Aku baru saja menaruh semua sarapan pagi yang telah aku masak bersama Mama Elsa di meja makan, aku menatanya serapi mungkin, piring-piring, sendok dan juga gelas pada tempatnya agar tidak ada yang di keluhkan oleh mbak Tasya, ya walaupun aku tahu jika hal kecil seperti ini tidak akan bisa membuat emosinya reda begitu saja.
Terdengar suara langkah kaki
mengetuk-ngetuk lantai, itu pasti Liora yang sedang berlari menuju dapur karena setiap hendak sarapan pagi anak kecil itu selalu mencari keberadaan ku, karena aku pengasuhnya sekaligus pelayan di rumah ini. Awal aku menjadi pelayan di rumah ini karena Mama Elsa, ya beliau mengendarai mobil sendiri dan tidak sengaja membasahi baju yang aku kenakan dengan air dari pinggir jalan, dan beliau dengan cemas turun dari dalam mobil lalu meminta maaf padaku, Mama Elsa orang yang sangat baik ia mengajak aku untuk membeli baju baru sebagai permintaan maaf, karena aku sedang buru-buru mau ada interview kerja jadi aku menolaknya.
Beberapa waktu kemudian aku kembali bertemu dengan Mama Elsa, aku sedang duduk di warung tenda pinggir jalan, beliau yang kebetulan sedang melewati jalanan itu tidak sengaja melihat aku. Mama Elsa
turun dari mobil mewahnya untuk menghampiri aku, kami berbincang-bincang dan beliau tanya mengenai bagaimana interview kerjaku tempo hari dan aku menjawab
jika aku di tolak dan malah mendapat makian sebab masuk ke toko penjual baju anak tersebut dengan kondisi yang kotor sekali bahkan mereka juga menganggap jika kau sedang mempermainkan mereka. Ku lihat wajah menyesal tercekat jelas di air muka wanita paruh baya itu mungkin saja jika kejadian di pinggir jalan itu bisa di ulang beliau lebih memilih mengemukakan mobilnya dengan perlahan saja.
Akhirnya Mama Elsa menawarkan
pekerjaan menjadi pelayan d rumah putranya dengan gaji lebih besar dari toko yang hendak aku masuki tersebut, karena kau membutuhkan uang akhirnya aku langsung setuju lebih lagi aku butuh dana yang begitu banyak untuk penyembuhan Anggun. Begitulah awal pertemuan aku dengan Mama Elsa.
“Mbak Sifana … Mbak Sifana, suapi
Liora, ya,” pinta anak kecil itu dengan wajah memelas seolah dia takut jika aku akan menolak keinginannya.
Aku berjongkok untuk mensejajarkan
tubuh sama seperti anak kecil cantik dengan dua kuncir di rambutnya yang panjang sebahu itu, aku mengecup gemas kedua pipi cabi nan menggoda itu, setelah puas barulah aku membuka bibir untuk menjawab kata-katanya tadi, “Setiap hari
memang, Mbak Sifana yang akan menyuapi Liora,” ucapku dengan tersenyum manis.
Gadis kecil itu menatap ke
langit-langit dapur seperti orang yang sedang berpikir, “Benar juga apa yang,
Mbak Sifana katakan, Mama tidak pernah mau menyuapi aku,” ucap anak kecil itu polos.
“Sini biar, Mbak Sifa peluk,”
ucapku dengan merentangkan kedua tanganku siap menahan pelukan gadis kecil itu dalam dekapan hangat.
Aku melihat Liora juga hendak
melakukan hal yang sama akan tetapi seseorang datang dan langsung menarik gadis kecil itu menjauhi aku, ku mendongakkan kepala dan melihat sepasang mata menatapku
sinis seakan dari tatapan mata tersebut wanita itu sedang mencoba membakar tubuhku dari pancaran manik matanya.
“Jangan kamu berani-berani menghasut putriku untuk membenciku! Kamu itu hanya perusak rumah tangga orang, kau pernah bilang jika kedua orangtua kamu telah meninggal,” wanita itu bicara dengan penuh penekanan agar suaranya tidak di dengar orang lain kecuali kami bertiga. “Mungkin
saja sekarang kedua orangtua kamu sedang menangis dari atas sana melihat sang putri yang sempat mereka banggakan saat masih di dunia ternyata kini menjadi pelakor.”
“Ma, jangan marahi, Mbak Sifa ….,”
aku melihat Mbak Tasya membulatkan kedua matanya penuh menatap kearah anak kecil itu, Liora yang takut hanya bisa diam dengan menundukkan kepalanya tanpa berani kembali bersuara.
“Kamu masih kecil tahu apa! Ayo
kita duduk di meja makan saja,” ucap Mbak Tasya dengan meninggikan intonasi suaranya pada gadis kecil itu.
Aku langsung melangkah menuju wastafel dengan menitihkan air mata, kenapa aku begitu cengeng sekali?
Aku bahkan tidak bisa menahan air mata ini agar tidak menetes. Setelah mendengar langkah kaki menuju ke arahku segera aku usap kedua cairan bening yang tadi sempat membasahi kedua pipi kemudian aku kembali melanjutkan mencuci piring kotor.
“Sifana, kenapa kamu malah di sini,
ayo kita sarapan pagi bersama,” ucap Mama Elsa. Aku menunjukkan senyuman palsu padanya setelah seluruh pandanganku melihat air mukanya yang teduh dan juga senyum hangatnya itu. “Ma, Sifana tidak ini menimbulkan pertengkaran di pagi yang cerah ini, jadi biarkan Sifana berkerja seperti biasanya,” jelasku dengan wajah memohon.
“Kamu yang sabar dan ingat habis
gelap akan terbit terang, tidak mungkin seseorang itu akan sedih selamanya dan begitu juga sebaliknya,” ucap Mama Elsa memotivasi diriku agat tidak terlalu
terpuruk dengan keadaan.
_ _ _
Setelah mendapatkan ijin dari Mama Elsa, aku keluar rumah menuju ke rumah sakit untuk menemui Anggun-adik kesayanganku. Entah mengapa aku selalu saja merasa tidak tenang setiap kali meninggalkan dia sendiri di rumah sakit, ya walaupun ada perawatan yang akan menjaganya selama aku tidak ada tapi perasaan cemas itu masih ada.
Aku baru saja turun dari angkutan umum, lalu aku melangkah memasuki gerbang rumah sakit dan aku lihat seorang wanita paruh baya yang tadi mengijinkan aku untuk menjenguk adikku di rumah sakit, wanita itu tidak lain dan tidak bukan adalah Mama Elsa sendiri. Beliau ingin sekali bertemu dengan anggun dan kami sudah merencanakan dari awal untuk bertemu di rumah sakit demi untuk menjaga perasaan Mbak Tasya.
"Ma, maaf jika menunggu lama," ucapku dengan menyeka peluh yang sudah mengembun di keningku.
"Mama, yang seharusnya minta maaf karena tidak bisa berangkat dari rumah bersama," ucap wanita paruh baya itu dengan air muka menyesal.
Setelah perbincangan singkat tersebut akhirnya kami berdua memutuskan untuk masuk kedalam rumah sakit dan melangkah menuju ke ruangan Anggun berada.
"Mbak Sifa, sudah datang," ucap Anggun kegirangan.
"Sini biar, Mbak Sifa suapi," pintaku sembari mengambil piring yang ada di di tangannya. "Dek, kenapa baru makan jam segini?" tanyaku dengan penuh tanya sembari menatap wajah cantik itu.
"Lidah, Anggun terasa pahit jadi malas makan," ucapnya polos dengan bibir yang mengerucut lucu. Aku melihat kini pandangannya Anggun mulai teralihkan oleh sosok Mama Elsa. Aku tahu gadis kecilku itu pasti penasaran dengan siapa wanita yang berada di sampingku ini.
"Dia adalah majikan, Mbak Sifa dan kebetulan tadi menjenguk temannya yang sedang sakit," bohongku dengan cepat karena aku tahu jika Mama Elsa akan mengatakan yang sebenarnya kalau dia bukan lagi majikan ku, tapi mama mertuaku sekarang.
'Entah sudah berapa kali aku berbohong, tapi yang aku tahu hanya satu, aku ingin melihat senyuman lebar terukir indah dari bibirmu.'
Jangan lupa follow akun Mangatoon Khairin Nisa dan juga follow Ig Khairin_junior
Nisa punya satu buku terbit cetak "Hallo Musuh" bisa kalian baca kisah singkatnya dengan memencet profil author dan cari judul di atas. bukunya ready ya man-teman
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
✮R⃟ɪsᴍᴀᵑᵍᵒᵏᵏ⋆
kebahagiaan akan segera datang untukmu sifana, sabar ya 😭🤗🤗
2022-02-15
21
@🍌 ᷢ ͩMurni 𝐀⃝🥀
semoga kebahagian akan menghampiri kehidupan Safira dan adiknya anggun🥰🥰🥰
2022-01-25
1
🍭ͪ ͩ✹⃝⃝⃝s̊S𝕭𝖚𝖓𝕬𝖗𝖘𝕯☀️💞
Sabar Sifa.... bner ituhh habiss gelap terbitlah terang semangatttt💪💪💪
2022-01-21
1