Aku melihat Anggun tertidur dengan sangat lelap, aku menggeser perlahan kursi yang aku duduki kebelakang agar tidak menimbulkan bunyi
di ruangan sunyi ini. Helaan nafas lega lolos dari bibirku ketika melihat gadis kecil tersebut masih terlelap dalam alam mimpi. Aku mengecup lembut puncak kepala Anggun lalu mengusap air mataku dengan menahan isak tangis.
“Sayang, maafkan Mbak karena tidak bisa memberikan pengobatan yang layak untuk kamu selama ini, tapi mulai sekarang, Mbak Sifa akan memberikan fasilitas terbaik untuk kamu,” aku menatap pelupuk mata yang tenang seakan menandakan jika adik kesayanganku tidak merasakan sakit sedikitpun di tubuhnya. Aku kembali mengecup puncak kepala adikku kemudian berlalu pergi
dari sana dengan menutup mulutku agar isak tangis ini tidak terdengar olehnya.
Suara pintu yang tertutup perlahan membuat pelupuk mata gadis
itu pecah, satu tetes Kristal bening lolos dari singgasananya, isak tangis itu tertahan saat ia mengigit bibirnya dengan kasar. Beginilah cara Anggun
mengutarakan kesedihannya ketika Sifana sudah tidak berada di dalam jangkauan matanya. Gadis kecil ini tidak benar-benar tidur, ia tahu dan mendengarkan dengan sangat jelas apa yang Sifana katakan tadi.
“Mbak Sifa, maafkan aku karena telah menjadi beban di dalam hidup kamu, aku mengutuk hidupku kenapa harus menyusahkan, Mbak Sifa semenjak
kedua orangtua kita pergi.” Gadis kecil itu menutup kedua pelupuk matanya, air mata yang sudah mengenang menetes perlahan. “Tuhan, satukan saja, Saya dengan
Mama dan juga Papa agar tidak menjadi beban, Mbak Sifa.”
Kediaman Sadam.
Terdengar suara pertengkaran dari dalam ruangan kamar Sadam
dan juga Tasya, kedua orang dewasa itu berdebat sedangkan anak kecil berdiri membeku di sudut ruangan melihat pertengkaran kedua orangtuanya. Liora gemetar
sembari memeluk guling kecilnya untuk melampiaskan rasa takut akan apa yang ia lihat sekarang, selama ini Liora tidak pernah melihat pertengkaran kedua orangtuanya seperti ini.
“Mas Sadam, memangnya apa kurangnya diriku sampai kamu masuk
kedalam kamar pelayan saat malam hari? Apakah karena pelayan itu lebih mudah usianya dariku ataukan karena kamu sudah mulai bosan padaku,” ucap Tasya dengan cairan
bening terburai di wajahnya tanpa henti. Bibir wanita itu gemetar seakan
menunjukkan rasa sakit yang mendalam melihat pengkhianatan suaminya di depan mata.
Sadam, menggenggam kedua tangan Tasya lalu menatap manik mata
sayu itu lekat sembari berkata, “Percayalah padaku, Sayang ini semua hanyalah jebakan papa saja karena ia tidak pernah menyukai kamu! Apakah kamu tadi tidak
melihat saat Mama dan juga Papa membela wanita kurang ajar itu dihadapan kita, andaikan Papa tidak mengancam akan mengeluarkan namaku dari daftar ahli warisnya
maka bisa aku pastikan, jika aku tidak akan pernah sudi menikahi wanita murahan sepertinya.”
Tasya langsung memeluk tubuh Sadam sembari berkata, “Sayang,
berjanjilah jika kamu tidak akan pernah membagi cinta kamu dengan wanita itu, walaupun kini statusnya adalah sebagai istri kamu,” ucap Tasya dengan tatapan penuh selidik.
Sadam melepaskan pelukan Tasya lalu menangkup kedua wajahnya
dengan tangan, kini ibu jarinya mulai mengusap pelan cairan bening di kedua pipi istrinya sembari berkata, “Kau adalah satu-satunya wanita yang aku cintai, saat ini dan untuk selamanya.”
Liora menatap kedua orangtuanya secara bergantian. Detik berikutnya Tasya dan juga Sadam menatap kearahnya hingga kini iris mata
keduanya di penuhi dengan sosok gadis cantik yang sedang berdiri takut melihat pertengkaran mereka. Sadam tersenyum manis lalu melangkah mendekati putri yang sangat ia sayangi.
“Liora, apakah kamu sayang sama, Papa?” tanya Sadam seakan
mencoba membuka perbincangan antara dia dan gadis kecil kesayangannya.
Liora dengan polos mengganggukkan pelan kepalanya sembari berucap, “Liora, sayang, Papa.” Liora berbicara dengan nada khas anak berusia 4
tahun.
Senyuman Sadam mengembang setelah mendengarkan jawaban putri
semata wayangnya ini. “Kalau, Liora sayang sama, Papa peluk dong,” ucap Sadam sembari merentangkan kedua tangannya.
Dengan polos gadis kecil itu mulai berlari dan masuk kedalam
pelukan Sadam. Tasya ikut bergabung dengan mereka berdua orang yang sangat ia sayangi.
Tasya dan juga Sadam adalah tema dari kecil, jadi sangat tidak aneh sekali kalau keduanya bisa saling memahami satu sama lain. Keduanya
cukup dekat hingga akhirnya memutuskan menjalin hubungan lebih dari sahabat dan mulai dari sekolah dasar sampai duduk di bangku kuliah keduanya selalu bersama tidak pernah terpisahkan.
_ _ _
Setelah keluar dari ruangan adiknya, Sifana menuju meja resepsionis untuk membayar biaya pengobatan adik kesayangannya tersebut, dengan uang yang diberikan oleh Pak Damar dan juga Bu Elsa, Sifana meminta pada para suster agar sering menjenguk adiknya sebab gadis kecil itu berada di rumah sakit sendiri karena Sifana tidak bisa selalu menemaninya sebab ada tugas besar yang harus ia selesaikan.
Aku sudah berdiri di depan gerbang besi berwarna hitam pekat-sepekat saat dunia sudah kehilangan sinar mataharinya. Aku berdoa pada Tuhan agar ia melancarkan dan juga menguatkan segala sesuatu yang akan aku hadapi di dalam rumah besar ini, mungkin aku adalah istri kedua tapi aku tidak pernah menginginkan hal itu andai saja aku bisa memilih, akan tetapi takdir berkata lain.
Aku melangkah menuju dapur karena merasakan haus, tentu saja aku merasa haus karena tidak sempat membeli minuman di jalan sebab takut pulang ke rumah ini terlalu malam, sebenarnya aku tahu tidak ada satu orangpun yang akan perduli padaku akan tetapi, Pak Damar dan juga Bu Elsa akan mencari keberadaan ku karena aku masih berhutang janji padanya.
Langkahku terhenti ketika manik mata ini menangkap sorot mata membunuh dari lelaki itu, ya suamiku maksudnya dan juga Mbak Tasya. Keduanya jelas terlihat tergganggu dengan keberadaanku sekarang.
Aku memutar tubuhku hendak menelan bulat-bulat keinginan untuk membasahi tenggorokan yang sudah mengering ini, tapi suara Mama Elsa menghentikan langkah kakiku.
"Sifana, kamu mau kemana? Ayo bergabung bersama kami," ucap Elsa.
Aku melihat wanita paruh baya itu mulai berjalan mendekatiku dengan senyuman tipis terukir di bibirnya yang merah karena lipstik.
"Ma, saya sudah kenyang mau pergi ke kamar saja karena tidak mau mengganggu semuanya," ucapku dengan kepala tertunduk tanpa berani menatap wajah Mbak Tasya dan juga Mas Sadam.
"Kamu adalah bagian dari rumah ini, jadi tidak perlu sungkan seperti itu."
Mama Elsa meraih tanganku lalu mengajak aku melangkah mendekati meja, aku tidak bisa menolak keinginan wanita paruh baya ini dan terpaksa mengikuti langkah kakinya.
"Duduklah bersama kami," ucap Bu Elsa sembari menarik salah satu kursi untuk aku duduki.
"Sayang, ayo kita pergi dari sini, aku sudah kenyang! Melihat wajah penjilat itu membuat aku kehilangan selera makan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
✮R⃟ɪsᴍᴀᵑᵍᵒᵏᵏ⋆
sifana yg sabar ya 😭😭 semua pasti akan bahagia pada waktunya 😭🤗🤗🤗
2022-02-15
22
🍌 ᷢ ͩˡ Murni𝐀⃝🥀
sabar Sifana pasti dibalik semua penderitaanmu akan datang kebahagian yang menunggumu🤗
2022-01-25
1
Ririn hiat
mengapa orangtua Saddam GK suka sama Tasya🤔
2022-01-18
1