"Mba," panggil Andi membangunkan Fira yang masih tidur.
"Mba," panggil Andi lagi menepuk pundak Fira.
Sinar mentari muncul dari celah-celah daun pohon yang menjulang tinggi. Mata Fira terbuka perlahan, mengucek mata. "Iya pak? Kita udah sampai?" Tanya Fira masih setengah sadar.
"Wah ya belum dong mba," balas pak Andi. "Masih lama mba," lanjutnya.
"Oh."
"Saya berhenti mau sarapan di warung sebentar mba, mba nya juga kalau mau sarapan silahkan saya tungguin," ujar pak Andi.
Fira mengangguk, tadi malam ia hanya makan roti dan minum untuk mengganjal perutnya yang lapar.
Andi membuka pintu belakang bak pick up tersebut. "Nanti busa turun sendiri ya mba, saya mau sarapan dulu."
Fira turun lalu berjalan ke warung untuk sarapan.
"Permisi bu, mau beli," panggil Fira pada penjual makanan.
"Iya mba e mau pakai apa?" Tanya ibu penjual mengambil piring dan nasi.
Fira mengamati lauk pauk yang ada di etalase warung. "Lauknya telur dadar sama sambal tempe aja bu."
Ibu penjual itu mengambil apa yang Fira sebutkan tadi. "Ini ya mba," ujarnya menyerahkan piring.
"Makasi bu," ujar Fira mengambil piring llau memakannya dengan lahap.
"Gimana nak? Udah keyang kan," tanya Fira kepada calon bayinya setelah menghabiskan sarapannya.
"Bu udah. Jadi berapa?"
"Tadi ada tambahan gak mba?" Tanya ibu penjual tersebut. "Iya bu, air botolan sedang satu," jawab Fira.
"Jadi tiga belas ribu mba."
Fira menganga. "Murah banget, biasanya di kota lima belas ribuan bahkan lebih," gumamnya tidak percaya.
Fira merogoh saku celananya. "Ini bu." Fira memberikan uang pecahan sepuluh ribu, dua ribu dan seribu.
"Pas ya mba."
"Iya bu."
Fira berdiri dari duduknya kemudian berjalan menuju mobil pick up milik Andi.
"Sudah mba?" Tanya Andi.
"Udah pak."
"Kita lanjut perjalanannya sekarang ya."
"Iya pak."
Andi melajukan lagi mobilnya setelah memastikan Fira telah duduk dengan baik di belakang.
...***...
Matahari saat ini sudah berada tepat di atas kepala, ketika cuaca malam dingin seperti di dalam penjara es berbanding terbalik sekarang cuaca yang sangat terik dan panas bisa saja membuat kulit putih Fira melepuh.
"Panas banget," celetus Fira menyeka keringat yang keluar di dahinya.
"Ini sudah sampe mana sih?" Gumam Fira melihat sekitar.
"MBA!" Teriak Andi dari dalam mobilnya.
"Kenapa pak?"
"Mba turun di sini aja ya. Takutnya nanti istri saya mikir macem-macem," terang Andi.
"Oh iya bang."
Fira menggendong tasnya dan membuka pintu belakang mobil kemudian ia turun. Fira menghampiri pak Andi yang masih di dalam mobil. "Makasi ya pak, tumpangannya."
"Iya mba, sama-sama."
"Ya udah mba, saya pergi dulu ya," pamit Andi yang di respon anggukan Fira.
Fira berjalan menelisik ruko-ruko yang berjejer di sekeliling jalan.
"Jam berapa ya sekarang," ucapbya memandang langit sembari menyipitkan mata.
Fira mengambil ponselnya yang berada di saku celana yang ia pakai namun ternyata ponselnya sudah mati karena lupa ia cas.
"Mba boleh tanya?" Fira menepuk pundak remaja yang sedang duduk di taman.
Remaja tersebut menoleh kearahnya. "Iya mba kenapa?" Tanya remaja tersebut sambil mencopot earphone dari telinganya.
"Sekarang jam berapa ya?"
Remaja tadi kembali membuka ponselnya. "Jam satu lewat dua belas menit mba."
"Oh, makasi ya mba." Ririn menundukkan kepala kemudian berjalan agak jauh dari remaja tadi. Fira duduk di kursi kayu yang ada di taman.
"Nak, kita sekarang harus kemana ya?" Tanya Fira mengusap perutnya.
Dapat Fira pastikan tempatnya sekarang masih di kota. Ia berencana untuk tinggal di sebuah pedesaan, tapi dia tidak tau tempat kakinya sekarang berpijak.
"NENEK AWAS!" Teriak Fira ketika pandangannya tak sengaja melihat mobil yang melaju pesat hampir menabrak nenek yang akan menyebrang.
Fira lantas berlari dan menarik tangan wanita tua itu. "Awsh," ringis Fira ketika tangannya terbentur pohon.
"Ya Alalh nak!" Pekik nenek yang baru saja di tolong Fira.
"Kamu gak papa?" Wanita tua itu memegang tangan Fira dan meraba-rabanya.
"Gak papa kok bu, cuma sakit dikit. Maaf ya nek tadi aku nariknya terlalu kencang."
"Gak papa nak, cuma memar sama lecet dikit aja. Harusnya nenek yang berterima kasih sama kamu," sangkal perempuan dengan wajah yang sudah berkeriput.
"Saya obati disana yuk nek," ujar Fira menunjuk bangku depan sebuah ruko. "Kebetulan saya bawa obat merah." Mereka berdua lalu berjalan kesana dan Fira menenteng gresek hitam yang dibawa nenek tadi.
"Kamu orang mana nak?"
"Jakarta nek," jawab Fira dengan telaten mengolesi obat merah.
"Sudah nek."
"Makasi ya nak." Fira mengangguk.
"Sini nek, biar aku yang bawain. Tangan nenek masih sakit," tawar Fira membawa gresek hitam berukuran sedang tersebut.
"Gak ngerepotin nak?" Tanya nenek tersebut tak enak. Fira menggelengkan kepala.
"Iya sudah, tapi rumah nenek agak jauh jafi harus naik angkot."
"Gak papa nek," balas Fira.
"Angkot!" Fira melambaikan tangannya saat angkot melintas di mereka.
"Kamu bawa tas besar gini mau kemana nak?"
"Hm sa-saya pindah rumah nek. Maunya sekitar pedesaan gitu," jawab Fira berbohong.
"Oh ya sudah, ayo."
***
"Nenek habis dari mana tadi?" Tanya Fira memulai pembicaraan.
"Nenek habis dari pasar tadi jualan," jawab nenek tersebut.
"Nenek sendirian?"
"Gak, ada cucu nenek yang biasa bantuin tapi tadi cucu nenek lagi bantuin orang di pasar makanya gak pulang bareng nenek," jawabnya lagi.
"Oh gitu." Fira mengangguk.
"Nama kamu siapa nak?"
"Sefira nek panggil aja Fira," jawab Fira.
"Kalau nama nenek, nenek Uti."
Fira mengangguk. "Rumah ibu masih jauh?" Tanya Fira.
"Sebentar lagi sampai kok," jawab nenek Uti.
Setelah itu tidak ada pembicaraan sampai mereka turun di pertigaan jalan. Fira turun dengan menggendong tas kecil dan tas besar miliknya di tangan sebelah kiri serta gresek hitam milik nenek Uti di sebelah kanan.
"Pak, ini uanganya," nenek Uti memberikan ongkos kepada sopir angkot.
"Nak Fira ayo kerumah nenek dulu," ajak nenek Uti.
"Ah iya nek," balas Fira berjalan di belakang nenek Uti. Dia melihat sekeliling banyak rumah-rumah dengan mofel zaman dulu yang terlihat masih kokoh sampai mereka berhenti tepat di depan rumah sederhana yang masih berlantai semen.
"Masuk yuk nak," ucap nenek Uti setelah membuka pintu rumahnya.
"Iya nek," balas Fira kemudian masuk ke dalam rumah tersebut dan duduk di kursi kayu yang terlihat sudah tua.
Fira memang orang kurang mampu, tapi rumahnya terbilang lebih modern dari pada rumah nenek Uti. Tapi apapun itu sepantasnya kita bersyukur masih memiliki pelindung saat hujan dan panas.
"Assalamualaikum," salam seorang gadis cantik tinggi dari depan pintu.
"Waalaikumsalam," jawab nenek Uti dan Fira barengan.
Terlihat gadis tersebut mengernyitkan dahinya melihat Fira. "Siapa dia nek?" Tanya gadis tersebut menunjuk Fira.
"Sini duduk dulu Lia," ajak nenek Uti tanpa menjawab pertanyaan Aulia, cucunya.
Lia dan nenek Uti menggunakan bahasa Jawa yaw pren. Karena aku sendiri gak bisa bahasa Sunda jadi ya sudah, anggap ae itu pakai bahasa Sunda. oke prenku!
Lia menurut, dia duduk di kursi kayu berhadapan dengan Fira. Lia menelisik dari atas sampai bawah. "Jadi dia siapa nek?"
"Dia orang Jakarta nak, namanya Sefira kamu bisa panggil dia kak Fira," jawab nenek Uti.
"Lah nenek kenal dia?" Tanya Lia lagi. "Tadi nenek hampir keserepet mobil, untung ada nak Fira yang nolongin," jelas nenek Uti.
"Hah keserepet? Nenek gak papa kan? Mana yang sakit?" Tanya Lia beruntun sembari memeriksa kondisi tubuh nenek Uti.
"Udah udah nenek gak papa, cuma memar dikit di lengan," jawab nenek Uti.
Sedangkan Fira hanya terdiam menatap mereka cengo karena tidak tau sama sekali apa yang mereka katakan. Bisa Fira simpulkan mereka tengah membicarakan masalah nenek Uti yang hampir keserepet tadi karena Fira melihat gadis di hadapannya tersebut terlihat khawatir.
...***...
...SPOI NEXT!...
"Coba sekarang ceritain ke kita biar kamu merasa lebih baik," papar nenek Uti. Sedangkan Lia hanya diam dengan pikirannya sendiri.
"Saya di hamili oleh kakak kelas saya sendiri karena suatu kejadian, dia tidak ingin bertanggung jawab tapi malah menyuruh saya untuk menggugurkannya," jelas Fira memegang perutnya. "Saya hidup sebatang kara, ayah dan ibu saya sudah meninggal tiga tahun lalu, keluarga saya yang lainnya entah dimana saya tidak tau," sambungnya.
"Cowok tersebut menyuruh saya untuk pergi dari Jakarta jika saya tidak mau menggugurkan kandungan saya. Saya bingung harus apa sekarang nek," ucapnya dengan deraian air mata yang nampak lolo jatuh dari netra hitam milik Fira.
"Sudah sudah jangan nangis nak, kasian sama anak kamu yang masih di kandungan," tutur nenek Uti menenangkan.
"Kakak boleh tinggal di sini sama aku dan nenek. Kakak bisa pake kamar ibu saya," pinta Lia yang diangguki nenek Uti.
"Gak dek, gimana dengan ibu kamu nanti," tolak Fira.
"Ibu sama bapak sudah meninggal sejak saya kecil. Ibu meninggal karena sakit dan bapak kecelakaan," terang Lia ikut memeluk Fira.
...🌱...
Jangan lupa dukung aku dengan vote, like, komen, dan favoritkan!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Nurhalimah Al Dwii Pratama
lanjut kk crita rini juga jgan ampe d tunda klamaan kk
2022-01-09
1
Wulan Tigaputra
lanjut thor
2022-01-09
1
Queen Nhy👻👀
novel yg Ririn itu gk di lanjut thor??
2022-01-09
2