Hasrat Pak Tua Tampan
Cellyna Zxyoila Gautama, seorang Dokter Umum di rumah sakit ternama. Cellyn bisa dikatakan berasal dari keluarga yang cukup terpandang di kota Jakarta. Gautama adalah marga keluarganya, Cellyn merupakan putri satu-satunya dari keluarga Gautama. Elena Gautama, Beliau merupakan Ibu dari Cellyn. Ibu yang telah meninggalkan dunia sejak Cellyn berusia 10 tahun. Dan, ayahnya bernama Darren Aryan Gautama, sosok yang amat sangat berarti bagi Cellyn.
Menjadi seorang anak yang tumbuh tanpa kasih sayang seorang Ibu tentu tak mudah. Di masa-masa remajanya, Cellyn menghadapinya sendiri. Termasuk belajar dalam menggunakan pembalut sendiri.
Walau dirinya mempunyai asisten rumah tangga, dia tak pernah bersikap manja.
Darren, sosok yang selama ini menjaga Cellyn hingga kini. Diusianya yang menginjak kepala empat itu tak pernah mengeluh pada anak semata wayangnya bahwa ia tengah lelah. Cellyn sangat beruntung memiliki Ayah sepertinya, sosok yang mampu mencintainya dengan tulus. Sosok yang bahkan tak pernah membuat air matanya menetes sedikit pun.
"Cell!"
Panggilan itu, itu panggilan dari Darren. Cellyn yang tengah bersantai di kamarnya, segera bangkit dari kasurnya. Dirinya melirik jam yang bergantung di dinding, sudah jam makan malam. Pantas Darren memanggil dirinya.
Cellyn segera turun ke bawah, tepatnya ruang tamu. Cellyn tak ingin membuat sang Ayah menunggu dirinya terlalu lama. Setibanya Cellyn di ruang tamu, bisa ia lihat Darren tengah mengobrol dengan seorang pria yang sekiranya seumuran dengan Darren. Ia mengamati pria itu baik-baik, seperti tak asing, pikirnya. Daripada membuatnya semakin penasaran, Cellyn memilih menghampiri dua pria itu.
"Kenapa, Pa?" tanyanya pada Ayah saat tiba di hadapannya.
Darren mendongak guna menatap putrinya. "Sini, Sayang," ujarnya sembari menepuk sofa di sebelahnya.
Dirinya memandang Darren lamat lantas mengganguk. Pikirannya masih melayang jauh pada pria yang kini duduk disebelah dirinya. ia seperti pernah menghabiskan waktu dengannya, tak hanya itu Cellyn seperti tak asing dengan wajahnya. Diliriknya Darren yang tengah menyeruput kopi hitamnya, sadar akan lirikan Cellyn, Darren menoleh menatap anaknya.
Ia berdehem sejenak. "Owh, iya. Cell, ini Om Devan. Kamu masih ingat dia?" tanya Darren.
Cellyn tak langsung menjawab, ia masih terdiam dengan pikiran yang melayang entah kemana. Memori otaknya mencoba mengingat tentang pria yang berada di hadapannya. Cellyn memandangi pria tersebut dengan intens, ia bahkan mulai mencoba mengenali aroma parfumnya. Matanya mendelik saat berhasil mengingat siapa pria yang sedari tadi berbincang dengan ayahnya.
"Om Devano Brawirya!" pekiknya tak sengaja.
Darren terkekeh sembari mengelus surai Cellyn. "Hahaha ... akhirnya kamu ingat juga, hm?" Cellyn mengganguk singkat sebagai jawaban.
"Bagaimana kabarmu, Cell?" tanya Devan.
Pandangannya kini sepenuhnya teralih padanya. "Baik, Om. Om sendiri gimana?" ujarnya diselingi senyum kecil.
Ia mengganguk sekilas. "Baik juga. Ternyata kamu sudah besar, ya."
Cellyn terkekeh mendengar ucapan Darren. Ah, dia makin tampan saja, mirip seperti Sugar Daddy, pikirnya. Cellyn segera menepis pikirannya yang mulai berkeliaran kemana-mana. Dapat ia rasakan, Devan memandangi dirinya dengan intens dan itu sukses membuatnya grogi.
Ah, iya! Kenalkan dia Devano Brawirya, teman Darren semasa duduk di bangku SMA. Devan lah yang sudah membantu Darren dalam mengurusi Cellyn dulu. Devan juga yang selalu menemani kemana pun dirinya pergi. Yeah, dia sudah seperti Om kandung saja bagi Cellyn. Mengingat Ayah dan ibuku anak tunggal.
"Tidak mungkin dia kecil terus, Dev," kekeh Darren.
Cellyn tersenyum canggung. "Kata Papa bener, Om. Masa Cellyn kecil terus. Btw, Om udah nikah, ya? Pasti udah punya Anak."
Dia mengganguk pelan. "Sudah lima tahun yang lalu. Anak saya baru dua tahun, Cell," sahutnya.
Cellyn menggangukan kepala pertanda mengerti. Tatapannya tanpa sengaja menangkap cincin yang melingkari salah satu jari Devan. Jadi, dia benar sudah menikah toh. Baguslah, setidaknya dia tak kesepian. Pasti perempuan itu beruntung mendapatkan seorang Devano Brawirya.
"Kamu gimana? Sudah menikah?" Darren menggeleng keras mendengar pertanyaan Devan dan hal itu membuat Cellyn mendengus kasar.
"Hahaha ... bagaimana putri semata wayangku akan menikah, Dev? Jika, otaknya hanya berisi stetoskop, jarum suntik, infus, dan masih banyak lagi," gurau Darren.
"Papa!" rajuk Cellyn yang dibalas kekehan.
"Kamu Dokter?" tanya Devan, dapat Cellyn lihat jelas raut terkejutnya.
"Iya, Om."
"Wah, sudah cantik, Dokter pula."
****
Pagi ini, Cellyn terbangun lebih awal. Mengingat ia memiliki temu janji dengan salah satu pasiennya. Waktu masih menunjukkan pukul 06.30 pagi, tetapi Cellyn sudah rapi dengan pakaiannya. Dan, jangan lupakan jas dokternya yang bertengger cantik di tangannya.
Celly segera turun ke bawah untuk sarapan. Dapat Ia
ia lihat semua asisten rumah tangga tengah menjalankan tugas mereka dengan baik. Dan, jangan lupakan Darren yang sudah duduk di meja makan dengan ditemani koran dan kopi hitam.
"Pagi, Pa!" sapanya yang hanya dibalas anggukan oleh Ayah.
Menggabaikan respon singkat Darren, ia lebih memilih menghabiskan sarapannya. Hening, Cellyn terbiasa makan dengan keadaan hening. Itu seperti sudah menjadi kebiasaan dirinya sejak kecil. Begitu juga dengan Darren, mungkin kebiasaan itu menurun darinya.
Sepuluh menit kemudian Cellyn telah berhasil menghabiskan sarapanku. ia melirik ayahnya yang masih fokus dengan koran di tangannya, selalu saja begitu jika sudah berhadapan dengan koran. Cellyn menghela nafas sebelum akhirnya bangkit dari duduk.
"Pa, aku berangkat dulu, ya." Cellyn menyalimi tangannya dengan senyum yang terpantri di wajahnya.
"Hm, hati-hati," ujar Darren yang dibalas anggukan singkat.
Setibanya, dirinya di rumah sakit, Cellyn menghela nafas berat. Rasanya hari ini ia sangat malas, tetapi hal itu tentu bukan hal yang baik untuk kemalasannya. Dirinya hanya ingin tidur dan tidur di hari senin ini.
Ah, mengingat kejadian semalam, Cellyn tersenyum tanpa di minta. Devan hingga larut berdiam di rumahnya. Segala celotehnya dan Darren pun seakan tak ada hentinya. Ada saja yang dua pria paruh baya itu bahas. Mungkin mereka tengah melepas rindu, entahlah.
Cellyn berjalan di sepanjang koridor dengan senyum ramah, membalas setiap sapaan yang ditujukan untuknya. Ini adalah hal biasa di sini, Dokter dan Suster saling menyapa lewat senyum saat berpapasan. Sebenarnya, baru empat bulan dirinya bekerja di sini, mengingat baru setahun lalu gelar Dokter itu Cellyn dapatkan.
"Hallo, Bu Dokter!" sapa salah satu Dokter seniornya.
Dia adalah Dokter paling tampan di rumah sakit ini. Eits, dia sudah mempunyai istri yang tengah mengandung sekarang. Dia, Dokter Relon, Dokter kandungan dengan senyuman manis. Andai dia belum menikah, Rallyn pasti akan mendekati Relon.
"Hallo, Dok," balasnya dengan senyum kecil.
Ia berdecak. "Senyum tuh yang lebar, Dok. Pantas para jantan kabur, orang dokternya serem gini, galak."
Cellyn yang mendengar itu mendelik tak terima. "Mana ada aku galak!" desisnya tak terima.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Novianti Ratnasari
lanjut
2022-09-27
0
Sutiah
☝️ q hadir,salam kenal thor 👍😊
2022-09-27
0
Imas Maela
mampir dlu...
2022-09-26
0