Cellyn menghela nafas berat kala mengingat ada banyak pasien hari ini. Entahlah, ia merasa malas sekali hari ini, hanya ingin rebahan begitu seterusnya. Mungkin Cellyn akan kedatangan tamu, mengingat ini sudah awal bulan. Dan, jadwal tamu bulanannya memang sebentar lagi.
Ingin rasanya Cellyn kembali ke rumahnya untuk bersantai, merebahkan tubuh dan mengistirahatkan pikiran. Hari ini ia benar-benar kehilangan semangatnya. Andai Jeno Nct Dream berada disini, Cellyn pasti akan jauh bersemangat. Iya, Cellyn adalah salah satu sijeuni Indonesia, ia sangat menyukai hal-hal berbau kpop.
Cellyn terdiam sejenak, daripada dirinya sibuk menggerutu, ada baiknya baik ia menghubungi Lina, pikirnya.Ah, Lira merupakan sahabat Cellyn saat dirinya masih SMP dulu. Cellyn mengambil handphonenya yang diletakkan di tas, mencari nama Lina dan menekan tombol call.
Semoga saja dia tak tengah sibuk, batinnya. Pasti dia akan kesal karena Cellyn menggangunya. Cellyn menghembuskan nafas lelah kala Lina tak mengangkat telfonnya, tak mau menyerah Cellyn kembali menghubungi dirinya. Maafkan aku Lina, tetapi aku bosan dan butuh teman berbagi, pikirnya.
Akhirnya dia mengangkat telfon Cellyn ...
'Apaanhh sih, Cell?' tanya suara disebrang sana.
Cellyn terkikik mendengar suara kesal dari Lina. "Haha ... aku bosan, Lin."
"Shhh ... eungh ... Cellyn si*l*n!" Cellyn mengerutkan kening mendengar suara dia yang seperti mend*s*h.
Gadis itu memutar malas bola matanya. Ini masih siang dan wanita itu tengah asik berhubungan badan? Pikirnya. Cellyn mendesah frustasi, dirinya tak habis pikir dengan tingkah sahabatnya.
'Kenapa aku harus mempunyai sahabat seperti itu, Tuhan? Arggghhh ... bisa-bisa sakit telinga aku jika terus mendengar des*h*n Lina,' batinnya.
'Kenapa shhh ... kamu arkh—" Tak ingin terlalu larut dan hanyut dengan suara ******* Lina, Cellyn memilih mengakhiri panggilan suara yang ia lakukan tadi.
Dia, Arlina Anatasya Derixca. Seorang perempuan cantik, cerdas, mandiri, hiperaktif, ceria, dan baik hati. Lina sapaannya, pemilik butik yang telah mendunia namanya. Satu lagi dia sangat gemar melakukan adegan ranjang dengan siapapun itu.
Bukan tanpa alasan dia seperti itu. Semenjak ditinggal oleh kekasihnya semasa SMA, Lina benar-benar kacau. Ia mulai suka clubing, mulai mencoba melakukan *** bebas. Hingga pada akhirnya itu terus berlanjut sampai sekarang. Cellyn benar-benar berharap akan ada yang merubah sosok dirinya seperti dulu.
Bicara soal pasangan, Cellyn belum memiliki pasangan hingga kini. Dalam artian, ia belum pernah menjalin hubungan dengan lawan jenis. Bukan tanpa alasan, ia lebih menikmati masa-masa sendirinya. Masa dimana ia tak perlu berpikir mengenai tentang hubungan yang belum tentu selamanya.
"Huft ... asik banget Lina enak-enak kayaknya," gumamnya.
Cellyn takut, takut jika nanti sahabatnya terserang penyakit sexual. Kita tahu persis, bahaya dari hubungan *** bebas itu seperti apa. Berulang kali ia menjelaskan pada Lina, tetapi hasilnya nihil. Lina terlalu jauh masuk dalam surgawi kenikmatannya.
...***...
Sepulang dari rumah sakit, Cellyn segera pulang ke rumah. Langkahnya semakin lebar kala sudah tiba di rumah. Ia sudah tak sabar ingin mengistirahatkan tubuh dan membersihkan tubuh. Rasanya sangat melelahkan hari ini, pasien tak terbendung jumlahnya.
Namun, walau begitu dirinya menikmati profesinya. Profesi yang mengharuskannya mementingkan pasien bukan dirinya sendiri. Menjadi Dokter juga membuatnya memiliki rasa empati dan simpati lebih dalam lagi. Selelah apapun dirinya, jika ia melihat senyum dari pasiennya maka lelahnya menghilang. Senyum karena kesembuhan mereka adalah hal yang paling Cellyn sukai.
"Cellyn, makan malam, Nak."
Cellyn tersenyum tipis mendengarkan. Ia yang semula sibuk memakai berbagai jenis skincare menghentikan kegiatannya kala mendengar suara Darren. ia melirik jam di dinding, sudah jam makan malam rupanya. Tak ingin membuat Darren menunggu, ia memutuskan segera turun ke bawah.
"Malam, Pa," sapanya sembari mencium pipi Darren.
"Malam juga, Cantik."
Cellyn tersipu mendengar jawaban Ayah. Ah ... ayahnya ini benar-benar sangat manis untuk dijadikan kekasih. Hahaha ... sayangnya Darren lebih pantas menjadi seorang Ayah untuk Cellyn.
Cellyn mendudukkan diri di depan Ayah. Jadi, posisi mereka saling berhadapan sekarang. Tanpa menunggu lama, ia mengambilkan makan malam untuk ayahnya. Rasanya Cellyn sudah pantas untuk menikah, bukan?
"Bagaimana pekerjaan kamu hari ini?" tanya Darren saat mereka t'lah usai menyantap makan malam.
Cellyn mengganguk singkat. "Lumayan baik, Pa. Sama seperti biasanya, jumlah pasien meledak. Papa gimana di kantor tadi?"
Saat ini mereka tengah berada di ruang keluarga. Hal ini, biasa mereka lakukan untuk menikmati waktu bersama saat mereka bisa berkumpul setelah seharian berkerja. Memang tak banyak, mengingat kesibukan mereka berdua. Namun, setidaknya kami memiliki waktu bersama.
"Cukup melelahkan," sahut Ayah.
Ia terkekeh pelan. "Lelah Papa mah terbayar setelah nonton pertandingan olahraga."
"Lelah Papa akan jauh terbayar saat putri semata wayang Papa mendapatkan pedampingnya." Cellyn membatu seketika mendengar ucapan Ayah.
"Pa ...," ujarnya dengan pelan sembari menunduk.
"Cell, Papa gak memaksa kamu untuk cepat-cepat menikah. Papa paham kamu masih nyaman sendiri, tapi Papa khawatir. Gimana kalau Papa pergi nanti kamu gak ada yang urus," jelas Darren membuatnya menangis.
"Pa, jangan ngomong gitu," lirihnya.
Dapat ia rasakan dekapan hangat menyelimuti tubuh kecilnya. Cellyn tahu ini pelukan ayahnya, pelukan yang tak ada tandingannya jika mencari kenyamanan. Pelukan yang selalu berhasil membuatnya merasa aman. Suatu saat ia harus rela kehilangan tempat berlindungku.
"Shut ... udah, sekarang kamu istirahat. Besok masih harus ke rumah sakit, 'kan? Shut ... udah jangan nangisin, maafin Papa karena udah buat kamu nangis."
***
"Jika, dalam tiga hari demam tak juga reda, tolong datang kemari untuk melakukan cek lab apakah anak Ibu terkena demam berdarah atau tidak," ujarnya pada pasien.
"Baik, Dok."
Ia menghela nafas berat kala pasiennya sudah keluar dari ruangannya. Cellyn meregangkan otot-ototnya yang mulai lelah karena terus duduk di kursi kerjanya. Hari ini banyak pasien yang demam dan itu tentu membuat dirinya kewalahan. Mengingat tengah musim hujan, pasti nyamuk tengah berkembang biak.
Belum lagi perubahan cuaca yang ekstrim. Ia tak heran lagi jika di awal tahun akan banyak yang demam, mengingat musim penghujan dan cuaca yang tak menentu. Walau pasien demam lebih dominan, tetapi pasien dengan keluhan lain pun tak kalah banyak.
Cellyn yang tengah mengistirahatkan tubuh dibuat membuka mata karena pintu ruangannya terbuka. Cellyn kembali menghela nafas saat melihat sosok Lina tengah berjalan menghampiri dirinya. Dia datang dengan rambut digerai, pasti untuk menutupi bekas semalam.
"Siang, Bu Dokter," sapanya yang dibalas dengusan kasar.
"Eits ... Dokter jangan kesel-kesel, harusnya saya yang kesal karena Dokter menggangu saya menikmati batang—"
"Batang kepalamu empat," potong Cellyn kesal.
"Sensi banget, Cell. Harusnya aku yang marah tahu!" sungutnya tak terima.
Cellyn memutar balas bola mataku. "Kena Hiv/Aids mampus kamu."
Dia hanya terkekeh pelan. Lihat? Tidak akan mempan memberi nasihat si kepala batu. Hanya membuat mulut lelah berujar jika menasehati dia. Masuk telinga kanan keluar telinga kiri, itulah Lina. Dan, lihatlah sekarang dengan santainya ia duduk di hadapan Cellyn sembari mengunyah makanannya.
"Jual kamu di tokepedia laku gak, sih?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Imas Maela
kaya ya mulai seru...
2022-09-27
0