Eliana menatap sedih dua buah cincin yang baru saja di serahkan oleh petugas tokoh padanya. Lagi-lagi Ardi tidak bisa menepati janjinya untuk datang dan menjemput cincin ini bersamanya. Namun, biarlah untuk hari ini ia akan memakluminya lagi.
"Assalamualaikum.." Jawab Eliana usai mengusap layar ponselnya.
"El, ini aku." Ucap suara lembut di ujung sana.
"Rianti." Tebaknya dengan suara ceria juga mata penuh binar. Sahabat yang bertahum-tahun tak bersua, juga sangat jarang memberi kabar kini menghubunginya.
"Kamu jadi datang kepernikahan ku besok kan ?" Tanya Eliana.
"Iya El jadi kok, ini aku masih dalam perjalanan dari Bandung menuju Jakarta. Rehat sejenak di tempat kerja Kak Dean." Jawab Rianti.
"Syukurlah, aku kira kamu ga bisa datang lagi." Rajuk Eliana.
"Maaf El, pekerjaan aku banyak banget."
"Iya, iya. Yang penting kamu sehat." Balas Eliana.
"Tapi El, aku lihat Ardi ada di rumah sakit ini, bersama seorang gadis kecil dalam pelukannya juga ibu-ibu hamil. Aku mau menyapanya tadi, tapi dia sedang terburu-buru masuk ke dalam mobil." Jelas Rianti.
Eliana terdiam sejenak lalu kembali bersuara.
"Dia memang lagi ada pekerjaan di Bogor, tapi dia ngga bilang kalau ada kerabatnya yang sakit." Ucap Eliana. "Kamu di mana Ti, aku mau nyusul dia ke Bogor."
"Aku maksih di rumah sakit tempat Kak Dean. Minta di anterin sama Kak Kenan El, jangan datang sendirian, Bogor jauh."
"Iya, tunggu aku di rumah sakit dulu ya, biar kita berangkat bareng dari Bogor ke Jakarta." Jawabnya bohong lalu mengakhiri panggilan dari sahabatnya saat mereka selesai berbicara, dan ia menanyakan detail alamat rumah sakit tempat sahabatnya berada.
*****
Eliana terlihat gelisah, ia menatap jam tangan bergantian dengan kotak cincin yang masih ada di dalam genggamannya, lalu kembali beralih pada benda pipih yang ada di tangannya yang masih terus di jawab oleh operator. Entah sedang apa si pemilik ponsel, hingga tidak bisa menyempatkan sedikit waktu untuk menjawab panggilannya.
"Ar kamu sudah makan ?" Tanyanya saat ponsel sudah terhubung dengan calon suaminya.
"Iya aku sedang makan di restoran tempat bertemu klien. Nanti kita bicara lagi ya."
"Apa ada keluargamu yang sedang sakit Ar ?" Tanya Eliana.
"Ngga kok, kamu kan tahu aku hanya sebatang kara. Udah ya El, nanti aku telfon lagi setelah kerjaan aku selesai." Ucap Ardi cepat, dan ponsel langsung mati begitu saja.
Eliana menatap ponsel yang baru saja di akhiri sepihak oleh Ardi dengan nanar. Benarkah sepenting itu pekerjaan, hingga laki-laki itu mengabaikan dirinya sampai seperti ini.
Tidak lagi berpikir panjang, Eliana segera melajukan mobilnya. Kotak cincin berwarna merah ia letakkan begitu saja di dashboard mobil. Ia harus memastikan seberapa pentingnya pekerjaan Ardi, hingga begitu tega padanya hari ini..
Belum habis kekesalannya karena laki-laki itu tidak bisa menyempatkan waktu untuk menemaninya mengambil cincin pernikahan mereka, dan kini di tambah lagi dengan pemutusan panggilan dengan seenak jidat dari calon suaminya itu.
Mobil berwarna merah hadiah ulang tahun dari sang Abang saat usainya 20 tahun, kini mulai melaju di jalanan Jakarta yang begitu padat. Siang terik dengan abu dan polusi yang beterbangan di luaran, tidak menghambat pengguna jalan yang kini memadati jalanan.
Eliana terus memacu mobilnya hingga sampai di pos masuk jalan tol, lalu kembali melaju usai membayar tarif pada petugas. Beruntung jalan tol jauh lebih lengang dari pada jalan raya.
Siang semakin panas, perutnya mulai bersuara meminta untuk di isi makan siang, namun Eliana melewati rest area begitu saja. Ia ingin segera sampai ke tempat tujuan, meskipun ia belum tahu di restoran mana Ardi berada saat ini.
Saat memasuki perbatasan Ibu kota Jakarta dan Jawa Barat, Eliana kembali menghubungi nomor Ardi, namun sayang sedang berada di luar jangkauan.
Eliana menarik nafasnya dalam-dalam, lalu kembali menghembuskanya perlahan. Bodohnya ia saat datang tidak memberitahu Ardi dulu, dan kini ia bingung harus mencari calon suaminya itu di mana.
"Kenapa beli rumah di Bogor ? kita kan ngga akan tinggal di sana."
"Biar kalo aku kemalaman ngurus kerjaan di Bogor, ga akan sudah cari hotel atau penginapan."
Ingatan Eliana kembali teringat pada alamat perumahan yang di beli Ardi beberapa tahun yang lalu. Eliana kembali melajukan mobilnya menuju alamat yang masih ia ingat samar.
Saat memasuki pos penjaga, mobil Eliana di hentikan oleh sekuriti yang bertugas. Eliana mengatakan jika ia tamu dari Ardi yang menghuni salah satu perumahan di dalam sana. Dan Eliana bernafas lega, saat petugas keamanan itu mempersilahkan mobilnya masuk ke dalam area perumahan.
Ia menjalankan mobilnya dengan perlahan, karena ada begitu banyak rumah-rumah di sini dan dia tidak tahu rumah yang mana milik Ardi.
Hingga ia berhenti sejenak saat melihat satu buah mobil yang tidak asing, sedang terparkir di depan sebuah rumah minimalis dengan banyak bunga. Tidak hanya taman kecil yang indah itu menarik perhatian Eliana, tapi juga tempat seluncuran dan ayunan khas balita yang tertata rapi di halaman rumah yang terlihat begitu terawat.
Eliana menghentikan mobilnya tidak jauh dari rumah itu, lalu turun dan ingin memastikan jika mobil yang terparkir di dalam halaman itu memang milik calon suaminya. Namun, baru saja ia melangkah turun, dua sosok yang sedang berdebat keluar dari rumah itu.
Si wanita dengan perut buncit, menahan pintu mobil milik Ardi agar tidak terbuka dengan deraian air mata, sedangkan pemiliknya berusaha membujuk wanita itu agar membiarkan dia pergi.
"Anak kamu sakit Di. Jika hanya aku, tidak masalah kamu abaikan tapi putri kita saat ini membutuhkan kamu. Bisakah pernikahan kalian itu kamu undur dulu." Ujar perempuan yang kini berdiri menghalangi mobil Ardi agar tidak keluar dari pekarangan rumahnya.
Eliana menatap pemandangan ini dengan hati yang sulit di lukis kan. Tangannya terkepal erat saat mendengar kalimat yang baru saja di ucapkan oleh wanita itu, dan mampu membuat telinganya berdengung.
Terlihat Ardi kembali membuka pintu mobil, dan keluar dari lalu membawa wanita cantik yang sedang hamil itu ke dalam dekapan. Elina menutup matanya, menghalau pemandangan yang membuat emosinya semakin memuncak.
"Brengsek." Makinya. "Astagfirullah." Ucapnya kemudian.
Sungguh ia semakin tidak tahan, terlebih lagi melihat Ardi yang terus mengecup puncak kepala wanita itu dengan penuh kasih sayang.
Pemandangan yang ia lihat saat ini, adalah impiannya setelah menikah nanti. Ia menjaga kehormatan, bahkan tidak mengizinkan Ardi menyentuh tangannya, agar setelah menikah nanti semuanya benar-benar utuh tidak ternoda.
Tanpa ingin lagi berlama-lama di dalam mobilnya, Eliana menguatkan hati dan langkahnya menuju dua orang yang masih berpelukan. Wanita yang masih terus menangis tidak ingin di tinggalkan, sedangkan sang pria terus membujuk agar di izinkan pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Yenny Vennyca DL
kasian el ☹️
2022-02-22
0
Septania Sari
Sungguh tak punya hati ya. Demi mencukupi kebutuhan, Ardi rela meninggal waktu untuk istrinya yang sedang hamil demi perasaan semu dan niat buruh terhadap Eliana dan keluarga. Kasihan El
2022-01-09
1
Han Lifa
untung aja kenyataannya diketahui pas sebelum menikah
2022-01-08
2