#FlashbackOn
Kami, sembilan orang digelandang oleh warga ke Kantor Polisi terdekat. Aku sendiri terus berada dalam dekapan tubuh ayah yang terus menegang menahan amarah. Beruntung tidak ada tindakan anarkis warga kepada kami. Padahal beberapa tahun sebelumnya, pernah ada kejadian yang sama dan pasangan yang dianggap berzina tersebut dibakar hidup-hidup oleh warga. Aku merinding mengingatnya.
Oh, jangan lupa. Ayahku adalah pengusaha terkenal dan terkaya sekabupaten X, ibuku seorang dermawan yang punya segudang kegiatan sosial membantu masyarakat yang kurang beruntung, hanya saja mereka lupa, ada seorang anak perempuan di kediaman megah mereka yang juga merasa kurang beruntung karena tidak pernah mendapatkan kasih sayang orang tuanya secara layak.
Jujur, aku sangat sedih, malu dan kecewa kepada diriku sendiri. Aku tidak peduli dengan nama baik kedua orang tuaku saat ini, yang menghantui fikiranku adalah tentang masa depanku sendiri. Bagaimana aku harus menjalani hidupku setelah ini?
Pukul 03.00 dini hari, kami langsung dijebloskan ke dalam tahanan. Aku dan Vivian berada di sel yang sama bersama dengan beberapa orang perempuan yang telah lebih dulu menghuni sel tersebut. Suara tangisan pilu ibu masih bisa kudengar dibalik jeruji besi ini. Aku sudah tidak meneteskan air mata lagi. Hatiku rasanya beku. Mengapa menangisiku setelah semua ini terjadi?
Pukul 07.00 pagi kami menjalani serangkaian pemeriksaan termasuk tes urine. Aku sungguh berharap dan berdoa di dalam hati agar hasil tes urine kali ini negatif. Harusnya negatif, aku yakin itu karena semalam aku tidak ikut menggunakannya. Aku akui, beberapa kali aku mengkonsumsinya karena dijebak Rio yang menaruhnya di balik rokok. Tapi itu jauh sebelum ujian akhir karena saat ujian akhir sekolah kami bersepakat untuk tidak menggunakan barang haram tersebut dan Rio menyanggupinya.
Entah apa yang dilakukan ayahku, tepat jam 5 sore kami semua dibebaskan dan kasus tersebut ditutup. Sebelum beranjak pulang ke rumah masing-masing, ayah mendekati Rio dan mengancamnya.
"Jam 8 malam nanti, bawa kedua orang tua kamu ke rumah. Kalau tidak aku akan menjebloskan kamu dan ayahmu ke dalam penjara. Pastikan ayahmu datang, ingat itu!!!" Ucap ayah geram sambil menarik kerah baju Rio kemudian menghempaskan Rio hingga tersungkur ke lantai. Aku hanya bisa menatap Rio dengan perasaan campur aduk. Aku sungguh berharap Rio memenuhi perintah ayah tadi.
Sesampainya di rumah, kembali ayah membopongku ke pundaknya membawaku naik ke kamarku. Bukannya membuangku ke atas kasur, namun ayah malah membawaku langsung ke kamar mandi lalu menurunkanku dengan kasar ke dalam bathtup, tidak lupa menyalakan keran air untuk mengisinya. Tak puas dengan itu, ayah menarik shower lalu menyemprotkannya ke tubuhku.
Plakkkkk
Arrrggghhhh
Ayah mengeram frustasi kemudian melemparkan gagang shower sepenuh kekuatan ke arah dinding.
Aku hanya bisa menangis menutup wajahku dengan kedua tanganku. Aku fikir ayah akan memukulku dengan gagang shower tersebut.
Ayah mengambil kedua lenganku, mencengkramnya dengan kuat hingga wajah dan matanya begitu memerah menatapku tajam.
"Apa yang kamu fikirkan?" Suara itu tercekat menahan emosi. Sementara dari luar pintu terus digedor-gedor oleh ibu karena dikuci oleh ayah.
"Mengapa kamu lakukan itu?" Kembali tanya meluncur dari bibir ayah yang mengetat.
"Maaf...aku minta maaf, ayah!" Ucapku lirih disela tangisku yang pilu memohon pengampunan ayah.
Ayah menghempaskan kedua tanganku yang semenjak tadi digenggamnya.
"Ayah kecewa, ayah benar-benar kecewa sama kamu Beryl Varindra Tadahiro. Apa yang kurang dari ayah? Semua keinginan kamu ayah penuhi, kenapa kamu malah melempar kotoran ke muka ayah dengan begitu kejam?"
Aku tersentak, kutatap wajah ayah dengan sorot tajam. Entah dari mana keberanian itu datang.
"Aku tidak butuh semua itu ayah, aku hanya butuh ayah dan ibu di sini menemaniku. Aku rindu pelukan sayang ayah dan ibu!" Ucapkku menggelegar penuh emosi.
Prang
Ayah meninju kaca di sisi dinding di atas washtafel lalu meninggalkanku dan mengunci kembali kamar mandi dari luar. Tangisku kembali pecah, aku meraung-raung sejadi-jadinya.
Ayah..ibu.. maafkan aku! Aku menyesal!
*****
Sayup-sayup terdengar suara pertengkaran di lantai bawah. Aku yang merasa penasaran menuju pintu dan berusaha membukanya. Ternyata pintu tidak dikunci setelah ibu membawakan makan malam untukku tadi. Aku berjalan menuju tangga dengan perlahan, kulihat ada Rio dan beberapa orang di sana. Ada ayah dan ibu Rio dan beberapa orang yang tidak aku kenal.
Suasana ketegangan begitu nyata tergambar dari wajah-wajah yang ada di sana.
"Maaf, om... aku tidak bisa menikahi Bery. Kami sama-sama mabuk, belum tentu dia akan hamil setelah ini. Hubungan kami tidak sedekat itu, kami tidak pacaran, ini hanya kecelakaan dan aku tidak sepenuhnya salah di sini. Bery sendiri yang mendatangiku dan menyerahkan dirinya. Besok aku akan berangkat ke Aussie. Aku tidak mau pernikahan ini akan menghambat masa depanku."
Plakkk
Plakkk
"Binata*g...!"
Ayah menumpahkan emosinya, tidak cukup dengan menampar Rio, ayah hendak melayangkan tentangannya namun ditahan oleh beberapa orang yang datang menemani Rio dan keluarganya.
Deg
Deg
Deg
Hatiku bergetar hebat mendengar setiap kata yang terlontar dari mulut sialan Rio. Jadi selama ini sikap manis dan perhatiaannya hanya sebatas kerongkongannya saja, bukan dari hatinya. Dia yang selalu mengumumkan kemana-mana bahwa aku adalah pacar tercintanya dan sekarang di depan orang tuaku dia mengatakan kami tidak pacaran. Kuusap kasar air mataku yang entah kapan kembali membanjiri wajahku. Rasanya tubuhku tak lagi memiliki tenaga untuk menopang tubuhku, Rio yang telah kujadikan pusat duniaku rupanya tidak lebih dari batu kerikil yang malah melukaiku dengan begitu kejam.
"Aku pastikan kamu akan menyesali hari ini, Rio! Mungkin suatu saat kamu akan mendapatkan perempuan hebat di luar sana tapi tidak akan pernah cukup untuk membuatmu lebih bahagia setelah melihatku lagi karena akulah yang berhak hidup lebih bahagia setelah ini. Aku janji!"
Tanpa mengucapkan kata-kata lagi, Rio dan keluarganya segera pergi meninggalkan rumah. Tak ada permintaan maaf, tak ada penyesalan dan rasa bersalah, hanya kesombongan dan keangkuhan yang sepertinya masih tertinggal menyisakan rasa sesak untuk penghuni istana ini.
Aku berlari dan menghambur memeluk kaki ayah, memohon ampun kepadanya.
"Maafin Bery ayah, maafin Bery. Bery salah, Bery menyesal, Bery minta maaf, ayah. Tolong, maafin Bery."
Ayah menyentakkan kakinya membuatku terhuyung ke belakang.
"Pergilah dari rumah ini dan jangan pernah menampakkan wajahmu di depan ayah apalagi menapakkan kaki di rumah ini. Pergilah!" Ucap ayah tegas tak ingin dibantah.
"Tidak ayah, aku mohon, maafin Bery. Jangan usir aku ayah. Bery tidak bisa hidup tanpa ayah dan ibu. Aku mohon ayah!!!" Hati ayah telah membatu, ia pergi tanpa peduli lagi dengan permohonanku.
Aku berpaling ke arah ibu yang semenjak awal kejadian tidak sekalipun mengeluarkan satu patah katapun kepadaku.
"Ibu..." tatapan mataku sendu penuh permohonan dan mengiba kepadanya.
Tak ada lagi pembelaan dari perempuan yang melahirkanku itu sebagaimana selama ini dilakukannya tiap kali ayah marah karena kenakalanku. Ibu sepertinya juga sudah sangat kecewa dan tidak bisa memaafkanku kali ini.
Ibu hanya menatapku penuh rasa bersalah, menggeleng lalu mengikuti arah ayah pergi.
Duniaku runtuh...
Aku harus bagaimana?
Aku harus kemana?
Aku tidak tahu apa yang akan kuhadapi esok hari setelah matahari kembali menyapa.
Sebuah tas ransel diserahkan salah satu art kepadaku, oh... aku benar-benar terusir!
Oooo☆~~☆ooO
Please like, comment and vote yah, thanks😘😍🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Becky D'lafonte
jgn percaya kata2 manis dr laki2 sblm akad
2023-08-29
0
Resti Lesti
ya pun kasihan nasip biri
semoga kuat ya ngadapin semua masalah
2022-10-05
0
asih
kasihan bery...kirain hamil..salah baca saya thor.... mantap karyanya,swmangat slalu thor
2022-01-27
0