NovelToon NovelToon

Hasrat Pak Tua Tampan

Pertemuan Pertama

Cellyna Zxyoila Gautama, seorang Dokter Umum di rumah sakit ternama. Cellyn bisa dikatakan berasal dari keluarga yang cukup terpandang di kota Jakarta. Gautama adalah marga keluarganya, Cellyn merupakan putri satu-satunya dari keluarga Gautama. Elena Gautama, Beliau merupakan Ibu dari Cellyn. Ibu yang telah meninggalkan dunia sejak Cellyn berusia 10 tahun. Dan, ayahnya bernama Darren Aryan Gautama, sosok yang amat sangat berarti bagi Cellyn.

Menjadi seorang anak yang tumbuh tanpa kasih sayang seorang Ibu tentu tak mudah. Di masa-masa remajanya, Cellyn menghadapinya sendiri. Termasuk belajar dalam menggunakan pembalut sendiri.

Walau dirinya mempunyai asisten rumah tangga, dia tak pernah bersikap manja.

Darren, sosok yang selama ini menjaga Cellyn hingga kini. Diusianya yang menginjak kepala empat itu tak pernah mengeluh pada anak semata wayangnya bahwa ia tengah lelah. Cellyn sangat beruntung memiliki Ayah sepertinya, sosok yang mampu mencintainya dengan tulus. Sosok yang bahkan tak pernah membuat air matanya menetes sedikit pun.

"Cell!"

Panggilan itu, itu panggilan dari Darren. Cellyn yang tengah bersantai di kamarnya, segera bangkit dari kasurnya. Dirinya melirik jam yang bergantung di dinding, sudah jam makan malam. Pantas Darren memanggil dirinya.

Cellyn segera turun ke bawah, tepatnya ruang tamu. Cellyn tak ingin membuat sang Ayah menunggu dirinya terlalu lama. Setibanya Cellyn di ruang tamu, bisa ia lihat Darren tengah mengobrol dengan seorang pria yang sekiranya seumuran dengan Darren. Ia mengamati pria itu baik-baik, seperti tak asing, pikirnya. Daripada membuatnya semakin penasaran, Cellyn memilih menghampiri dua pria itu.

"Kenapa, Pa?" tanyanya pada Ayah saat tiba di hadapannya.

Darren mendongak guna menatap putrinya. "Sini, Sayang," ujarnya sembari menepuk sofa di sebelahnya.

Dirinya memandang Darren lamat lantas mengganguk. Pikirannya masih melayang jauh pada pria yang kini duduk disebelah dirinya. ia seperti pernah menghabiskan waktu dengannya, tak hanya itu Cellyn seperti tak asing dengan wajahnya. Diliriknya Darren yang tengah menyeruput kopi hitamnya, sadar akan lirikan Cellyn, Darren menoleh menatap anaknya.

Ia berdehem sejenak. "Owh, iya. Cell, ini Om Devan. Kamu masih ingat dia?" tanya Darren.

Cellyn tak langsung menjawab, ia masih terdiam dengan pikiran yang melayang entah kemana. Memori otaknya mencoba mengingat tentang pria yang berada di hadapannya. Cellyn memandangi pria tersebut dengan intens, ia bahkan mulai mencoba mengenali aroma parfumnya. Matanya mendelik saat berhasil mengingat siapa pria yang sedari tadi berbincang dengan ayahnya.

"Om Devano Brawirya!" pekiknya tak sengaja.

Darren terkekeh sembari mengelus surai Cellyn. "Hahaha ... akhirnya kamu ingat juga, hm?" Cellyn mengganguk singkat sebagai jawaban.

"Bagaimana kabarmu, Cell?" tanya Devan.

Pandangannya kini sepenuhnya teralih padanya. "Baik, Om. Om sendiri gimana?" ujarnya diselingi senyum kecil.

Ia mengganguk sekilas. "Baik juga. Ternyata kamu sudah besar, ya."

Cellyn terkekeh mendengar ucapan Darren. Ah, dia makin tampan saja, mirip seperti Sugar Daddy, pikirnya. Cellyn segera menepis pikirannya yang mulai berkeliaran kemana-mana. Dapat ia rasakan, Devan memandangi dirinya dengan intens dan itu sukses membuatnya grogi.

Ah, iya! Kenalkan dia Devano Brawirya, teman Darren semasa duduk di bangku SMA. Devan lah yang sudah membantu Darren dalam mengurusi Cellyn dulu. Devan juga yang selalu menemani kemana pun dirinya pergi. Yeah, dia sudah seperti Om kandung saja bagi Cellyn. Mengingat Ayah dan ibuku anak tunggal.

"Tidak mungkin dia kecil terus, Dev," kekeh Darren.

Cellyn tersenyum canggung. "Kata Papa bener, Om. Masa Cellyn kecil terus. Btw, Om udah nikah, ya? Pasti udah punya Anak."

Dia mengganguk pelan. "Sudah lima tahun yang lalu. Anak saya baru dua tahun, Cell," sahutnya.

Cellyn menggangukan kepala pertanda mengerti. Tatapannya tanpa sengaja menangkap cincin yang melingkari salah satu jari Devan. Jadi, dia benar sudah menikah toh. Baguslah, setidaknya dia tak kesepian. Pasti perempuan itu beruntung mendapatkan seorang Devano Brawirya.

"Kamu gimana? Sudah menikah?" Darren menggeleng keras mendengar pertanyaan Devan dan hal itu membuat Cellyn mendengus kasar.

"Hahaha ... bagaimana putri semata wayangku akan menikah, Dev? Jika, otaknya hanya berisi stetoskop, jarum suntik, infus, dan masih banyak lagi," gurau Darren.

"Papa!" rajuk Cellyn yang dibalas kekehan.

"Kamu Dokter?" tanya Devan, dapat Cellyn lihat jelas raut terkejutnya.

"Iya, Om."

"Wah, sudah cantik, Dokter pula."

****

Pagi ini, Cellyn terbangun lebih awal. Mengingat ia memiliki temu janji dengan salah satu pasiennya. Waktu masih menunjukkan pukul 06.30 pagi, tetapi Cellyn sudah rapi dengan pakaiannya. Dan, jangan lupakan jas dokternya yang bertengger cantik di tangannya.

Celly segera turun ke bawah untuk sarapan. Dapat Ia

ia lihat semua asisten rumah tangga tengah menjalankan tugas mereka dengan baik. Dan, jangan lupakan Darren yang sudah duduk di meja makan dengan ditemani koran dan kopi hitam.

"Pagi, Pa!" sapanya yang hanya dibalas anggukan oleh Ayah.

Menggabaikan respon singkat Darren, ia lebih memilih menghabiskan sarapannya. Hening, Cellyn terbiasa makan dengan keadaan hening. Itu seperti sudah menjadi kebiasaan dirinya sejak kecil. Begitu juga dengan Darren, mungkin kebiasaan itu menurun darinya.

Sepuluh menit kemudian Cellyn telah berhasil menghabiskan sarapanku. ia melirik ayahnya yang masih fokus dengan koran di tangannya, selalu saja begitu jika sudah berhadapan dengan koran. Cellyn menghela nafas sebelum akhirnya bangkit dari duduk.

"Pa, aku berangkat dulu, ya." Cellyn menyalimi tangannya dengan senyum yang terpantri di wajahnya.

"Hm, hati-hati," ujar Darren yang dibalas anggukan singkat.

Setibanya, dirinya di rumah sakit, Cellyn menghela nafas berat. Rasanya hari ini ia sangat malas, tetapi hal itu tentu bukan hal yang baik untuk kemalasannya. Dirinya hanya ingin tidur dan tidur di hari senin ini.

Ah, mengingat kejadian semalam, Cellyn tersenyum tanpa di minta. Devan hingga larut berdiam di rumahnya. Segala celotehnya dan Darren pun seakan tak ada hentinya. Ada saja yang dua pria paruh baya itu bahas. Mungkin mereka tengah melepas rindu, entahlah.

Cellyn berjalan di sepanjang koridor dengan senyum ramah, membalas setiap sapaan yang ditujukan untuknya. Ini adalah hal biasa di sini, Dokter dan Suster saling menyapa lewat senyum saat berpapasan. Sebenarnya, baru empat bulan dirinya bekerja di sini, mengingat baru setahun lalu gelar Dokter itu Cellyn dapatkan.

"Hallo, Bu Dokter!" sapa salah satu Dokter seniornya.

Dia adalah Dokter paling tampan di rumah sakit ini. Eits, dia sudah mempunyai istri yang tengah mengandung sekarang. Dia, Dokter Relon, Dokter kandungan dengan senyuman manis. Andai dia belum menikah, Rallyn pasti akan mendekati Relon.

"Hallo, Dok," balasnya dengan senyum kecil.

Ia berdecak. "Senyum tuh yang lebar, Dok. Pantas para jantan kabur, orang dokternya serem gini, galak."

Cellyn yang mendengar itu mendelik tak terima. "Mana ada aku galak!" desisnya tak terima.

Lina yang meresahkan

Cellyn menghela nafas berat kala mengingat ada banyak pasien hari ini. Entahlah, ia merasa malas sekali hari ini, hanya ingin rebahan begitu seterusnya. Mungkin Cellyn akan kedatangan tamu, mengingat ini sudah awal bulan. Dan, jadwal tamu bulanannya memang sebentar lagi.

Ingin rasanya Cellyn kembali ke rumahnya untuk bersantai, merebahkan tubuh dan mengistirahatkan pikiran. Hari ini ia benar-benar kehilangan semangatnya. Andai Jeno Nct Dream berada disini, Cellyn pasti akan jauh bersemangat. Iya, Cellyn adalah salah satu sijeuni Indonesia, ia sangat menyukai hal-hal berbau kpop.

Cellyn terdiam sejenak, daripada dirinya sibuk menggerutu, ada baiknya baik ia menghubungi Lina, pikirnya.Ah, Lira merupakan sahabat Cellyn saat dirinya masih SMP dulu. Cellyn mengambil handphonenya yang diletakkan di tas, mencari nama Lina dan menekan tombol call.

Semoga saja dia tak tengah sibuk, batinnya. Pasti dia akan kesal karena Cellyn menggangunya. Cellyn menghembuskan nafas lelah kala Lina tak mengangkat telfonnya, tak mau menyerah Cellyn kembali menghubungi dirinya. Maafkan aku Lina, tetapi aku bosan dan butuh teman berbagi, pikirnya.

Akhirnya dia mengangkat telfon Cellyn ...

'Apaanhh sih, Cell?' tanya suara disebrang sana.

Cellyn terkikik mendengar suara kesal dari Lina. "Haha ... aku bosan, Lin."

"Shhh ... eungh ... Cellyn si*l*n!" Cellyn mengerutkan kening mendengar suara dia yang seperti mend*s*h.

Gadis itu memutar malas bola matanya. Ini masih siang dan wanita itu tengah asik berhubungan badan? Pikirnya. Cellyn mendesah frustasi, dirinya tak habis pikir dengan tingkah sahabatnya.

'Kenapa aku harus mempunyai sahabat seperti itu, Tuhan? Arggghhh ... bisa-bisa sakit telinga aku jika terus mendengar des*h*n Lina,' batinnya.

'Kenapa shhh ... kamu arkh—" Tak ingin terlalu larut dan hanyut dengan suara ******* Lina, Cellyn memilih mengakhiri panggilan suara yang ia lakukan tadi.

Dia, Arlina Anatasya Derixca. Seorang perempuan cantik, cerdas, mandiri, hiperaktif, ceria, dan baik hati. Lina sapaannya, pemilik butik yang telah mendunia namanya. Satu lagi dia sangat gemar melakukan adegan ranjang dengan siapapun itu.

Bukan tanpa alasan dia seperti itu. Semenjak ditinggal oleh kekasihnya semasa SMA, Lina benar-benar kacau. Ia mulai suka clubing, mulai mencoba melakukan *** bebas. Hingga pada akhirnya itu terus berlanjut sampai sekarang. Cellyn benar-benar berharap akan ada yang merubah sosok dirinya seperti dulu.

Bicara soal pasangan, Cellyn belum memiliki pasangan hingga kini. Dalam artian, ia belum pernah menjalin hubungan dengan lawan jenis. Bukan tanpa alasan, ia lebih menikmati masa-masa sendirinya. Masa dimana ia tak perlu berpikir mengenai tentang hubungan yang belum tentu selamanya.

"Huft ... asik banget Lina enak-enak kayaknya," gumamnya.

Cellyn takut, takut jika nanti sahabatnya terserang penyakit sexual. Kita tahu persis, bahaya dari hubungan *** bebas itu seperti apa. Berulang kali ia menjelaskan pada Lina, tetapi hasilnya nihil. Lina terlalu jauh masuk dalam surgawi kenikmatannya.

...***...

Sepulang dari rumah sakit, Cellyn segera pulang ke rumah. Langkahnya semakin lebar kala sudah tiba di rumah. Ia sudah tak sabar ingin mengistirahatkan tubuh dan membersihkan tubuh. Rasanya sangat melelahkan hari ini, pasien tak terbendung jumlahnya.

Namun, walau begitu dirinya menikmati profesinya. Profesi yang mengharuskannya mementingkan pasien bukan dirinya sendiri. Menjadi Dokter juga membuatnya memiliki rasa empati dan simpati lebih dalam lagi. Selelah apapun dirinya, jika ia melihat senyum dari pasiennya maka lelahnya menghilang. Senyum karena kesembuhan mereka adalah hal yang paling Cellyn sukai.

"Cellyn, makan malam, Nak."

Cellyn tersenyum tipis mendengarkan. Ia yang semula sibuk memakai berbagai jenis skincare menghentikan kegiatannya kala mendengar suara Darren. ia melirik jam di dinding, sudah jam makan malam rupanya. Tak ingin membuat Darren menunggu, ia memutuskan segera turun ke bawah.

"Malam, Pa," sapanya sembari mencium pipi Darren.

"Malam juga, Cantik."

Cellyn tersipu mendengar jawaban Ayah. Ah ... ayahnya ini benar-benar sangat manis untuk dijadikan kekasih. Hahaha ... sayangnya Darren lebih pantas menjadi seorang Ayah untuk Cellyn.

Cellyn mendudukkan diri di depan Ayah. Jadi, posisi mereka saling berhadapan sekarang. Tanpa menunggu lama, ia mengambilkan makan malam untuk ayahnya. Rasanya Cellyn sudah pantas untuk menikah, bukan?

"Bagaimana pekerjaan kamu hari ini?" tanya Darren saat mereka t'lah usai menyantap makan malam.

Cellyn mengganguk singkat. "Lumayan baik, Pa. Sama seperti biasanya, jumlah pasien meledak. Papa gimana di kantor tadi?"

Saat ini mereka tengah berada di ruang keluarga. Hal ini, biasa mereka lakukan untuk menikmati waktu bersama saat mereka bisa berkumpul setelah seharian berkerja. Memang tak banyak, mengingat kesibukan mereka berdua. Namun, setidaknya kami memiliki waktu bersama.

"Cukup melelahkan," sahut Ayah.

Ia terkekeh pelan. "Lelah Papa mah terbayar setelah nonton pertandingan olahraga."

"Lelah Papa akan jauh terbayar saat putri semata wayang Papa mendapatkan pedampingnya." Cellyn membatu seketika mendengar ucapan Ayah.

"Pa ...," ujarnya dengan pelan sembari menunduk.

"Cell, Papa gak memaksa kamu untuk cepat-cepat menikah. Papa paham kamu masih nyaman sendiri, tapi Papa khawatir. Gimana kalau Papa pergi nanti kamu gak ada yang urus," jelas Darren membuatnya menangis.

"Pa, jangan ngomong gitu," lirihnya.

Dapat ia rasakan dekapan hangat menyelimuti tubuh kecilnya. Cellyn tahu ini pelukan ayahnya, pelukan yang tak ada tandingannya jika mencari kenyamanan. Pelukan yang selalu berhasil membuatnya merasa aman. Suatu saat ia harus rela kehilangan tempat berlindungku.

"Shut ... udah, sekarang kamu istirahat. Besok masih harus ke rumah sakit, 'kan? Shut ... udah jangan nangisin, maafin Papa karena udah buat kamu nangis."

***

"Jika, dalam tiga hari demam tak juga reda, tolong datang kemari untuk melakukan cek lab apakah anak Ibu terkena demam berdarah atau tidak," ujarnya pada pasien.

"Baik, Dok."

Ia menghela nafas berat kala pasiennya sudah keluar dari ruangannya. Cellyn meregangkan otot-ototnya yang mulai lelah karena terus duduk di kursi kerjanya. Hari ini banyak pasien yang demam dan itu tentu membuat dirinya kewalahan. Mengingat tengah musim hujan, pasti nyamuk tengah berkembang biak.

Belum lagi perubahan cuaca yang ekstrim. Ia tak heran lagi jika di awal tahun akan banyak yang demam, mengingat musim penghujan dan cuaca yang tak menentu. Walau pasien demam lebih dominan, tetapi pasien dengan keluhan lain pun tak kalah banyak.

Cellyn yang tengah mengistirahatkan tubuh dibuat membuka mata karena pintu ruangannya terbuka. Cellyn kembali menghela nafas saat melihat sosok Lina tengah berjalan menghampiri dirinya. Dia datang dengan rambut digerai, pasti untuk menutupi bekas semalam.

"Siang, Bu Dokter," sapanya yang dibalas dengusan kasar.

"Eits ... Dokter jangan kesel-kesel, harusnya saya yang kesal karena Dokter menggangu saya menikmati batang—"

"Batang kepalamu empat," potong Cellyn kesal.

"Sensi banget, Cell. Harusnya aku yang marah tahu!" sungutnya tak terima.

Cellyn memutar balas bola mataku. "Kena Hiv/Aids mampus kamu."

Dia hanya terkekeh pelan. Lihat? Tidak akan mempan memberi nasihat si kepala batu. Hanya membuat mulut lelah berujar jika menasehati dia. Masuk telinga kanan keluar telinga kiri, itulah Lina. Dan, lihatlah sekarang dengan santainya ia duduk di hadapan Cellyn sembari mengunyah makanannya.

"Jual kamu di tokepedia laku gak, sih?"

Istri Om Devan.

Cellyn melirik jam yang terpasang di pergelangan tangannya, sudah pukul 16.00 wib. Satu pasien lagi dan ia akan segera pulang setelah ini. Rasanya ia lelah sekali, ingin sekali dirinya merebahkan diri ke ranjang yang berada di kamarnya.

Cellyn yang tengah memejamkan mata, terkejut saat ada yang membuka pintu ruangannya. Reflek ia membuka matanya, ternyata pasien yang memiliki janji temu dengannya. Segera Cellyn benahi dirinya yang berantakan. Dirinya tersenyum manis kala pasiennya sudah berada di hadapannya.

“Silakan duduk, Pak,” ujar Cellyn mempersilahkan.

Cellyn memandangi pasiennya dengan lembut, tetapi intens. dirinya tak mau pasien nantinya merasa terintimidasi. Beliau melakukan janji temu dengan Cellyn untuk konsultasi mengenai dirinya. Cellyn sendiri tak tahu apa yang ingin pasiennya bicarakan dengan dirinya.

Ia menatap pasienku sekilas lantas melihat buku catatan yang ada di mejaku. “Benar dengan Pak Tian?”

“Iya, betul, Dok.” Cellyn menggangukan kepala mengerti.

“Sebelumnya, boleh saya tahu apa yang ingin Pak Tian konsultasikan dengan saya?”

Pak Tian, dia pasien Cellyn hari ini. Dari perawakannya dapat aku tebak usianya sekitar 30-an, masih sedikit muda. Ingat, ya hanya sedikit saja. Dengan penampilannya sudah sangat mencerminkan Pak Tian ini orang berada.

Beliau menatap Cellyn lantas menghela nafas. “Saya beberapa bulan terakhir ini menjadi sulit tidur, Dok.”

gadis itu menaikkan sebelah alisnya. “Insomnia maksud anda?” tanya Cellyn.

“Mungkin, Dok.”

Ia menghela nafas lalu mencatat keluhan dari Pak Tian. Sedikit info, insomnia sendiri juga salah satu dari gangguan tidur. Sulitnya tidur bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti, stress atau depresi, komsumsi obat-obatan, gangguan medis, usia lanjut, pecandu alkohol, dan faktor genetik.

Gangguan tidur memiliki 80 jenis. Meski memiliki banyak jenis, umumnya penderita gangguan tidur ini hanya mengalami beberapa saja. Dan, yang paling sering diderita adalah insomnia, obstructive sleep apnea, parasomnia, gangguan tidur berjalan, dan lainnya. Tentu setiap kasus memiliki penanganan yang berbeda. Gangguan tidur juga tak hanya ditangani oleh Dokter Umum saja, tetapi juga Psikiater.

“Apa Bapak mengonsumsi alkohol, obat yang mengandung kafein, atau Bapak tengah memikirkan sesuatu?” tanya Cellyn menatap serius pasiennya.

Beliau kembali menghela nafas. “Iya, saya tengah memikirkan mengenai perceraian saya dengan istri saya. Dia ingin berpisah dengan saya dan saya tak mau itu terjadi,” jelasnya.

Cellyn mengganguk tanda mengerti. “Baik. Akar masalahnya ada pada pikiran Bapak, terlalu setress tidak akan baik untuk kesehatan. Aktivitas sehari-hari pun akan terganggu, begitu juga dengan jam tidur kita. Saran saya, coba diskusikan dengan istri Bapak terlebih dahulu, bicarakan baik-baik. Cari akar masalahnya agar bisa selesaikan, jangan gunakan emosi juga. Jika, kalian menggunakan emosi bukan memperbaiki justru menghancurkan,” jelas Cellyn.

“Seperti itu. Saya paham, Dok. Terima kasih atas waktunya,” sahutnya.

Cellyn tersenyum ramah. “Sama-sama, Pak. Sudah menjadi tanggung jawab saya. Semoga Bapak lekas membaik.”

Cellyn menghela nafas berat saat Pak Tian sudah keluar dari ruangannya. Sudah saatnya dirinya pulang dan beristirahat. Hari yang melelahkan, sungguh.

Bukannya kembali ke rumah, Cellyn justru memilih pergi ke kantor ayahnya. Sudah lama ia tak mengunjungi kantor Beliau, entahlah tiba-tiba dirinya ingin kemari. Mungkin ia tengah rindu dengan suasana kantor ini.

Para karyawan menyapanya dengan ramah, tentu Cellyn balas tak kalah ramah. Ternyata mereka masih mengingat dirinya, mengingat terakhir kali Cellyn berkunjung adalah semasa SMA. Tanpa membuang waktu, aku langsung berjalan ke ruangan Darren.

Huh ... rasanya ia tak sabar ingin bertemu Darren. Padahal baru saja berpisah beberapa jam saja, tetapi Cellyn sudah merindukan Darren. Ia mengetuk pintu ruangan Darren kala sudah tiba di depan ruangannya, setelah mendapat intruksi dari dalam, kakinya segera melangkah masuk ke dalam ruangannya.

Dapat dia lihat, Darren tengah sibuk dengan tumpukkan kertas dan juga laptop yang menyala. Segera dihampirinya Darren dan dipeluk dengan erat oleh perempuan berusia 24 tahun itu. Seketika rasa letihnya menghilang entah kemana, perasaan senang menghampiri dirinya.

“Jangan terlalu sibuk, Pa,” ujarnya dengan masih memeluknya dari samping.

“Astaga, putri Papa kenapa kemari, hm? Dan, apa kau tak lihat ada Om Devan dan istrinya, S**weety?”

Cellyn melebarkan matanya kala mendengar penuturan dari ayahnya. Segera ia lepaskan pelukannya dan memandangi sekitar dengan raut tak terbaca. Dan, yeah, Cellyn menemukan orang yang ayahnya maksud. Di sofa, Devan tengah duduk berdua dengan seorang wanita cantik.

Tak hanya cantik wanita itu juga cukup sexy dan berpenampilan terbuka. Oh, jadi begini selera seorang Devano Brawirya? Not bad, pikirnya. Cellyn menoleh kala mendengar kekehan dari ayahnya, ia mendelik sebal karenanya.

“Lain kali liat-liat dulu,” nasihatnya yang membuat Cellyn meringgis.

“Hai, Om dan Tante,” sapa Cellyn sedikit ragu.

Bukan tanpa alasan, ia merasa canggung dengan mereka. Memang saat kecil dulu dirinya dekat dengan Devan, tetapi itu dulu bukan sekarang. Sekarang situasinya sudah berubah, belum lagi status Devan yang sudah beristri.

“Hm. Baru pulang dari rumah sakit?” Cellyn mengganguk guna merespon pertanyaan Devan.

Sadar jika Cellyn memperhatikan sosok wanita di sebelahnya, Devan berdehem sesaat. Cellyn lantas mengalihkan atensinya pada Devan dengan sedikit cengiran. Rasanya sangat malu ketahuan menatap seseorang. Sungguh bodoh kamu, Cellyn.

“Hahaha ... dia sepertinya ingin mengenal Hima, Dev,” tutur Darren sembari melirik putrinya dengan senyuman.

“Hehe ... kalau boleh sih,” ujarnya sembari menggaruk tengkukku.

Wanita itu terkekeh dengan pelan. Wow ... suaranya sangat merdu, ternyata tak hanya cantik. Sepertinya dia sosok wanita lemah lembut dan penyayang, sangat terlihat jelas dari senyumnya. Huh ... pantas saja Om Devan terpikat, pikir Cellyn.

“Saya Serhima, Serhima Brawirya tepatnya,” ucapnya.

“Cellyn, Tante,” sahut Cellyn ramah.

Dia mengganguk sebagai respon, jangan lupakan senyum yang terpatri di wajahnya, sangat cantik. Cellyn sebagai perempuan bahkan menyukai senyum Hima, manis bahkan sangat manis.

***

Cellyn memutuskan pergi ke apartemen Lina. Bukan tanpa alasan, semalam dia menelfon Cellyn untuk datang ke apartemennya. Bukan hal baru sebenarnya, karena setiap akhir pekan Cellyn akan mengunjungi apartemen Lina atau Lina yang mengunjungi rumahnya. Itu sudah seperti ritual dalam persahabatan mereka, bahkan mereka sudah saling mengenal dengan keluarga masing-masing.

Setibanya Cellyn di sana, ia segera memasuki apartemen sahabatnya. Tentu ia sudah mengetahui passwordnya, karena dirinya sudah biasa keluar-masuk tanpa izin sang pemilik. Mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan, tetapi sosok Lina tak juga Cellyn temui. Sepertinya dia masih tertidur, mengingat ini masih pukul 7 pagi.

Kakinya dengan santai melangkah menuju kamar milik Lina di lantai atas. Apartemen Lina tergolong mewah, jangan lupa bahwa dia Desainer dan juga anak konglomerat. Bukan hal sulit untuk membeli apartemen mewah. Cellyn membuka perlahan pintu kamarnya, takut mengusik Lina yang tengah bergelut dengan mimpinya.

Dan, seperti dugaannya Tuan Putri Lina masih tertidur dengan sangat nyenyak. Huh ... dasar pemalas, batinnya kesal. Cellyn memutar balas bola matanya, lantas berjalan menghampiri tempat tidur sahabatnya. perempuan itu meringgis menyadari iler Lina ada di pipinya.

Sepertinya Lina tengah kelelahan, terbukti tidurnya sangat nyenyak. Cellyn melangkah menuju meja kerja milik Lina, disana terdapat berbagai desain pakaian. Sepertinya, hal ini yang membuatnya kelelahan. Lebih baik ia pulang dan kembali pada siang hari. Biarlah sahabatnya istirahat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!