Baru saja aku mendudukkan tubuhku di kursi meja makan, suara Mas Sadam sudah membuat harga diriku jatuh untuk yang kesekian kali, entah
sampai berapa lama aku mampu bertahan dengan pernikahan yang tidak sehat ini, tapi semoga saja Tuhan menguatkan hatiku karena adik yang begitu aku sayangi
membutuhkan biaya pengobatan yang tidak sedikit.
Ya, itulah yang selama ini Sifana jadikan penyemangat hidupnya, adik yang sangat ia sayangi adalah motifasi terbesar dalam hidupnya
karena penyiksaan di dalam rumah ini tidak seberapa berat dari pada dirinya
harus kehilangan adik yang sangat ia sayangi.
“Ma, Pa. Kenapa kita buru-buru pergi, Mbak Sifana baru saja duduk,” ucap anak kecil itu dengan wajah polosnya. Liora menatapku dengan sendu,
aku tahu dengan sangat jelas jika anak kecil itu ingin sekali bermain di dalam pangkuanku seperti beberapa hari yang lalu paling tepatnya sebelum kejadian skandal itu.
“Sudah diam! Jangan sebut namanya lagi,” bentak Tasya pada sang putri yang kini tangannya sedang ia gandeng.
“Sayang, kamu jangan kasar begitu, Liora tidak tahu apa-apa,” ucap Sadam sembari mengendong putrinya.
Tasya melangkah meninggalkan meja makan begitu saja tanpa menjawab kata-kata suaminya, sedangkan Sadam kini melirik kearah Sifana dengan tatapan merendahkan dan juga membenci mungkin saja jika tidak ada hukum di dunia ini lelaki itu sudah melenyapkan Sifana dari muka bumi ini.
Elsa yang melihat perlakuan putra dan juga anak menantunya hanya bisa menghela nafas, lalu ia menyuruh Sifana untuk makan malam akan tetapi Sifana merasa kenyang-kenyang setelah menerima sindiran telak dari lelaki yang ia nikahi tadi siang. Sifana hanya meneguk satu gelas air putih untuk membasahi tenggorokannya yang kering sedangkan Damar menatap kearah
Sifana dengan sedu seakan ia kasihan sekali melihat nasib gadis baik yang ada dihadapannya sekarang, jika saja Sadam bisa membuka matanya tentang sikap sang istri maka Damar dan juga Elsa tidak akan tega membuat Sifana terlibat dalam masalah pelik ini.
“Sifana, kamu yang sabar, ya dan percayalah jika suatu saat nanti Sadam akan sadar betapa baik dan juga lugunya kamu dan di saat hal itu
tiba maka Mama dan juga Papa akan menjadi orangtua yang paling bahagia sekali.”
“Sifana bersalah karena merusak hubungan mereka, jadi Sifana
memang pantas mendapatkan ini semua,” ucap Sifana dengan suara parau.
Elsa membelai pelan rambut panjang Sifana sembari berkata, “Kamu
tidak sepenuhnya bersalah, justru kamu sedang mencoba menyelamatkan putra kami
dari kebodohan dan juga cinta yang salah.”
Malam ini Sifana meringkuk sendiri di balik selimut tipis yang membalut tubuh lelahnya, baru hari pertama pernikahan sudah membuat seluruh
tenaga dan juga hentinya hancur, ia tidak mau banyak berpikir karena keesokan hari tidak tahu apa yang akan Sifana hadapi.
Di saat malam pertama kedua pengantin akan menghabiskan malam panjang bersama, bertukar keringat, saling mengecup atau bahkan memenuhi seluruh ruangan kamar dengan suara-suara khas orang bercinta akan tetapi hal itu tidak terjadi pada diriku, tapi bagiku tidak masalah karena aku menikah demi uang dan Mas Sadam terpaksa menikah denganku karena jebakan dua hal itu saja sudah membuat aku sadar akan posisi pernikahan ini.
Tengah malam.
“Haus sekali,” ucapku sembari meneguk saliva yang seakan
sudah mengering di tenggorokan, dengan malas aku mulai menjauhkan selimut di tubuhku lalu menjejakkan kaki di lantai dingin kamar ini, aku melangkah keluar dari kamar sembari membawa satu gelas kosong menuju dapur, hembusan nafas lega
langsung lolos dari bibirku ketika melihat suasana gelap memanjakan mata, itu tandanya semua orang sedang terlelap dalam alam mimpi.
Aku melangkah masuk ke dapur tanpa menyalakan sakral lampu,
aku mengambil air mineral dari dalam kulkas lalu meneguknya tanpa sisa untuk melepaskan dahaga yang kurasa. Telingaku menangkap suara seorang wanita sayup-sayup di
kejauhan karena penasaran, pun aku mengajak kakiku melangkah ke asal suara tersebut.
“Aku masih belum bisa menemui kamu, karena mertuaku sedang
membuat,” aku mendengar suara itu lebih jelas dari balik jendela dapur, dan sosok wanita yang berbicara berada di luar rumah itu adalah Mbak Tasya yang berbicara, tapi apa yang wanita itu lakukan di tengah malam seperti ini dan siapa orang yang sedang Mbak Tasya ajak bicara? Jika di lihat dari caranya celingukan kesana-kemari seakan sedang melihat situasi tentu saja menunjukkan hal yang tidak biasa.
“Terserah apa yang mau, Mbak Tasya lakukan,” ucapku acuh sembari mengangkat kedua bahu lalu aku kembali masuk kedalam kamar untuk
melanjutkan mimpi yang sempat tertunda tadi.
Semburat senja yang indah mulai menghiasi langit, warna merah yang mendominasi begitu indah sekali di tambah dengan warna biru seperti
air laut membuat hatiku sedikit lebih tenang seakan menunjukkan jika setelah gelap akan terbitlah terang. Aku kembali membuat sarapan pagi di dapur ini sendirian seperti biasanya. Selang beberapa waktu Bu Elsa-ralat mama Elsa masuk
kedalam dapur dan menghampiri aku yang kini sedang membersihkan wortel di depan wastafel.
“Kamu pagi sekali sudah bangun?” wanita paruh baya itu menatapku dengan seulas senyuman hangat di pagi yang masih dingin ini.
Dengan senang hati aku balas senyuman ramah tersebut, “Saya
pelayan di rumah ini jadi sudah seharusnya bangun di pagi hari,” jawabku dengan tahu diri, ya memang itulah statusku di rumah ini seperti apa yang di bilang oleh Mas Sadam kemarin.
Bu Tasya memegang kedua tangannya dan aku pun melepaskan
wortel yang ku kupas dalam wadah yang ada di dalam wastafel, terlihat tatapan sendu Mama Elsa membuat hatiku kembali hangat.
“Sifana, ingatlah satu hal,” aku melihat wanita paruh baya itu menatapku serius. “kamu adalah menantu di rumah ini,” sambung Mama Elsa lagi dengan memelukku penuh sayang, membuat aku seakan kembali melihat sikap almarhum mama dulu. Tanpa ragu aku memeluk tubuh wanita paruh baya itu.
“Kamu mau masak apa?” tanya Mama Elsa setelah melepaskan
pelukannya di tubuhku.
“Saya mau masak sayur sop sama ayam goreng, karena itu makanan yang di minta oleh Liora,” ucapku dengan kembali melanjutkan
membersihkan wortel di dalam kucuran air kran.
“Kalau begitu biar, Mama bantu.”
“Baiklah,” sahutku mengiyakan ucapannya.
“Bagaimana dengan kondisi adik kamu?” tanya Mama Elsa
sembari menatapku sekilas lalu wanita itu memotong wortel yang telah dia kupas terlebih dahulu.
“Namanya, Anggun,” ucapku sembari menenglengkan sedikit
kepalaku kearahnya . “dia masih belum membaik kondisinya, harus terus di awasi olek dokter,” sambungku dengan menundukkan kepala sedih, entah kenapa
air mataku kembali menetes saat bayangan Anggun yang sedang menahan rasa sakit luar biasa ketika aku sudah keluar dari ruangan rumah sakit itu.
Aku merasakan pundak ku di peluk oleh Mama Elsa, lalu wanita itu berkata, “Kamu yang sabar, Mama percaya jika Anggun pasti akan sembuh karena dia anak yang kuat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
✮R⃟ɪsᴍᴀᵑᵍᵒᵏᵏ⋆
heleh Tasya 🙄🔪🔪🔪🔪
sifana harus kuat menghadapi suami yg kek gt 😭🔪🔪
2022-02-15
21
Kiηg__ᴰ
dialog tagnya berspasi-spasi kak🙏🏻 satu kalimat harusnya jadi satu paragraf, semangat
2022-02-06
1
😘BIMA Kangen...💋#✇⃟ᴮᴿ💌
setiap bau busuk yg disimpan pasti akan menguar begitu pun dg apa yg dilakukan oleh Elsa
juga, begitupun
2022-02-01
1