"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam Rina nak Rasya. Masuklah!" Ucap Sinta setelah membukakan pintu dan melihat siapa yang datang.
"Mari duduk!" Lanjut Sinta.
"Makasih Sin." Ucap Rina.
"Makasih Ibu." Ucap Rasya.
"Sebentar saya panggil Andini dulu. Duduklah dan minumlah jus ini." Ucap Sinta sambil memberikan minuman segar di atas meja yang ia letakkan.
"Jangan repot-repot."
"Tidak repot kok."
Sinta yang tengah menuju kamar Andini anak gadis semata wayangnya itu terus memanggilnya dan tidak ada suara menyahut dari kamarnya itu. Kemudian Sinta membuka dan mencari sosok putrinya ada dimana. Tidak di lihatnya dan kemudian masuk ke kamar mandi. Juga di kamar mandi tidak ada. Setelah melirik semua sudut Sinta melihat ada satu jendela yang terbuka. Menunjukkan bahwa putrinya itu telah kabur dari pertemuan hari ini.
Sinta yang terlihat frustasi kian sangat kecewa dengan tingkah anaknya yang sudah menjadi jadi. Dengan berat langkah Sinta menuju ke ruang tamu menemui Rina dan Rasya.
"Maafkan putri saya Rin, Rasya. Ia tidak ada dikamar. Andini kabur lewat jendela." Ucap Sinta lemas dan kecewa.
"Tidak apa Ibu. Duduklah!" Pinta Rasya.
"Maafkan Andini Rasya."
"Iya Ibu. Tidak mengapa. Andini belum siap untuk semua ini. Semuanya juga butuh waktu dan proses. Percayakan saja semuanya kepada Allah SWT bu. Jangan paksakan. Jika Allah sudah berkehendak maka nanti Andini yang akan mau dan datang sendiri." Ucap Rasya panjang lebar kepada Ibu Sinta.
"Benar katamu nak. Kami jadi malu dengan kamu dan ibumu. Anak kami benar- benar tidak pantas menjadi calon menantu bagi Ibumu." Zidan ayahnya Andini kemudian ikut berkutik karena merasa sangat tidak enak hati.
"Jangan bicara seperti itu Pak." Lanjut Rina.
Pembicaraan mereka berlanjut sambil diiringi sesekali meminum dan memakan sesuatu yang sudah dijamu di meja tamu.
"Kita tetapkan saja tanggal pertunangannya bagaimana Rin?" Sinta melanjutkan ucapannya setelah rasanya ingin ia batalkan. Namun masih ada sedikit rasa celah harapan untuk semuanya.
"Boleh. Bagaimana menurutmu nak?" Tanya Rina kepada Rasya anaknya yang duduk disampingnya saat ini.
"Aku menurut saja Ibu." Jawab Rasya dengan hormat.
"Lebih cepat lebih baik Sin. Semoga Andini bisa menerima dengan lapang hati."
"Iya Rin."
Tak berapa waktu kemudian Rina dan Rasya pamit untuk pulang.
Setelah tadi di rumahnya Sinta dan Sinta memberikan CV Andini yang setidaknya bisa menjadi gambaran Andini bagi Rasya karena mereka belum pernah sama sekali bertemu.
Tentang pernikahan.
Itu adalah hal yang sangat sakral dan tanggung jawabnya sangatlah besar. Bukan sebuah hubungan permainan yang bisa sesuka hati menikahkan siapa dan siapa. Namun karena kehormatannya Rasya terhadap ibundanya itu Rasya selalu menuruti kehendak ibunya. Karena selama ini apapun yang Ibunya minta pastilah yang baik untuknya.
Mencintai?
Bukan tentang perasaan yang hanya mari rasa,
Rasya yang selalu terfokus kepada syiarnya dan karena dia juga sudah bisa di katakan berumur dia tidak ingin berlama lama. Dia yakin bahwa Allah akan selalu menuntunnya kepada hal kebaikan. Termasuk itu perihal jodoh.
Andini?
Yang Rasya tidak tahu itu siapa.
Bagaimana perlakuannya, sikapnya, penampilannya yang sama sekali Rasya belum pernah temui. Kecuali dimasa kecil dahulu mereka pernah bertemu dan bertatap muka. Ketika Rasya masih berumur 10 tahun. 18 tahun yang lalu akankah Andini berwajah sama atau sudah berbeda itu tidaklah jelas baginya.
Namun tentang perjodohan ini, iya sangat percaya akan tumbuh benih cinta setelah terjadinya akad nantinya.
Rasya yang terus dengan sholat istikharahnya itu, memohon petunjuk untuk jalan yang lurus. Petunjuk dari segala macam keraguan juga dilemanya itu.
Tanpa disadari pertunangan mereka akan berlansung dalam kurun waktu 3 hari lagi.
***
Sinta dan Zidan yang benar seolah memaksa untuk Andini menikah dengan Rasya akhirnya bisa membuat Andini tidak bisa berkutik dan membantah.
Karena di saat waktu yang sama Zidan masuk rumah sakit dan sakitnya sudah sangat parah.
"Nak. Maafkan ayah yang telah memaksakan kehendak akan dirimu." Ucap ayah ketika sudah bangun dari komanya selama 5 hari belakang ini. Andini dan Sinta yang terus menangis meratapi ayahnya terbaring lemah tak berdaya.
"Andini yang minta maaf yah. Karena sudah banyak membantah bahkan durhaka sama ayah dan mama. Andini sayang ayah. Sembuh lah Yah! Kuatlah demi kami." Jawab Andini dalam isak tangisnya itu dan keadaan yang memeluk sang ayah tidak pernah lepas.
"Ayah ingin melihatmu menikah dengan Rasya nak. Dia lelaki pilihan ayah dan mama. Ayah percaya dan yakin bahwa Rasya akan bisa menjaga dan menuntun mu nak."
"Ayah. Aku....." Pembicaraan Andini terputus karena Zidan lansung memotongnya.
"Ayah mohon Nak. Ini permintaan terakhir Ayah."
"Jangan bicara seperti itu Ayah. Baiklah aku akan menikah dengannya Ayah. Tapi Ayah harus sembuh." Ucap Andini.
Namun tiba-tiba nafas Zidan sangat sesak dan jantungnya mulai tak beraturan Andini dan Sinta yang kepanikan dan lansung memencet tombol bel kemudian perawat dan dokter sudah masuk ke dalam ruangan dan memeriksa keadaan Zidan.
"Bagaimana keadaan suami saya Dok?" Tanya Sinta
"Kami sudah beri obat tidur. Suami ibu akan tidur beberapa saat. Kita harus segera melakukan tindakan operasi. Tumor di otak suami ibu sudah semakin mengganas." Ucap Dokter menjelaskan dengan terpaksa keadaan Zidan.
"Lakukan apa saja untuk menyelamatkan ayah saya Dok. Saya mohon." Andini memohon sambil menangis.
"Kami akan berusaha semaksimal mungkin dek. Berdoalah untuk kesembuhan Ayahmu. Ketika sadar nanti mohon untuk mengontrol pikirannya dek. Jangan biarkan ia berpikir panjang dan ikutilah keinginannya dek."
"Iya Dok. Terima kasih"
Kemudian Sinta dan Andini kembali ke ruangan rawat Zidan dengan wajah yang sangat tidak bersemangat. Namun dikagetkan dengan dua orang yang sedang duduk di dekat tempat tidur Zidan.
"Sinta. Bagaimana keadaannya?" Tanya Rina
"Dia harus di operasi Rin. Saya sangat tidak kuat." Ucap Sinta dan memeluk Rina tiba-tiba.
Rina yang membalas pelukan Sinta dan mengeratkan nya sambil menenangkan hati dan pikiran Sinta.
"Berdoalah Sin. Jangan menangis."
"Tumor di otaknya sudah semakin mengganas Rin. Operasinya itu kemungkinan kecil bisa selamat."
"Namun tidak mustahil Sin. Tetaplah berdoa."
Andini yang terus saja menangis di sudut kasur ayahnya itu sambil memeluk juga mencium tangan ayahnya. Meminta maaf dan sebagainya. Karena Andini sangat menyesal tidak mau mendengarkan apa yang ayahnya katakan selama ini. Dia sangat merasa bersalah semuanya hadir di ingatan Andini saat ini.
"Tidak perlu menunggu tunangan ma. Lansung saja menikah." Ucap Andini tiba-tiba.
Membuat Rina dan Rasya juga Sinta sangat kaget dengan ucapan Andini
"Benarkah nak?" Tanya Sinta.
"Iya ma. Aku tidak mau terus semakin menyesal ma."
"Baiklah nak. Besok kalian lansung menikah. Mama Akan persiapkan segalanya" Ucap Sinta.
"Aku akan membantumu Sin." Ulas Rina.
*****
"Assalamualaikum." Sapa Rasya.
"Waalaikumussalam." Jawab Andini.
"Benarkah dengan yang kamu ucapkan?" Tanya Rasya terus menundukkan pandangannya karena baginya tidaklah sopan memandang atau bahkan menatap seseorang yang bukan halal baginya.
"Menurut anda." Jawab Andini ketus.
Tiada jawaban keduanya saling terdiam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Yuli Fitria
ketus dulu yakan Andini... nanti klepek klepek lohh sama Rasya 🤭
2022-02-06
1