3. Danil dan Rehan.

Nadia berjalan malas, dia masuk kedalam butik bersama dengan Rehan. Siang ini mereka berdua akan melakukan fiting baju untuk pernikahan mereka.

Sedari pagi Rehan sudah menunggunya, tapi Nadia yang Masabodo, mandi hampir satu jam.

"Cocok mbak, Pas." Pegawai di butik itu menatap kagum Nadia.

"Apa punggungnya harus terekspos seperti ini?" Tanya Nadia, tidak nyaman.

"Emang model zaman sekarang begitu mbak. Tapi benar kok mbak, mbak cantik pakai kebaya ini." Kebaya panjang berwarna putih tulang sangat bagus di badan ramping Nadia.

"Mau lihat calon mempelai laki-lakinya? Saya antar." Tawar pegawai butik itu.

"Tidak, saya..."

"Itu kamu, Nad? Cantik banget." Rehan terpesona untuk yang sekian kalinya ketika melihat penampilan Nadia.

"Kalau gak cantik, mana mau kamu minta di jodohin sama aku." Sinis Nadia.

Skatmat!!

Rehan tersenyum canggung. Niatnya memuji Nadia, malah mendapat ucapan ketus dari perempuan di depannya.

"Udah mbak, di lepas aja. Gerah soalnya." Nadia masuk kedalam ruang ganti bersama pegawai butik.

"Perempuan emang gitu Mas kalau moodnya jelek. Entar juga baik sendiri." Ucap salah satu pegawai butik yang bekerja di butik itu.

***

Nadia keluar dari mobil bersama dengan Rehan. Para Cacing-cacing di perutnya sudah berdemo meminta makan.

Jam sudah menunjukkan pukul 15.00 Wib. Mereka terlalu lama berada di butik. Lagi pula perjalanan sangat mancet.

"Kamu kedalam dulu, aku mau ngambil heandpone di mobil." Suruh Rehan, Nadia mengangguk. Dia berjalan lebih dulu masuk kedalam Restoran. Namun...

Brak...

"Argg..., Ah." Ringis Nadia. Dia memegangi lututnya yang terasa sakit akibat terjatuh. Salahnya juga berjalan sambil bermain heandpone, jadi dia menabrak seseorang.

"Kamu gak apa-apa?" Lelaki yang di tabrak Nadia berjongkok di depan Nadia.

"Hah? Gak kok mas, aku gak apa-apa. Lagi pula aku yang salah, jalan gak lihat-lihat." Jawab Nadia, dia tidak melihat lawan bicaranya. Lututnya benar-benar sakit saat ini.

"Mau aku bantu berdiri?" Nadia mendongak, keduanya sama-sama terkejut.

"Danil?"

"Nadia?"

Nadia bangun di bantu oleh Danil. Senyum Nadia yang sempat hilang, kini merekah bagaikan bunga mawar yang sedang mekar.

"Kamu apa kabar?" Tanya Nadia, dia menatap Danil dengan senyum mengembang.

"Aku baik, kamu?" Rehan melihat interaksi keduanya dari jarak tidak terlalu jauh. Dia tidak bodoh, tersirat rasa rindu di antara mereka berdua. Rehan melihat tatapan cinta dari mata Danil.

"Dia baik, Ayo sayang pulang. Kita makan di rumah saja." Ajak Rehan.

"Tapi..."

"Ayo..." Rehan menarik pergelangan tangan Nadia terlalu kuat, kaki Nadia yang masih sakit akibat terkilir tadi, membuat Nadia kembali terjatuh.

"Aduh..." Nadia menahan kekesalannya kepada Rehan. Gara-gara dia, dirinya harus kembali jatuh.

"Jangan kasar dong sama perempuan!!" Sentak Danil.

"Sebentar lagi aku dan Nadia akan menikah, tolong kamu jangan ganggu dia lagi." Rehan menggendong Nadia. Mereka berdua sudah berada di dalam mobil.

"Tidak seharusnya kamu berkata seperti itu kepada Danil." Nadia tidak suka dengan cara Rehan berbicara kepada Danil.

"Lalu aku harus bagaimana? Aku laki-laki, Aku tahu tatapan mata laki-laki kepada perempuan. Danil menatap mu dengan tatapan memuja, lalu aku harus diam saja?" Rehan menjalankan mobilnya dengan emosi.

"Apapun alasannya, kamu tidak berhak berkata kasar kepada dia." Bela Nadia.

"Lalu aku harus bagaimana Nadia Zaen?" Danil menepikan mobilnya ke pinggir jalan.

"Apa kamu juga mencintai nya? Kelihatannya kamu tadi senang banget bertemu dengannya." Nadia bungkam. Dia bingung harus menjawab apa.

"Kamu bisa gak sih? Menghargai aku sedikit saja. Aku kurang apa? Dimata mu aku selalu salah." Terdengar nada frustasi dari bibir Rehan.

"Aku..."

"Beri aku waktu untuk belajar mencintai mu." Potong Nadia, cepat.

***

*Ku tuliskan Rinduku di secarik kertas putih.

Ku tuangkan segala rasa ku lewat pena yang menari.

Rasanya aku ingin berteriak dan berlari.

Beban hidupku seakan mencekik ku dari belakang.

Hatiku mencintai dia.

Namun rasa tidak tega menyelimuti hatiku saat ingin meninggalkannya.

Rehan dan Danil, keduanya sama-sama membuatku pusing.

Rehan adalah laki-laki pilihan kedua orang tuaku, tapi aku tidak mencintainya.

Sedangkan Danil...

Aku jatuh hati pertama kali dengannya saat SMA.

Menjadi bagian dari hidupnya adalah impianku.

Tapi semua itu pupus karena Perjodohan yang tidak memberi ku pilihan untuk menolak*.

Nadia duduk di meja belajarnya. Pertemuannya dengan Danil tadi membuat dia bimbang. Akankah dia bisa mencintai Rehan? Ketika hatinya jelas-jelas memilih Danil.

Danil adalah laki-laki impiannya. Hampir 7 tahun Nadia mengejar Danil. Tapi laki-laki itu malah pergi ke London untuk melanjutkan impiannya sebagai seniman terkenal.

Bagi Nadia, Danil sudah menjadi seniman, Dia selalu bisa melukis kebahagiaan di kehidupannya.

"Entah hati ku mencintai siapa, yang pasti aku tidak mau melukai hati kalian berdua." Nadia meletakkan bolpoin yang dia pegang di atas buku. Dia butuh istirahat, dia ingin melupakan masalahnya sejenak.

***

Rehan sedang bermain catur bersama papanya di teras rumah. Sudah menjadi kebiasaan Rehan dan Bram, mereka akan menghabiskan malam dengan secangkir kopi serta berbagai cemilan sebagai pelengkap permainan catur mereka.

"Rey, gimana tadi fiting bajunya?" Eva datang sambil membawa sepiring pisang goreng.

"Lancar, Ma." Jawab Rehan singkat.

"Skatmat!! Sekarang kuda papa gak bisa jalan lagi." Seru Rehan, senang. Membuat papanya kalah seperti ini adalah bagian dari kebahagianya.

"Selalu begitu kamu, Rey." Mereka berdua tertawa. Sedangkan Eva menggelengkan kepalanya pelan.

"Gak anaknya, gak papanya, senang banget main catur." Rehan dan Danil saling tatap. Mereka kembali ketawa setelah melihat wajah masam Eva.

"Kalian tuh kalau sudah ketemu Catur, pasti lupa makan dan segalanya." Danil menatap istrinya, dia menyedu kopi buatan Eva dengan tenang.

"Yang penting kan gak lupa sama mama." Semburat merah muncul di kedua pipi Eva.

"Ih, Papa. Malu tuh di lihatin Rehan." Eva menunduk malu.

"Haaa..., santai Ma." Cengir Rehan.

***

Pagi ini Nadia sudah Fress. Dia memakai sepatu olahraganya. Sudah lama dia tidak berolahraga seperti ini.

Kaki Nadia berlari-lari kecil mengelilingi kompleks rumahnya.

"Segar bengetsih udara di pagi hari kayak gini." Nadia meregangkan otot-otot tubuhnya yang kaku akibat jarang olahraga.

Matahari muncul malu-malu di ufuk timur. Nadia mengelap keringatnya yang terus menetes.

"Gini kan bebas, gak kayak di rumah." Nadia merasa bahagia ketika berada di luar rumah. Karena dia jauh dari iblis yang terkutuk, siapa lagi kalau bukan mama tirinya.

"Lagi joging Mbak Nadia?" Sapa tetangga kompleksnya.

"Iya, Bu. Sedang apa disini?" Nadia membalas sapaan dari Tetangganya dengan sopan.

"Biasa mbak, beli bubur buat sarapan." Nadia mengangguk singkat dengan bibir tersenyum.

"Kalau begitu saya permisi." Pamit ibu-ibu itu.

"Silahkan, Bu. Hati-hati di jalan."

Nadia terkenal ramah dan penyayang kepada anak kecil di kalangan kompleks rumahnya. Semasa mamanya masih hidup dulu, Nadia selalu berjalan-jalan sore, Bertamu ke rumah tetangganya dengan membawa berbagai oleh-oleh dari papanya, bermain dengan anak kecil di sekitar kompleksnya, serta selalu berbagi. Namun itu semua dulu, Sekarang Nadia lebih sering di rumah. Kebahagiaannya di rengguk paksa oleh mama tirinya.

Terpopuler

Comments

mujiyani63

mujiyani63

ayahnya kan namanya bram...bukan danil... yg teliti dong thor

2020-09-23

4

Marlina Yulita

Marlina Yulita

suka ceritanya

2020-08-20

0

Riska Ramjani

Riska Ramjani

bagus

2020-06-12

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!