Melihat Kenan turun dari mobilnya, Eliana bergegas menyambut kepulangan Kakak kesayangannya itu. Tentu saja untuk memarahinya, karena laki-laki tampan namun sedingin kulkas itu masih saja merecoki calon suaminya dengan pekerjaan.
"Bang." Panggil Eliana saat Kenan baru melangkah masuk ke dalam rumah.
Kenan masih terus melanjutkan langkahnya tanpa memperdulikan gadis keras kepala dan bawel yang kini sudah berdiri di hadapannya.
"Kenan." Panggil Eliana kesal, karena sang Abang mengabaikan panggilannya.
"Ngga akan Abang kasih dana lagi sama usaha buku kamu itu." Ancam Kenan.
"Habisnya Abang bikin kesal ih, di panggil malah nyelonong masuk." Ucap Eliana cemberut.
Kenan menarik nafasnya, lalu menatap wajah Eliana sebentar, kemudian kembali mengalihkan tatapannya.
"Ada apa ?" Tanyanya tanpa menatap wajah adiknya.
"Abang udah dong, jangan kasih Ar kerjaan lagi. Aku dan dia kan dua hari lagi mau nikah, Ardi jadi sibuk mulu." Rengek Eliana.
"Dia udah cuti El, mulai hari ini dia ngga masuk lagi. Pekerjaannya sudah di handel sama orang lain." Ucap Kenan lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar tidurnya.
Eliana masih berdiri di tempatnya, menatap punggung Kenan yang sudah hilang di balik pintu pembatas. Pikirannya mulai berkelana, hatinya mulai di hantui perasaan tidak enak. Selesai dengan bertarung dengan pikirannya sendiri, Eliana melangkah menuju kamar tidurnya untuk menghubungi calon suaminya itu.
Eliana terus bolak balik di balkon kamar tidurnya dengan benda pipih yang sedang terhubung ke nomor ponsel Ardi. Namun entah sudah berapa kali panggilan, laki-laki itu sama sekali tidak menjawab panggilannya.
"Assalamualaikum El.
"Kamu di mana Ar ?" Tanya Eliana kesal tanpa menjawab salam. "Kenapa dari tadi telfon aku ga kamu angkat ?" Tanyanya lagi.
"Aku sedang nyetir El, habis dari Bogor ada kerjaan yang harus aku selesaikan di sana. Ini masih berhenti sebentar di rest area." Jawab Ardi.
Eliana terdiam, ia merasa kasihan pada calon suaminya yang bahkan harusnya sudah istirahat untuk menantikan pernikahan, masih saja di sibukkan oleh pekerjaan.
"Ar ga usah kamu urusin itu, kan Abang udah nyerahin tanggung jawab kamu untuk sementara waktu pada orang lain." Ucap Eliana.
"Ga apa-apa El, ini pekerjaan harus aku yang kerjain. Udah selesai kok, besok kita ambil cincin itu sama-sama ya, hari ini aku mau langsung istirahat."
"Iya, maaf ya Ar. Aku khawatir sama kamu." Ucap Elina tulus. Sejujurnya ia merasa bersalah karena sempat berpikiran buruk pada calon suaminya ini.
Usai mengakhiri panggilan, Eliana kembali masuk kedalam kamarnya, lalu melangkah menuju kamar mandi untu membersihkan diri. Sebentar lagi makan malam keluarga, dan itu wajib untuk mereka semua penghuni rumah tanpa terkecuali. Jika tidak ibunya yang cerewet itu akan mengomel sampai subuh.
*****
Ruang keluarga begitu hangat terasa. Riana yang sedang hamil tua juga Kean sudah duduk bersama dengan Ayah dan Ibunya. Eliana menyipitkan matanya melihat satu gadis yang belum pernah ia temui sepanjang hidupnya. Namun seketika matanya teralihkan pada dokter tampan yang kini sedang menatapnya dengan tatapan jail.
"Kean." Ucap Eliana lalu segera menghambur memeluk kakaknya. "Aku rindu kalian, kenapa ngga pernah lagi nginap di sini. Tinggal sama Abang ga seru.?" Ucapnya lagi beralih memeluk tubuh Riana.
"Calon kakak ipar kamu yang baru El." Ucap Riana sambil menunjuk sosok cantik yang sedang duduk bersama ibu mertuanya.
"Siapa ?" Tanya El pada sahabatnya.
"Gadis yang di jodohkan dengan Abang." Jawab Kean pelan, agar tidak terdengar oleh singa yang sedang duduk acuh tidak jauh dari tempat ia duduk.
"Ciee yang mau nikah juga." Ucap Elina sambil membawa tubuhnya lalu duduk di samping Kenan yang terlihat tidak perduli. Ia memeluk lengan Kenan, meskipun laki-laki itu terlihat begitu dingin dan acuh.
"Kenalin El, ini Kak Nindi." Ucap sang Ibu.
"Nindi." Ucap gadis dengan rambut sebahu itu, sembari mengulurkan tangannya ke arah Eliana.
Eliana tersenyum, melepas sebentar tangannya yang melingkar di lengan Kenan, lalu menyambut uluran tangan dari gadis yang bernama Nindi itu.
Setelah berbincang-bincang di ruang keluarga, kini mereka sudah berpindah di meja panjang yang ada di ruang makan. Berbagai makanan menggugah selera sudah terhidang di atas meja.
Zia tidak henti-hentinya tersenyum, karena semua anak-anaknya berkumpul di rumahnya hari ini. Makan malam yang berbeda dari hari-hari biasanya, meskipun masih saja sama hening nya, tapi melihat semua anaknya berkumpul membuat Zia bahagia.
****
"Sudah berapa bulan Na ?" Tanya Eliana.
Kini mereka sudah selesai menikmati makan malam, dan kembali ke ruang keluarga. Eliana masih mengusap lembut perut buncit Riana. Sesekali ia tersenyum takjub saat gerakan janin begitu terasa di telapak tangannya.
"Hampir sembilan bulan El, perkiraan dokter bulan ini lahiran." Jawab Riana tidak kalah bahagia.
"Aunty ga sabar mau gendong kamu. Semoga kamu cantik kayak Aunty yaa.." Ucap Eliana membuat Riana protes.
"Enak aja, aku yang hamil, aku yang ngelahirin kenapa miripnya kamu. Udah nanti setelah nikah buat baby yang mirip kamu." Ujar Riana.
"Ga apa-apa Na mirip aku, aku kan cantik." Ucap Eliana penuh percaya diri. Kean hanya terkekeh sambil mengusap lembut puncak kepala adiknya.
Eliana dan Riana sudah berpamitan ke kamar, di ikuti Kean. Sedangkan Zia dan Nindi sibuk melihat katalog yang berisi tentang paket pernikahan. Kenan sibuk mengobrol masalah perusahaan dengan sang Ayah, laki-laki itu tidak protes setelah mendengar jika sang Ibu menjodohkan dirinya dengan gadis bernama Nindi. Bukan tidak protes, tapi tidak perduli.
Setelah patah hati bertahun-tahun, ia menyadari jika cinta saja tidak akan cukup jika takdir tidak berpihak. Karena gagal move on pada satu gadis yang sudah di janjikan seseorang, Kenan lebih memilih untuk tidak lagi jatuh cinta pada siapapun. Jika nanti ia menikah, terserah sama siapa saja yang di takdirkan Allah untuknya.
****
Kean berbaring di atas ranjang Eliana, sambil membaca komik buatan adiknya ini. Sedangkan Riana dan Eliana duduk di atas ranjang yang sama, masih dengan pembahasan yang tidak ada habisnya.
"Besok Rianti datang." Ucap Eliana. Dia chat aku, katanya baru bisa datang besok malam." Sambungnya.
Riana mengangguk, lalu menoleh pada sang suami yang seakan tidak terganggu dengan pembahasan mereka.
"Dia sibuk sama kafenya yang di Bandung. Kadang dia ga sempat angkat telfon aku." Ucap Riana sedih.
Eliana mengalihkan tatapannya pada sang Kakak yang masih sibuk menolak balik komik di tangannya. Hubungan rumit yang di jalani oleh mereka memang sudah terkuak. Hanya Rianti saja yang tidak tahu, tapi gadis itu terkesan menghindari mereka, setelah pernikahan Riana dan Kean dua tahun lalu.
"Sayang aku ke kamar, nanti kamu nyusul. Aku ngantuk." Pamit Kean. Sebum keluar dari kamar Eliana, laki-laki itu mengecup kepala sang istri dan berakhir mendapat tabokan dari Eliana.
Kean hanya terkekeh, lalu bergegas keluar dari dalam kamar adiknya dengan perasaan yang mulai mengganggu. Mendengar nama Rianti di bahas oleh sang istri, sedikit mengganggu perasaanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Yenny Vennyca DL
hadeh rumit banget
2022-02-22
0
Ratu Koo
calon adik ipar pkerja keras itu Ar
2022-02-07
0
Han Lifa
lempeng aja itu muka bang Kenan pasti😁
2022-01-08
0