Seorang gadis cantik sedang menikmati malam di rooftop kafe. Secangkir kopi hasil racikannya sendiri, sudah tersaji di atas meja kecil tepat di sampingnya.
Wanita cantik itu terlihat begitu menikmati pemandangan indah kota Bandung di malam hari. Tidak, bukan pemandangan indah yang sedang ia nikmati, melainkan rasa yang tidak seharusnya ada, namun, masih saja bersemayam di dalam hati yang sedang ia nikmati saat ini.
Hembusan angin malam dengan hawa yang begitu dingin, menerpa wajah cantiknya yang terbalut hijab. Tidak ada yang spesial, setelah menutup kafe, ia hanya akan duduk termenung di sini, sambil meratapi perasaan yang tidak terbalas.
Rianti kembali menyesap minuman berkafein itu dengan perlahan. Aroma yang begitu menenangkan, walaupun sangat tidak baik untuk kesehatan berhasil masuk ke dalam tubuhnya.
Cangkir yang sudah kosong itu, kembali ia letakkan di atas meja. Bersamaan dengan itu satu notifikasi pesan terdengar, Rianti menoleh pada benda pipih yang ia letakkan di samping cangkir kopi.
"Good night calon makmum."
Senyum terlihat di bibir tipis Rianti saat membaca pesan dari lelaki yang tidak pernah lelah walau sudah berulangkali mendapat penolakan darinya.
"Nice dream."
Satu pesan kembali masuk ke dalam aplikasi tersibuk di dunia yang terpasang di dalam ponsel pintar miliknya.
"Mimpi indah juga Kak. Tapi jangan mimpiin aku, entar aku ikutan nanggung dosa."
Balas Rianti sambil menghitung mundur dan
drrrrttt... drrrrttt...
Ponselnya bergetar, kontak bertuliskan Kak Dean terpampang di layar ponselnya.
"Assalamualaikum calon imam." Ucapnya dengan nada meledek, setelah mengusap ikon hijau di layar ponsel itu.
Kekehan terdengar jelas di ujung ponsel, Rianti tersenyum.
"Lagi ngapain ?"
Suara yang sudah ia hafal terdengar.
"Aku lagi duduk di atap." Jawab Rianti.
"Ngapain duduk di atap malam-malam seperti ini ?"
Suara yang terdengar khawatir membuat senyum di bibir tipis Rianti kembali terlihat.
"Lagi kangen Kak Riana." Jawab Rianti jujur.
"Temui dia Ri, jangan seperti ini. Aku yakin dia juga merindukan kamu."
Suara memelas Dean terdengar, dan itu semakin membuat hatinya sedih.
"Persiapan pernikahan Kak Dean gimana ?" Tanya Rianti mengalihkan topik pembicaraan.
"Kiara yang akan menyiapkan semuanya, kan dia yang mau menikah bukan aku." Jawab Dean malas.
"Kak..
"Oke, iya.. Ngeselin banget Ri. Kenapa sih harus terjebak dengan situasi seperti ini. Kenapa bukan aku saja yang kamu cintai." Keluh Dean.
Hati Rianti mencelos. Ini bukan kali pertama ia mendengar kalimat memelas seperti ini dari bibir Dean, tapi ia juga hanya manusia yang sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan hati pada siapa harus ia beri.
"Kak, aku ngantuk. Sampaikan salam aku buat Dina dan si kecil ya." Pamitnya ingin menghentikan pembahasan yang tidak akan pernah mendapati titik terangnya.
Perasaannya memang begitu rumit, namun, begitulah kenyataannya. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain berpasrah, dan menikmati setiap alur cerita yang sudah Tuhan siapkan untuknya.
Setelah balasan salam yang terdengar tidak bersemangat di ujung ponselnya, Rianti mengakhiri panggilan itu lalu menuju ruangan yang ia jadikan sebagai kamar tidur jika tidak sempat pulang ke apartemen.
***
Di sebuah rumah yang lumayan mewah, sepasang suami istri yang sedang menantikan kehadiran anak pertama mereka, sedang duduk di atas ranjang.
Seperti malam-malam biasanya, si lelaki akan membacakan surah yang berharap bisa membantu proses persalinan sang istri, sembari mengusap lembut perut yang membuncit itu.
"Dia bergerak." Ucapnya antusias.
Riana tersenyum, ini bukan pertama kalinya ia melihat Kean yang begitu antusias saat janin yang masih di dalam kandungannya bergerak. Lelaki baik ini selalu saja bereaksi heboh, padahal sudah berulang kali merasakan pergerakan bayi mereka dari dalam kandungannya.
Kecupan bertubi-tubi mendarat di atas perut buncitnya yang berbalut piyama. Hari perkiraan lahir kurang dari dua Minggu lagi, dan Kean begitu tidak sabar menantikan kehadiran buah cinta mereka lahir.
"Kak kapan kita ke rumah Ibu dan Ayah ?" Tanya Riana.
"Besok, tapi nanti setelah aku pulang dari rumah sakit." Jawab Kean.
Lelaki itu begitu telaten membantu istrinya merebahkan diri dia atas ranjang. Dua buah bantal kepala sudah tersusun rapi, juga satu bantal guling berada di belakang Riana. Semenjak kehamilan mulai memasuki bulan ke delapan, Riana terus mengeluh sesak jika menggunakan bantal yang rendah.
"Jangan nyusahin Ibu kamu yaa.." Kean kembali mengusap perut istrinya, seakan sedang mengajak calon anaknya berbicara.
"Iya Ayah." Jawab Riana meniru suara balita, lalu wanita cantik yang sebentar lagi bergelar ibu itu tertawa geli dengan suaranya sendiri.
Kean mencium kening Riana berulang kali, lalu ikut kembali duduk tepat di belakang istrinya sambil mengusap lembut pinggang yang semakin melebar itu.
"Riana menutup matanya perlahan, dan mulai terlelap. Setelah kahamilannya mulai berada di bulan-bulan penghujung, ia terlalu cepat merasa kelelahan. Pinggangnya terasa tidak nyaman, juga nafasnya terasa sesak. Belum lagi, betisnya yang pegal karena harus mondar mandir kamar mandi untuk buang air kecil.
Meskipun ini normal, dan semua ibu hamil merasakan hal ini, tetap saja untuk ukuran dirinya yang belum pernah mengalami nikmatnya hamil, pasti akan merasa tidak nyaman.
Kean menghentikan usapannya di pinggang Riana, kala dengkuran halus dari mulut istrinya sudah terdengar. Lelaki tampan yang berprofesi sebagai dokter bedah itu, turun dari atas ranjang, lalu melangkah dan duduk di ranjang kosong tepat di hadapan istrinya.
Wajah yang begitu mirip dengan seseorang, ia telusuri dengan jemarinya. Salah meminang ? Mungkin begitulah yang ia pikirkan. Bukan Riana, tapi Rianti.
Namun, takdir sepertinya tidak berpihak dengan perasaanya. Untuk itu ia lebih memilih untuk menerima, toh Riana juga adalah gadis yang cantik dan baik.
Bukankah waktu akan mampu untuk membuat hati berubah, meskipun sampai saat ini ia masih terus berusaha untuk merubah hatinya. Bukan merubah, tapi menghapus keseluruhan rasa yang tidak semestinya bersemayam di dalam hatinya.
Setelah puas menatap wajah cantik Riana, Kean beranjak dari ranjang, lalu keluar dari dalam kamar dan melangkah menuju ruang kerja miliknya.
Ada banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan di rumah. Semenjak kehamilan Riana mulai memasuki bulan ke sembilan, ia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dari pada di rumah sakit. Pekerjaan yang bisa ia selesaikan di rumah, akan ia bawa pulang.
Benda lipat yang ada di atas meja kerja miliknya sudah menyala. Kean segera memeriksa beberapa email yang masuk mengenai laporan keuangan ruang sakit.
Sudah berjalan beberapa bulan ini, ia menggantikan sang Ibu memimpin rumah sakit, meskipun belum mengambil alih semua pekerjaan karena masih harus fokus dengan kehamilan Riana. Beruntung sang Ibu, selalu menyempatkan diri untuk membantunya mengurus rumah sakit.
Kean menghentikan tangannya. Tatapannya tertuju pada satu alamat email yang berulang kali ia kirimi pesan, tapi tidak ada satupun yang di balas.
Matanya tertutup, dadanya masih saja bergemuruh.
"Aku jahat banget." Gumamnya pada diri sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Jumadin Adin
gk bisa ngebayangin,cuma bisa berucap kasian .seandainya ....
2022-12-16
1
Iiq Rahmawaty
kean cwe ya trnyata😁
2022-02-06
0
Septania Sari
Kean dan Rianti sama cinta dalam diam. Rianti yang tak mau menyakiti hati kembaran dan Kean yang berusaha menata hati dan perasaan pada Riana. Huuuhhhh. Nyesek Kean dan si kembar
2022-01-09
0