Sepasang calon pengantin sedang menikmati makan siang di sebuah restoran. Dua buah paper bag berisi kebaya pengantin dan satu setel jas, sudah berada di atas kursi kosong di samping Eliana. Tersisa sepasang cincin pengantin yang akan mereka jemput sore nanti.
Dua hari lagi, momen yang mereka rencanakan selama bertahun-tahun akan terealisasi. Eliana bisa bernafas lega, karena perjuangannya membujuk sang Ayah akhirnya membuahkan hasil yang ia inginkan.
Eliana mengalihkan fokusnya sebentar dari makanan yang ada di depannya, lalu menatap calon suaminya yang terlihat gelisah sambil menatap layar ponsel.
"Ada apa Ar ?" Tanya Eliana. Ia masih menatap lekat wajah calon suaminya yang begitu sibuk dengan benda pipih yang ada di tangan laki-laki itu.
"Ngga apa-apa El, urusan pekerjaan. Kamu makan aja." Ucap Ardi masih terus sibuk mengetik sesuatu di layar ponselnya dan mengabaikan makanan yang begitu menggugah selera di hadapannya.
"Kan kamu udah cuti Ar, Abang gimana sih." Kesal Eliana, menyalahkan sang Abang yang masih saja merecoki Ardi dengan berbagai pekerjaan, padahal pernikahannya dan Ardi akan di selenggarakan dua hari lagi.
Ardi menarik nafasnya dalam-dalam, namun semburat gelisah bercampur khawatir di wajahnya masih begitu jelas terlihat. Ia menatap wajah teduh calon istrinya dengan perasaan bersalah bercampur takut.
"El ga apa-apa kan, kalau aku antar kamu pulang ? Ada sesuatu yang harus segera aku bereskan." Ucap Ardi.
Eliana menatap tidak suka pada laki-laki di hadapannya ini.
"Untuk cincin pernikahan kita biar aku yang akan menjemputnya." Pinta Ardi memohon. Ia tahu akan sangat sulit membujuk Eliana yang sangat keras kepala.
"Ar bisa ngga sih kamu fokus dulu sama pernikahan kita, tersisa dua hari lagi loh Ar, masa iya kamu sibuk terus sih sama pekerjaan." Ujar Eliana kesal.
"Gini deh, aku janji saat honeymoon kita, aku akan matiin ponselku, dan fokus sama kamu." Bujuk Ardi.
Eliana bersemu, meskipun ia masih kesal. Dengan patuh ia mengangguk lalu keluar dari restoran menuju parkiran.
Mobil yang di kendarai Ardi mulai melaju di jalanan Jakarta, beberapa kali laki-laki itu berdecak kesal karena macet yang tidak pernah terurai dari jalanan kota metropolitan ini.
"Ngga masuk dulu, ketemu Ibu sama Ayah ?" Tanya El saat tubuhnya sudah keluar dari dalam mobil milik calon suaminya.
"Aku buru-buru El, sampaikan salam maaf ku pada Ayah dan Ibu. Malam aku akan datang lagi." Ucapnya.
Eliana menarik nafasnya dalam-dalam, menahan kekesalan yang mengganggunya.
"Baiklah." Jawabnya singkat.
"El jangan marah, maafin aku ya soal hari ini, hm.. " Bujuk Ardi.
"Janji ya, honeymoon nanti gak boleh kayak gini lagi." Ujar Eliana tegas.
"Aku janji." Ucap Ardi.
"Ya sudah, hatu-hati kamu. Jangan lupa cincinnya di ambil." Ucap Eliana memperingati.
Ardi bernafas lega, lalu segera melajukan mobilnya keluar dari pelataran rumah mewah milik calon keluarga barunya.
*****
Ardi mulai memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Perjalanan hari ini akan membutuhkan waktu yang cukup panjang. Belum lagi ia harus bisa kembali ke Jakarta untuk mengambil cincin pernikahannya dengan Eliana.
Sebuah rumah minimalis dengan taman yang di penuhi aneka ragam bunga sudah terlihat. Ardi segera memasukkan mobilnya ke dalam halaman rumah, saat seorang laki-laki paruh baya yang ia pekerjakan, sudah membuka pintu pagar rumah tersebut.
"Ardi kenapa baru datang ?" Tanya Laras sambil mengganti kompres di atas dahi gadis kecilnya.
Ardi memijit pangkal hidungnya, kepalanya terasa berdenyut nyeri.
"Aku sibuk Ras, kamu tahu dua hari lagi pernikahanku dengan Eliana." Ucap Ardi memelas.
"Tapi anak kamu sakit Ardi. Aku ngga tahu harus ngelakuin apa, Dinda panas tinggi bahkan tadi kejang-kejang." Ujar Laras dengan nada kesal.
"Kamu kan bisa membawanya ke Rumah Sakit, kenapa harus aku yang datang ke sini. Kalau El curiga, semua yang aku lakukan selama ini akan sia-sia Ras. Aku, kamu, dan anak-anak kita akan kembali ke kehidupan yang menyedihkan." Ujar Ardi bohong.
Tidak, bukan itu tujuannya. Dia sudah terlanjur jatuh cinta pada sosok Eliana. Jika hanya ingin hidup yang lebih baik, ia sudah mampu melakukannya tanpa harus menikahi Eliana.
Ia sudah cukup mapan dengan apa yang sudah ia raih di perusahaan IT miilik Kenan, jadi tanpa menikahi Eliana pun ia sudah bisa hidup dengan baik bersama Laras dan anaknya.
"Aku ga apa-apa Dy nggak hidup mewah. Yang penting ga seperti saat ini. Aku dan Dinda seperti pencuri yang sedang bersembunyi. Padahal kami berhak atas mu, aku seorang istri dan Dinda adalah putri mu." Lirih Laras.
Air mata yang menggenang di pelupuk matanya, mulai berjatuhan membasahi pipinya. Sudah hampir enam tahun mereka menikah, bahkan kini ia sedang mengandung anak kedua mereka, namun sampai hari ini belum juga ada kejelasan tentang pernikahannya.
"Dinda sudah waktunya sekolah Di, kita butuh surat-surat pernikahan kita. Mau sampai kapan seperti ini." Ucap Laras lagi.
"Bersabarlah sedikit lagi Ras, dua hari lagi aku akan menikahi Eliana dan aku akan bilang padanya tentang kamu dan juga anak kita. Dia gadis yang baik, aku yakin dia akan menerimamu." Bujuk Ardi pada wanita yang ia nikahi secara sirih enam tahun yang lalu.
"Kita bawa Dinda ke rumah sakit." Ajaknya lalu segera meraih tubuh putrinya dan keluar dari dalam kamar.
Mobil Ardi meninggalkan rumah yang di tempati istri dan anaknya beberapa tahun ini. Ia mulai memacu mobilnya membelah jalanan kota Bogor. Beruntung kota hujan ini tidak sepadat Jakarta, hingga tidak membutuhkan waktu lama mobilnya sudah terparkir di salah satu rumah sakit di sana.
Ardi menggendong tubuh kecil putrinya masuk ke dalam rumah sakit. Sesekali ia melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.
Saat dokter sedang memeriksa putrinya, Ardi berpamitan pada Laras untuk pulang ke Jakarta. karena masih harus mengurus pernikahannya dengan Eliana.
Wanita tegar itu mengangguk patuh. Enam tahun ia mampu bersabar, jadi tidak ingin kesabarannya yang panjang, akan sia-sia hanya dengan menunggu dua hari lagi.
Sebelum berlalu dari ruang perawatan putrinya, Ardi mencium kening istrinya lebih dulu.
"Di." Panggil Laras.
Ardi kembali mengurungkan niatnya yang hendak keluar dari ruangan tersebut lalu menatap wajah istrinya dengan perasaan yang tidak menentu.
"Jika Eliana tidak mau menerima ku dan putri kita, apa yang akan kamu lakukan ?" Tanya Laras.
Sejujurnya ia ragu, karena tidak ada wanita yang mau membagi suaminya dengan orang lain, termasuk dirinya. Hanya saja ia begitu takut kehilangan Ardi, karena tidak ada lagi orang yang bisa ia harapkan selain suaminya ini.
Ardi terdiam, ia tidak mampu menjawab. Dan akhirnya hanya kalimat yang berusaha menenangkan sang istri yang bisa utarakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Jumadin Adin
ardi demi hidup mewah,menjual harga dirinya..semiga keluarga eluana cpt tau kebusukan ardi
2022-12-16
0
moemoe
Alasanny nikah siri dlu apa??kebelet?
2022-06-22
0
Iiq Rahmawaty
mana ada bisa mnerima trnyta calon suami nya punya wanita lain bhkn sudh punya ank pula
2022-02-06
0