Kedua manik hitam itu membulat tatkala melihat suguhan mewah di depan nya. sungguh demi apa pun, seumur hidupnya ia tidak pernah menatap rumah sebesar ini. rumah yang tidak bisa di anggap rumah, ini adalah istana.
Paman Gabriel berpesan bahwa dalam waktu satu Minggu ini Calya harus rutin memeriksa pasien nya itu, setidaknya dua hari sekali jika terlalu sibuk jika sedang senggang maka lakukan setiap hari. bukan, kali ini bukan pasien yang mendatangi nya tapi ia yang mendatangi pasien. awalnya Calya begitu kesal karena tak dapat mengejar waktu, sehabis ini ia harus melakukan operasi bersama dokter lain. namun tak di sangka ia mendapat perlakuan istimewa yang sangat jarang ia dapat kan. pagi pagi ia di jeput oleh sebuah mobil mewah lengkap supir yang mengendarai nya dengan baik. lalu ia di persilahkan masuk dengan penuh penyambutan ke dalam istana megah ini.
"Calya." Teriakan nyaring itu menyadarkan lamunan nya. gadis itu datang dengan wajah yang sangat riang, ya siapa lagi jika bukan lisiya. ia memeluk Calya erat.
"Akhirnya kau datang ke mansion ku." Calya hanya tersenyum canggung menanggapi hal itu.
"A-aku datang hanya untuk memeriksa nyonya Ingrid, lisiya. setelah ini aku harus kembali ke rumah sakit." Dokter cantik itu berterus terang, ia tak ingin teman nya itu mengharapkan hal lebih. terlihat wajah lisiya yang cerah tertekuk karena pengakuan nya.
"Apa kau begitu sibuknya?." Calya mengangguk beberapa kali, merasa tak enak hati ia pun melontarkan kalimat yang mungkin akan menyenangkan hati gadis di depannya. "Tapi aku janji akan menemui mu jika senggang."
"Baiklah, akan selalu ku tunggu."
Lisiya segera membawa Calya menuju kamar momy nya. ia banyak bercerita tentang beberapa hal. dalam hati Calya terus merapal kan beberapa kalimat. berdoa agar pria yang di hindari nya tak di temui saat ini.
"Hmmm Axel akan urus itu, dad tidak perlu khawatir." Sayup sayup terdengar perbincangan dari dalam. jantung Calya tak berhenti berdebar-debar.
"Santai, kakak dan Daddy ku sedang menemani momy di dalam. tidak perlu canggung." Seketika langkah Calya terhenti. ia tak ingin masuk rasanya.
"Ada apa?."
"Kakak mu? tuan muda Emilio?."
Felisiya terlihat mengangguk beberapa kali. "Kakak ku yang dulu pernah kau bilang tidak punya hati. itu lah dia orang nya. kenapa?."
Calya menelan ludah susah payah. dengan ragu kaki nya melangkah. menaikkan masker agar menutup separuh wajah juga mengenakan kaca mata yang semula ia simpan di balik saku.
"Momy, dokter Ainsley sudah datang." Terdengar suara lisiya mengalun, membuat atensi terarah kepada Calya yang berusaha untuk hanya melihat Ingrid. ia tidak ingin melihat sekitar nya.
"A' sudah tiba, aku menunggu kedatangan mu dokter."
"Maaf membuat anda menunggu nyonya." Calya meletakkan sebuah alat, kemudian ia mulai memeriksa. lambungnya masih dalam proses penyembuhan.
Axel melirik tajam kearah gadis itu, ia tak melepaskan tatapan nya sedikit pun dari Calya. ia benci karena Calya mengingkari janjinya, juga sepertinya ia sedang menghindari Axel. sangat terlihat jika mata sang gadis hanya terpaku kepada satu objek saja tanpa ada niatan untuk melihat ke sekitar.
"Anda sudah mulai membaik nyonya, tapi tetap masih tidak boleh mengonsumsi makanan pedas. dan tetap rutin minum obat serta menjaga pola makan sehat." Ingrid tersenyum dan mengangguk.
"Terimakasih banyak, aku merepotkan mu. apa kau akan langsung kembali? atau akan duduk sebentar dengan putriku, kelihatan nya dia sangat ingin berbicara banyak dengan mu."
Calya tersenyum kecut, ia sedikit merasa bersalah jika menolak tetapi ia punya kewajiban lain. "Sepertinya saya harus kembali ke rumah sakit nyonya, 15 menit lagi akan melakukan operasi."
"Kau benar benar sibuk." Tutur lisiya dengan tatapan sedihnya.
"Lisiya, teman mu ini seorang dokter bedah. ia punya kewajiban nya sendiri. tapi tenang saja lain kali dad akan mengambilkan cuti panjang untuk nya agar kau bisa bercerita pagi siang dan malam." Terlihat manik Calya membulat, ia tidak mengerti maksud dari perkataan tuan besar.
"Berjanji ya dad." Pria itu segera mengangguk.
Calya yang masih tidak mengerti hanya bisa menatap bingung. "Huh kau pasti akan terlambat, Axel pergi antar dokter Ainsley ke rumah sakit." Mata Calya melotot sempurna, kenapa harus pemuda itu. ia bahkan sangat menghindari pemuda yang satu itu sekarang. belum sempat Axel menjawab, Calya sudah menyela.
"Maaf nyonya, tapi saya sudah memesan taxi. mungkin sudah tiba di depan."
Mata Ingrid menyipit, ia terlihat tak setuju dengan itu. "Hmm cukup membuat ku tidak suka. dokter, mulai besok saat akan ke sini pihak kami lah yang akan mengantar dan menjemput mu." Calya menelan ludah nya. ia merasa tersudutkan.
"Karena istri ku tidak suka, maka batalkan saja pesanan taxi mu." Kini tuan besar yang berbicara, Calya benar benar tak tau harus menjawab apa.
"Tapi taxi ku--"
"Tidak masalah, kami yang akan menanggung nya. pergilah, putra ku yang akan mengantar mu." Sekeras apa pun Calya menolak ia tak akan pernah menang. akhirnya ia mengangguk pasrah.
Di sinilah ia berakhir, duduk bersebelahan dengan pria yang sangat di hindari nya itu. tidak ada pembahasan, Calya terlihat mati kutu ketakutan. Axel melirik sesekali. "Kau mengidap virus yang menular?." Pertanyaan spontan itu membuat Calya melirik.
"Tidak ada."
"Buka masker mu, mata ku tidak bisa melihat benda benda seperti itu."
"Aku memiliki hak untuk tetap memakai nya." Calya bersikeras mempertahankan penutup itu.
Bukan Axel namanya jika tidak keras kepala dan memaksa. ia melaju kan mobilnya lebih cepat. "Ini adalah mobil ku, peraturan berasal dari ku. jika tidak ingin ku perintah silahkan buka pintu dan keluar sekarang." Mata Calya melotot bisa melayang nyawanya jika begitu. akhirnya dengan kesal ia pun menurunkan masker nya ke dagu. melihat hal itu Axel memelankan laju mobilnya. ia memilih jalan yang lebih jauh untuk menuju ke rumah sakit.
"Kenapa melewati jalan ini tuan, aku benar benar akan terlambat." Perotes Calya sambil menatap khawatir ke arah jam tangan nya.
"Kau menghindari ku?."
"Tidak." Balas Calya cepat, pria ini terlalu berbahaya menurut nya.
"Apa tidak ada yang ingin kau katakan? setidaknya ungkapan rasa bersalah?."
"Aku tidak memiliki kesalahan."
"Cih, mengingkari janji mu dan kau tidak merasa bersalah. dokter yang luar biasa."
"Aku tidak pernah berjanji, kau yang memaksa sehingga aku menyebutkan kalimat akan ku usahakan. aku tidak bersalah."
Mobil berhenti tepat di depan rumah sakit, Calya ingin segera beranjak namun tangan kekar itu menghentikan nya. "Aku tidak menyukai seluruh kalimat yang keluar dari bibirmu."
"Apa aku terlihat peduli? permisi tuan Miliarder." Axel tetap mencengkeram erat tangan mungil itu di genggaman nya.
"Apa operasi itu sangat penting? haruskah kau datang?." Bibirnya membuat lengkungan miring yang terlihat sangat mengerikan di mata Calya.
"Penting atau tidaknya itu, ini adalah pekerjaan ku, kewajiban ku dan tugasku. kau tidak bisa menghalanginya!." Calya mengucapkan kalimat tersebut dengan penuh penekanan. setelah nya ia keluar dari mobil Axel dan berlari cepat.
"Cih aku tidak suka melihat kesombongan nya." Tutur Axel.
Calya bergegas mengganti seragam dan segera memasuki ruang operasi bersama rekan yang lain. ia tidak memiliki waktu istirahat yang cukup akhir akhir ini. di saat senggang pun ia hanya bisa menatap wajah teduh sang ayah yang terbujur lemah di atas brankar. hingga saat ini ia tak menemukan pendonor untuk ayahnya.
Jauh jam berputar, udara yang kian sejuk serta langit yang sudah gelap. Calya baru pulang dari rumah sakit. ia berdiri dengan lemah di depan pintu apartemen Pamella. gadis itu lupa meninggalkan kunci apartemen sehingga Calya tak bisa masuk.
"Di mana kau?." Ujar Calya dengan suara letihnya.
"Aku akan naik ke panggung sebentar lagi, ada apa?."
"Huh aku tidak bisa masuk ke apartemen."
"Sorry cal aku lupa, sanggup kah kau menjeput kunci nya ke sini?."
"Ya, aku ingin istirahat."
Setelah menelpon Pamella Calya segera melaju menuju club. ia mengenyampingkan penat nya demi menjeput kunci tersebut. saat akan memasuki club sebuah tangan menghentikan nya, bau mint menyebar masuk ke Indra penciuman hingga ia hafal siapa pemilik aroma ini. dan lihat, wajah tampan itu sudah berada di dekat nya. hanya berjarak tiga senti dari wajahnya.
"Kauu senggang?."
"Tidak, jangan menyentuh ku." Calya menghempaskan tangan Axel, ia juga mendorong tubuh itu pelan walau hasilnya tak dapat menggeser Axel sedikit pun.
"Lalu kenapa kaki mu melangkah ke tempat menyenangkan ini?."
"Bukan urusan mu." Ini lah yang Axel suka. ia selalu suka mendengar penolakan dari Calya. gadis itu tidak pernah menerima nya dengan hati ikhlas selalu di bumbui Roma penolakan yang membuat nya semakin tertantang.
Axel terus mengikuti langkah Calya kemana pun gadis itu pergi. hingga seorang pria menghampiri nya. "Hai Sean, dia titipkan pada mu." Memeluk pemuda itu sambil mengecup singkat pipi sebelah kanan nya. mata Axel menyipit, sesuatu dalam dirinya terasa terbakar.
"Ya, kau akan langsung pulang?." Calya mengangguk singkat. "Aku harus kembali bekerja lagi besok."
"Aku mengerti, kau sangat sibuk. Pamella pun bercerita tadi."
"Kalau begitu aku pulang." Sebaik Calya memutarkan tubuhnya, ia tak lagi mendapati kehadiran Axel. entah kemana perginya pemuda itu, ia menghilang tiba tiba. Calya yang tidak terlalu peduli segera pergi ia ingin cepat cepat beristirahat.
....
Pukul 12 siang tepat jam makan siang berlangsung, pintu ruangan Calya di ketuk. terlihat seorang suster masuk. "Dokter Ainsley, ada seorang pemuda datang menemui anda."
Calya memeriksa jadwal nya, ia tak memiliki janji temu dengan siapa pun. "Katakan aku sedang makan siang."
"Baik."
Calya membuka kotak bekal nya, baru saja akan menyuapkan satu sendok salad ke dalam mulut pintu kembali di ketuk. suster yang sama kembali masuk. "Nona, tamu anda mendesak untuk segera bertemu."
Calya membanting sendoknya pelan, siapa tamu nya kali ini. sikap nya benar benar membuat Calya muak. saat membuka pintu, pria beraroma mint itu berdiri tegak di sana. ia tersenyum devil.
"Apa?."
"Aku ingin berbicara."
"Aku sibuk, jika penting urus janji temu. aku masih punya banyak urusan."
"Aku ingin berbicara sekarang."
"Tidak, aku sibuk. ikuti prosedur jika ingin menemui dokter."
"Kau!--"
"Ini adalah rumah sakit, aku adalah dokter dan kau adalah pendatang. tetap pada batasan yang seharusnya. aku tidak ingin berurusan dengan seseorang yang bukan pasien ku. jadi ku mohon pergilah, atau ikuti peraturan."
Axel diam untuk beberapa saat, setelah itu ia keluar mengurus janji temu dengan dokter bedah cantik itu. Axel mendengus, jadwal sang dokter sangat padat. ia tak bisa menemuinya hari ini. jika ingin ia bisa datang besok.
Saat di loby rumah sakit, Axel mendengar bisik bisikan dari beberapa suster yang tengah bercerita. ia hanya tersenyum kecut mendengar perkataan mereka.
Rumah sakit ini sangat terkenal dan cukup bergengsi, tentu karena ada campur tangan keluarga Emilio di dalam nya. dokter yang bekerja juga bukan sembarang dokter. semua adalah dokter dengan lulusan terbaik. dokter muda yang terkenal di tempat ini ada beberapa orang di antaranya adalah dokter spesialis jantung bernama Steven dan juga dokter bedah cantik yang di kenal dengan nametag Ainsley. kedua dokter ini cukup populer karena wajah keduanya yang rupawan serta usia yang terpaut muda untuk menjadi seorang dokter profesional.
Keduanya menjadi perbincangan hangat di antara beberapa perawat maupun dokter dokter muda lainya. keduanya di gosipkan sedang memadu asmara karena terlihat dekat akhir akhir ini. keduanya terlihat sangat cocok. si cantik dan si tampan yang berhati bak malaikat. kedekatan keduanya juga terlihat sangat hangat seakan akan mereka benar benar memadu asmara.
Steven masuk dengan sebotol susu stroberi di tangan nya. meletakkan botol tersebut di atas meja Calya. "Melamun? memikirkan apa?."
"Dokter Steven? ah tidak." Calya terlihat kaget.
"Apa tugas mu padat? atau terbebani dengan pasien kepala rumah sakit? atau masalah donor jantung?."
"Semua nya tercampur aduk di kepala ku dokter." Steven terkekeh.
"Aku mengerti sangat sulit berada di posisi mu. kau pasti sangat lelah. beristirahat lah sebentar lepaskan beban mu sejenak."
"Huh aku terlalu lelah hingga mata ku tak ingin beristirahat."
"Kau gadis yang kuat."
Steven sangat salut dengan Calya, ia benar benar tau sebesar apa beban yang gadis itu pikul di pundak nya. ia kasihan namun gadis itu tak ingin di kasihani. Steven begitu salut akan perjuangan Calya.
ia mengenal gadis itu mulai awal ia memasuki rumah sakit. calya di kenal dengan nama dokter Ainsley. awalnya tidak ada yang tau nama aslinya adalah Calya Ainsley Paolo. gadis itu tidak mencantumkan dengan lengkap. Steven sendiri baru tau nama panggilan gadis itu sebenarnya adalah Calya, ia di beritahukan oleh ayah sang gadis yang kebetulan berada di bawah perawatan nya.
Jujur Steven begitu kagum dengan Calya, ia benar benar banting tulang dan menghabiskan seluruh masa muda nya untuk bekerja. Steven juga tau gadis itu hanya bekerja mulai dari pagi hingga sore atau bahkan sampai malam. setelah nya ia akan terkapar kelelahan di dalam kamar, bahkan tidak sanggup bergerak untuk membersihkan tubuh. tuan Paolo selalu bercerita kepada Steven, keduanya cukup nyambung saat berbicara satu sama lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments