Tasya menangis terisak sembari memukul dada bidang suaminya
seakan mencoba untuk menyalurkan rasa sakit di hatinya dengan pukulan kecil tersebut. Suasana didalam ruangan ini terlihat pengap sekali karena mereka semua hanya diam sehingga suara tangisan Tasya terdengar melengking menyedihkan.
“Sifana, kamu harus melakukan semua sesuai rencana kita,”
bisik Elsa di dekat telinga wanita malang itu.
Aku menatap wajah wanita paruh baya itu dengan perasaan kacau, air mataku sudah mengenang hingga membuat pandanganku terlihat samar. “Anda juga harus menepati janji dan memberikan uang itu sebagai kompensasi atas apa
yang telah saya lakukan,” aku berucap dengan bibir yang gemetar, sedih sekali melihat tangisan, Mbak Tasya dan itu karena aku, aku sang pelakor yang menyelinap masuk kedalam kehidupan bahagia mereka.
Perasaan bersalah itu semakin besar tatkala aku melihat seorang gadis kecil berusia sekita 4 tahun berdiri mematung melihat kedua orangtuanya dengan tatapan bingung. Dia adalah Liora anak dari Mas Sadam dan juga Mbak Tasya.
“Papa, Mama kenapa?” aku mendengar suara gadis kecil itu
berbicara dengan gemetar seakan ikut merasakan apa yang di rasa oleh wanita yang telah melahirkannya itu.
“Sayang, ayo kemari,” aku bicara sembari menghampiri Liora-Liora sangat dekat denganku dan anak kecil itupun melangkahkan kakinya
menghampiriku dengan tangan yang sudah terlentang siap mendapatkan pelukan dariku.
“Jangan kamu berani sentuh anakku! Pelakor seperti kamu tidak pantas menyentuh tubuh putriku dengan tangan kotor kamu itu.” Tasya menatap dengan penuh kebencian seakan aku adalah makhluk yang menjijikan sekali, aku hanya bisa terdiam dengan kepala tertunduk malu.
“Tasya, jaga ucapan kamu! Sifana sekarang adalah istri sah, Sadam apakah kamu lupa.” Damar menatap Tasya dengan pandangan tidak suka.
“Aku curiga, jika ini semua adalah rencana, Mama dan juga Papa karena kalian sudah lama ingin memisahkan aku dengan, Tasya.” Sadam menatap
kearah kedua orangtuanya dengan iris mata menajam. “sampai kapanpun rencana kalian tidak akan pernah berhasil karena aku tidak akan pernah meninggalkan Tasya dan dia,” lelaki itu menunjuk Sifana. “Hanya pelayan di rumah ini.”
Aku menatap punggung Mas Sadam mulai menjauh membawa anak
dan juga istrinya, aku pantas mendapatkan semua cacian dan juga semua hinaan ini, ya demi uang dan demi orang yang sangat aku sayangi, hidupku pun rela ku korbankan.
“Pak Damar, Bu Elsa,” aku memainkan jari-jari tanganku yang sudah terasa basah karena keringat dingin yang membuatnya lembab.
“Kau adalah anak menantu kami, jadi kamu bisa panggil kami dengan sebutan, Mama dan juga Papa.” Elsa menegaskan jika Sifana adalah
menantunya mulai sekarang. Jujur saja Elsa lebih suka jika Sifana yang menjadi istri dari Sadam dari pada Tasya.
“Baik, Ma, Pa,” aku masih tergagap saat bicara karena masih belum terbiasa memanggil mereka dengan sebutan itu. “Bisakah, saya meminta uang yang telah kalian janjikan sekarang karena saya harus ke rumah sakit,” sambung ku dengan menghirup nafas dalam seakan menguatkan hati agar air mata ini tidak sampai jatuh
menyedihkan.
Aku melihat Pak Damar merogoh ponselnya dia mengetik sesuatu
di sana dan setelah selesai lelaki itu menunjukkan layar ponselnya di hadapanku sembari berkata. “Sudah saya kirim 50 juta ke rekening kamu.” Lelaki itu kembali menjauhkan ponselnya saat melihat aku sudah menganggukkan kepala mengerti.
“Pergilah sekarang, kami akan di sini beberapa hari untuk menjaga kamu dari amukan Sadam dan juga Tasya,” aku mengganggukkan kepala dengan
senyuman di paksakan.
Rumah sakit Soewandhie Surabaya-salah satu rumah sakit besar di kota ini dan bisa di bilang kelas menengah kebawah.
Aku turun dari ojek online, tidak lupa aku berikan satu lebar uang 100 ribuan lalu aku mengembalikan helm tukang ojek itu yang sempat
menempel di kepalaku sepanjang perjalanan ke rumah sakit tadi. Aku langsung berlari masuk kedalam rumah sakit akan tetapi langkahku seketika terhenti ketika tukang ojek online itu memanggilku.
“Mbak … mbak … mbak! Kembaliannya
belum.”
“Pak, Ambil saja kembaliannya,” usai bicara aku kembali melanjutkan langkahku masuk kedalam rumah sakit ini. Sayup-sayup aku dengar
tukang ojek online itu mengucapkan terima kasih beberapa kali.
Aku baru saja masuk kedalam rumah sakit, bau obat langsung
menyeruak kedalam indra penciumanku, aku melihat lobby rumah sakit ini ramai sekali banyak orang yang berlalu lalang dan ada juga dokter yang sedang mendorong pasiennya yang sedang duduk di kursi roda, ada juga sekeluarga yang
menangis terisak-isak karena salah satu anggota keluarga mereka telah meninggal dunia hal itu bisa aku ketahui dengan sangat mudah dari dua dokter yang sedang
membawa pasien yang sekujur tubuhnya diselimuti oleh kain berwarna putih tulang.
Aku masuk kedalam lift yang kebetulan terbuka, aku memencet
tombol dimana dia-orang yang sangat aku sayangi berada dan menungguku dengan rasa sakit yang sedang menggerogoti tubuhnya.
“Ya, tuhan aku mohon biarkan orang yang aku sayang sembuh karna aku sudah melakukan semua cara untuk mendapatkan uang ini, demi membayar biaya pengobatan nya,” aku melangkah keluar dari lift ini setelah pintu terbuka kembali.
Beberapa kali aku menghirup nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan dari mulut, dengan tangan yang gemetar dan juga hati
mantap, mantap agar tidak menunjukkan kesedihan dan kehancuran yang telah aku
rasakan dihadapannya. Barulah aku memutar kenop pintu.
“Mbak Sifa, sudah datang, aku dari tadi menunggu, Mbak Sifa datang karena Anggun sangat rindu sekali,” suara yang sangat aku rindukan itu
seakan membuat hangat seisi dadaku, senyuman manisnya membuat semangat hidupku
kembali lagi, aku sempat terpuruk, tapi aku sadar kini dia membutuhkan aku untuk menemaninya di dunia ini.
Anggun Kirana, anak berusia 10 tahun dia adalah adikku yang sangat aku sayangi, setelah kedua orangtua kami pergi dialah satu-satunya keluarga yang aku miliki sekarang, hanya Anggun saja yang aku miliki awalnya kehidupan kami baik-baik saja akan tetapi setelah aku tahu ada kanker yang diam-diam menggerogoti tubuh kecilnya itu membuat aku hancur-hancur hingga berakhir menjadi istri kedua yang tidak dianggap oleh dia-Mas Sadam.
Aku peluk tubuh kecil dan rapuh itu lalu aku mengusap puncak
kepalanya dan mendaratkan beberapa kali kecupan di sana. Kini aku berganti menangkup kedua wajahnya lembut dengan tangan, aku menatap bibir pucat dan juga
wajah yang memutih seperti kain, sakit sekali hatiku melihat Adik yang sangat aku sayangi seperti ini, akan tetapi Anggun tidak pernah mau terlihat sakit dihadapan ku, dia bahkan selalu tersenyum dihadapan ku seakan mengatakan bahwa
semua akan baik-baik saja. Tapi jika aku tidak berada dihadapannya, Anggun akan menangis merasakan sakit yang menggerogoti tubuhnya entah berapa kali aku melihat rasa sakit itu diam-diam dibelakangnya.
‘aku mungkin kalian anggap sebagai ******, tapi kasih sayang seorang kakak pada adiknya membuat aku gila, gila karena telah menghalalkan
segala macam cara, bukankah seperti itu Mas Sadam’
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Nanah Hasanah
semangat sifana
2023-01-25
0
ℋℐᎯτυs
rencana mama sama papa Sadam ya🤔
2022-03-03
1
✮R⃟ɪsᴍᴀᵑᵍᵒᵏᵏ⋆
tuh kan sifana rela jadi pelakor demi adiknya, demi adiknya 😭😭😭
2022-02-15
22