Rehan berjalan cepat menuruni tangga. Pagi ini Meli, Calon mertuanya menelpon dia. Meli mangatakan bahwa Nadia demam gara-gara berenang pada malam hari.
"Pagi sayang," Sapa Eva saat melihat putranya menuruni tangga dengan langkah terburu-buru.
"Pagi, Ma." Rehan mencomot roti yang ada di meja makan. Lalu dia memakannya dengan potongan besar.
"Kalau makan duduk." Titah Bram. Dia menatap putranya tidak suka.
"Aku sedang buru-buru, Pa. Aku pergi dulu."Rehan keluar dari rumahnya. Dia berlari ke parkiran. Mobil Sedan menjadi pilihannya sekarang.
Mobil yang Rehan kendarai melaju kencang menembus ramainya jalan ibu kota.
Tit..., tit....
Rehan menekan klakson mobilnya tidak sabar. Pagi-pagi begini sudah mancet saja ibu kota.
"Arggg...., Nadia, Nadia, Kenapa kamu membuat aku khawatir?" Rehan memukul stir mobilnya.
***
Nadia menangis dalam diam. Dia duduk di pinggir jendela kamarnya. Hari-harinya tidak lagi menyenangkan.
"Aku bagaikan tinggal di dalam Kastil yang seperti neraka."Nadia berjalan ke arah balkon. Jalanan pagi ini sangat padat, dia melihat anak-anak dengan orang tuanya berjalan-jalan.
"Jangan melihat mereka seperti itu, Sebentar lagi kamu akan seperti mereka."Nadia terkesiap dengan suara asing di belakangnya.
"Kamu..."Nadia menghela nafas kasar. Bodoh sekali dia tidak mengunci kamarnya tadi.
"Iya, Aku. Kenapa?"pertanyaan menyebalkan itu Rehan lontarkan kepada Nadia.
"Bisakah kamu mengetuk pintu dulu sebelum masuk kedalam kamar orang?"Nadia masuk kedalam kamarnya. Dia duduk di sofa panjang yang ada di dalam kamarnya.
"Apa salah bila calon suami masuk kedalam kamar calon istrinya?"Rehan berdiri di samping Nadia.
"Tapi kita belum resmi menjadi suami istri."Nadia melipat kedua tangannya ke dada.
"1 Minggu lagi kamu akan resmi menjadi milik ku."Rehan berjongkok di depan Nadia.
"Terlalu percaya diri sekali kamu tuan." Nadia Tersenyum sinis kepada Rehan.
"Jelas, memang kamu ingin menikah dengan siapa lagi jika tidak dengan aku?"Rehan menyugar rambutnya kebelakang.
"Laki-laki di luar sana banyak, dan ada yang lebih kaya dari mu. Aku juga bisa bekerja untuk menutup semua kerugian di perusahaan keluarga ku."Rehan menyengkram erat pundak Nadia.
"Aku tidak akan membiarkan kamu menikah dengan lelaki mana pun kecuali aku. Rehan Mahendra."Sekarang Nadia melihat sikap iblis seorang Rehan Mahendra.
***
Gadis manis dengan lesung pipi di kedua pipinya sedang menunggu seseorang dengan rahut wajah kesal.
"Hari Minggu ku terbuang sia-sia." Desah gadis itu kecewa.
"Melody...." Nadia berlari memeluk sahabatnya. Hampir semua orang melihat ke arah Melody Dan Nadia.
"Apa urat malu mu sudah putus?" Melody Dan Nadia duduk di pojokan Caffe. Sore ini angin berhembus pelan, membuat Nadia dan Melody senang. Mereka berdua menyukai tempat duduk yang dekat dengan jendela.
"Heee..., Sorry. Aku ingin curhat." Wajah ceria yang Nadia perlihatkan tadi berubah sendu.
"Ishhh..., Kamu tuh kayak sama siapa aja. Yaudah, Buruan cerita. Aku siap dengerin semua cerita kamu." Melody bertumpu kepada dagunya. Dia tersenyum kepada Nadia.
"Kamu masih percaya perihal orang yang di jodohkan akan berakhir bahagia?" Melody mengerutkan keningnya, tanda dia sedang berfikir.
"Maksutnya?" Kali ini otak jenius Melody Benar-benar blenk.
"Di Era Modern seperti ini, Nyokap tiri dan Bokap ku menjodohkan aku dengan anak kologan bisnis mereka." Nadia mulai bercerita kepada sahabat karibnya. Dia dan Melody berteman sejak SMP, Jadi tidak ada yang perlu di tutup-tutupi di antara mereka berdua.
"Lalu?" Melody Benar-benar penasaran dengan kelanjutan cerita yang Nadia sampaikan.
"Kedua orang tua ku menjual ku kepada mereka." Ada rasa kecewa yang berhasil Melody tangkap dari sorot mata Nadia.
"Seperti menjadikan kamu budak nafsu mereka?" Tebak Melody.
"Tidak." Nadia tidak membenarkan argumentasi dari Melody.
"Atau mungkin dia menjadikan kamu ******* yang menjadi simpanan Om-Om?" Melody berfikir negatif. Wajar bila dia berfikir seperti itu. Meli, Mama tiri Nadia sangat kejam.
"Kamu tuh, Ih nyebelin. Maksutnya di jual itu seperti aku harus menikah dengan anak kologan papa aku. Mereka mau membantu perusahaan keluarga ku dengan syarat aku menikah dengan anak mereka." Melody menatap Nadia kasihan.
"Memang siapa nama anak kologan bisnis Papa mu yang di jodohkan dengan kamu?" Melody bertanya penuh selidik.
"Rehan."
"Rehan siapa? Nama panjangnya juga dong di sebut. Siapa tahu aku kenal." Kesal Melody.
"Rehan Mahendra."
Melody yang sedang menyeruput Es jus Orange miliknya langsung terbatuk.
Uhuk..., Uhuk..
"Gila, Sekali gaet anak kolongmerat." Melody mengeluarkan Heandpone canggih nya.
Biodata Rehan Mahendra. Putra tunggal dari pasangan Eva Mahendra dan Bram Mahendra.
Nama : Rehan Mahendra.
Umur : 27 Tahun.
Agama : Islam.
Lulusan Management.
Pekerjaan : CEO Muda Di perusahaan perhotelan Rey M.
"Kalau kayak gini aku gak bakal nolak kalik." Melody menunjukkan hasil pencariannya.
"Tapi aku tidak tertarik dengan dia." Nadia mengusap wajahnya kasar.
"Sepertinya mata kamu rusak, Nad. Laki-laki seganteng dan setajir dia mau kamu tolak? Ibaratnya kamu membuang berlian 100 Karat." Ucap Melody berlebihan.
"Tapi aku tidak cinta sama dia." Nadia mencoba mencari alasan untuk menolak Rehan.
"Aku tahu cinta itu penting. Tapi dalam rumah tangga materi juga penting. Emang kamu mau makan Balok sama batu?" Melody mencoba menyadarkan otak cantik Nadia.
"Tapi bagaimana aku bisa membangun rumah tangga dengan dia, kalau cinta sama dia aja enggak." Di posisi ini Nadia terlihat sangat bingung.
"Dengar ya Nadia sayang, Pangeran Tampan seperti dia tidak datang dua kali untuk menawari mu menjadi istrinya. Untuk kali ini, Plis...., Jangan tolak dia." Nadia benar-benar bingung. Dia harus bagaimana? Menuruti apa kata hatinya? Atau Apa kata sahabat karibnya?
"Tapi Aku masih cinta sama..."
"Dia udah ninggalin Kamu tanpa kepastian. Ayolah, Nad. Yang pasti ada, ngapain nunggu yang tidak pasti. Buang-buang waktu saja." Melody mencoba membantu Nadia mengerti dengan memberi dia saran.
"Tauk Ah, Pusing." Nadia meletakkan kepalanya di atas meja Caffe.
***
Semua pasang mata menatap Rehan kagum. Lelaki berperawakan tinggi itu sedang berlari Sore di Alun-alun Jakarta.
"Arg...., Yaampun ganteng banget tuh cowok yang lagi nyeka keringat."
Rehan menyeka keringat yang menetes di kening dan rambutnya.
"Hot banget sih. Kira-kira udah nikah belum ya?" Tebak salah satu perempuan yang sedang duduk di bawah pohon rindang.
"16. 30. Ternyata cepat juga waktu berjalan."Rehan berjalan ke pinggir lapangan. Dia mengambil sepeda gunungnya. Lalu dia mengayuh sepedanya santai.
"Kamu tuh apa-apaansih, Yank? Udah ada aku pakai ngelirik laki-laki lain." Rehan tertawa kecil ketika mendengar sedikit kegaduhan di pinggir jalan.
"Dasar mata perempuan." Desis Rehan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Rita Erisha
visual nadia nya donk thor
2021-12-26
0
Marlina Yulita
keren
2020-08-20
1
Reva Zahra
meleleh hayati bang rehan🥰🥰🥰
2020-08-15
0