanan yang dipesan datang.
“Silahkan makan om, tante, Vio, Jovan dan Airin ” Hendra menjamu keluarga Viola dengan baik.
Orang tua Hendra yang merasa anaknya sudah bisa bersikap hangat pada orang lain membuatnya merasa senang. Pasalnya yang mereka tahu, Hendra adalah anak yang cuek bahkan hampir tidak pernah tersenyum pada orang lain.
Semoga hadirmu di hidupnya membuat Hendra menjadi sosok yang manis Nak. Batin Nugroho, Papa Hendra.
...______...
...Aku ada untuk mewarnai harimu....
...Aku ada untuk memberi kesan manis di hidupmu....
...Tapi satu pintaku....
...Jangan pernah sakiti atau kecewakan hati ku yang kelak ku berikan padamu....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments