BAB 4

#FlasbackOn

Tentang Nindi...

Malam semakin pekat setelah diselimuti awan gelap yang memayungi. Kilauan cahaya kilat yang menyambar-nyambar menyinari malam kemudian disusul suara gemuruh yang memekakkan telinga. Seorang gadis remaja berjalan gontai tak tau arah yang dituju, ia hanya terus melangkah membawa kaki-kaki lelahnya menyusuri jalan. Fikirannya kacau, hidupnya telah hancur, ia terbuang. Rasanya, sempat terfikir, kematian adalah lebih baik dibanding apapun saat ini.

Gerimis mulai jatuh, semakin menambah dinginnya malam yang menyapa kulitnya. Air matanya terus meluncur tak berkesudahan. Sedih, kecewa dan menyesal.

Sesekali beberapa kendaraan roda empat melewatinya, sebenarnya ada rasa takut di hatinya, ia takut akan adanya orang jahat yang kemungkinan mengganggunya mengingat dirinya sedang berjalan sendirian di kesunyian malam seperti ini.

Benar saja, tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di hadapannya. Ia mengeratkan kepalan tangannya mencoba menghalau rasa takutnya dan bersiap untuk berbalik arah dan lari.

"Bery!!!" Terdengar suara memanggil namanya dari arah mobil yang menghadangnya.

Bery memicingkan matanya, mencoba mengenali tubuh seseorang yang berlari mendekatinya.

"Ber, ini aku. Nindi!" Ucap Nindi meraih kedua pundak Bery.

"Nin.. Nindi..." suara Bery tercekak menyebut nama salah satu teman sekolahnya itu.

"Kamu mau kemana malam-malam begini?"

"Aku..aku.." suara Bery ditelan bunyi klakson dari mobil yang dikendarai keluarga Nindi.

"Ayo ikut aku..." Nindi langsung menarik tangan Bery agar mengikutinya ke mobil. Namun langkahnya tertahan karena Bery tetap mematung di tempatnya.

"Maaf Nin.. aku gak bisa, aku..aku.."

"Hussshh.." Nindi memotong ucapan Bery. "Aku udah tau. It's okay! Kamu ikut aku aja dulu, nanti baru kita cerita."

Perlahan Bery pun mengekori langkah Nindi. Ia cukup kaget karena ternyata di atas mobil ada kedua orang tua Nindi dan adiknya yang Bery juga tentu tahu kalau adik Nindi baru saja divonis bebas pasca membunuh pamannya sendiri setelah usahanya memperkosa ibunya.

Agak ragu naik ke mobil tersebut, namun ia pun sadar, tak ada pilihan lain untuknya saat ini.

Kebetulan sekali, tadi sedari berangkat meninggalkan rumah, Nindi membahas kasus Bery yang sedang ramai dibahas oleh teman-temannya di sosial media bersama dengan umi dan abinya. Karena jalanan yang dilalui tadi tidak rata karena di beberapa ruasnya ada lobang, membuat mobil harus berjalan pelan. Tanpa sengaja ia seperti melihat sosok Bery yang tersorot lampu mobil.

Di sekolah, siapa yang tidak mengenal Bery? Gadis cantik, tomboy dengan gaya urakannya. Belum lagi ia menjadi sangat terkenal karena langganan menjadi pesakitan di ruang BK. Ia juga suka mem-bully, tidak peduli siapapun, bahkan gurupun bisa dibuatnya menangis kejer-kejer karena kelakuan kurang ajarnya.

Meskipin Nindi digelari sang kutu buku oleh teman-temannya, namun ia cukup dekat dengan Bery karena Bery salah satu siswa yang paling sering meminta bantuan tugas kepadanya. Namun Nindi tidak pernah merasa dimanfaatkan oleh Bery, Nindi malah senang bisa mengenal dekat seorang sosok yang menurutnya unik. Dibalik kenakalan Bery, namun Bery memiliki hati yang begitu luas dan tidak membeda-bedakan dari status cantik-gagal cantik, pintar-gagal pintar, begitupun dengan yang kaya-gagal kaya. Bahkan pengacara handal yang menangani kasus Sky adik Nindi setelah terjerat kasus pembunuhan tidak lepas dari bantuan Bery yang memintanya langsung kepada ayahnya untuk menghubungkan keluarga Nindi dengan pengacara kondang nomor satu di Republik ini.

"Kita akan ke Ibukota, apa kamu sudah siap?" Ucap Nindi kepada Bery setelah mobil orang tuanya memasuki area Bandara setelah 8 jam menyetir tanpa henti.

"Maksudnya?" Bery masih bingung, apalagi sepanjang perjalanan dia hanya tertidur.

"Ayok kita mulai hidup baru di tempat yang baru, dan tentu saja menjadi Bery yang baru. Tinggalkan semua kenangan buruk cukup sampai di sini, setelah ini kita semua akan menyonsong kehidupan yang baru, dengan orang-orang baru tentu saja. Bagaimana?" Kembali Nindi menatap dalam ke mata Bery yang juga menatapnya penuh arti.

Bery melirik kedua orang tua Nindi dan mereka serentak menganggukkan kepala dengan senyum hangat di wajah teduh mereka.

"Baiklah.. aku mau!" Ucap Bery penuh keyakinan.

Bery dan Nindi saling berpelukan penuh haru.

"Terima kasih.." ucap Bery lirih.

Saat di perjalanan tadi, Nindi sudah meminta umminya menyiapkan satu tiket untuk Bery. Meskipun Nindi belum yakin Bery akan menyetujui idenya, namun Nindi akan berusaha meyakinkannya. Ia tidak akan membiarkan Bery tinggal sendiri di sini melawan nasibnya seorang diri.

*****

Sudah satu bulan kami menjadi warga Ibukota. Tak banyak yang aku lakukan selama di sini. Sebagian besar waktu kuhabiskan dengan mengurung diri di kamar. Berbagai cara dilakukan Nindi dan umi Aida untuk menghiburku, namun semuanya terasa hambar. Entahlah... aku masih belum bisa melepaskan diri dari penyesalan sekaligus ketakutanku menghadapi masa depan yang semenjak kejadian itu, semuanya terlihat abu-abu, tak ada lagi kata masa depan yang cerah di kamusku. Aku bagai seonggok daging tanpa isi.

"Kamu mau kuliah dimana dan mau mengambil jurusan apa?" Tanya abi Hasan kepadaku membuka obrolan ketika kami semua berkumpul di ruang keluarga.

Sebelum pindah ke Ibukota, abi Hasan sudah membeli sebuah rumah di pinggiran ibukota, rumah yang cukup nyaman dengan dua lantai dan halaman yang cukup luas dan asri.

Aku mengangkat wajah menatap lekat ayah Nindi yang sebulan terakhir ini aku panggil Abi seperti Nindi dan Sky menyebutnya. Kuhela nafas berat, lidahku rasanya kelu, tak tahu harus berkata apa.

"Aku ingin mencari pekerjaan saja, abi. Mungkin dengan bekerja aku bisa menyibukkan diri dan bisa mandiri."

Sejujurnya, aku sudah merasa sangat berat menumpang di keluarga yang penuh kehangatan dan penerimaan ini kepadaku. Dibalik kehangatan mereka, ada luka besar yang masih menganga diantara mereka. Aku tidak bisa meraba-raba sejauh mana luka yang dirasakan oleh abi Hasan, istrinya hampir diperkosa oleh saudara kandungnya sendiri, saudaranya meninggal dibunuh oleh anaknya dan anaknya kini seperti mayat hidup, tak ada ekspresi di wajah datarnya. Ah, anak ini, entah apa yang berkecamuk di dalam fikirannya, ia seperti hidup di dunianya sendiri. Kurasa, hidupnya lebih menyedihkan dibanding diriku saat ini.

Sementara umi Aida, dibalik senyum hangat dan wajahnya yang meneduhkan, tetap saja raut luka yang terbayang di air mukanya masih membekas meski tersamar.

Nindi? Aku tidak tahu hatinya terbuat dari apa, ia begitu tegar mengitari setiap jiwa-jiwa yang penuh luka di sekelilingnya.

"Kamu bisa kuliah sambil bekerja," suara umi Aida membuyarkan lamunanku.

"Betul sekali, abi lihat kamu suka menggambar." Ucap abi Hasan menambahkan.

Sekali lagi aku mengangkat wajah menatap abi Hasan dengan kedua alis mengkerut memandangnya.

"Abi tau kamu suka menggambar, abi sering menemukan sampah kertas yang kamu buag di tempat sampah. Kamu berbakat. Menjadi Arsitek sepertinya cocok denganmu. Nanti kamu bisa sambil bekerja di perusahaan abi kalau kamu sudah siap. Tidak mesti setelah sarjana, lebih cepat lebih baik. Tugas dan tanggung jawabmu setelah bekerja akan membuatmu lebih cepat belajar."

"Tapi... aku..."

"Kamu tidak usah memikirkan biayanya. Kamu sudah kami anggap seperti anak sendiri. Hanya saja setelah ini abi akan mencari kos-kosan yang layak untuk kamu tinggali. Bukannya abi mengusir kamu, jangan salah faham, hanya saja  abi dan Sky tetap saja bukan mahram buat kamu sebagaimanapun abi sudah menganggap kamu anak sendiri. Abi rasa kamu faham sampai di sini."

Ah, iya. Keluarga Nindi adalah keluarga yang sangat agamis. Mereka adalah contoh keluarga yang mengamalkan ajaran agama di berbagai sendi-sendi kehidupan mereka. Mereka sangat menjaga diri dari pergaulan antar lawan jenis apalagi mengingat kejadian yang telah menimpa umi Aida. Sepertinya mereka tidak ingin kecolongan lagi. Abi Hasan dan Sky adalah laki-laki normal. Tidak baik bagi diriku terus berada di bawah atap yang sama dengan mereka.

"Aku dan umi akan sering-sering mengunjungi kamu, kamu juga masih boleh sering-sering menginap di sini." Ucap Nindi meyakinkanku. Aku hanya membalasnya dengan senyuman dan memperat genggaman tanganku di tangannya yang sedari tadi menggenggam tanganku sejak pembicaraan ini dibuka oleh abi Hasan.

"Kamu bagaimana?" Tanyaku kepada Nindi.

"Aku sudah keterima di Universitas A di Fakultas kedokterannya." Jawab Nindi berbinar.

Aku lupa, Nindi sudah dinyatakan lulus di salah satu Universitas bergengsi di negara ini melalui jalur bebas tes jauh sebelum ujian akhir nasional.

"Baiklah, aku akan coba daftar di kampus kamu. Moga-moga keterima biar kita bisa sering-sering ketemuan. Aku juga akan cari kos dekat-dekat sana." Ucapku tak kalah berbinar dengan Nindi.

Aku akan memanfaatkan kesempatan ini dengan baik. Aku berjanji tidak akan merusak kepercayaan abi Hasan dan umi Aida seperti aku menghancurkan kepercayaan ibu dan ayahku.

Setelah pembicaraan itu, kami sedikit menyempatkan bercerita dan saling bercengkrama. Nindi yang kukenal pendiam ternyata sangat cerewet saat di rumah. Mungkin karena kedua orang tuanya selalu memberi ruang untuknya mengeluarkan pendapat dan menyampaikan isi fikirannya.

Sementara di satu sudut ruangan itu, seorang anak laki-laki hanya menatap kosong aquarium yang ada di hadapannya. Dia sama sekali tidak tertarik dengan obrolan kami, bahkan sepertinya ia tidak ingin mendengarnya melihat

headset yang terpasang di telinganya. Sky!

Oooo☆~~☆oooO

Jangan lupa like, comment and votenya yah. Thanks😍

Terpopuler

Comments

Becky D'lafonte

Becky D'lafonte

kasian sky, dia masih trauma

2023-08-29

0

tralala 😽😽😽😽

tralala 😽😽😽😽

sky jodohnya bery

2022-12-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!