Selamat malam, sesuai permintaan kalian aku up malam ini, jadi jangan lupa like dan tinggalkan komentar terbaik kalian.
Selamat membaca 😊
...***...
Dalam ketenangan senyuman itu, Khanif teringat kembali saat-saat dimana ia mengenal Rania yang terang-terangan menyatakan perasaannya padanya.
Kala itu, ia merupakan anak kelas tiga disebuah sekolah menengah atas. Ia juga merupakan ketua osis yang banyak digandrungi oleh para wanita remaja yang mengenalnya. Salah satunya adalah Rania. Rania yang saat itu berada di kelas satu dan juga merupakan anggota osis, telah menyimpan rasa pada Khanif sejak perjumpaan pertama mereka.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya seorang lelaki berbaju putih abu-abu seraya mengulurkan tangannya untuk membantu Rania berdiri karena terjatuh akibat lantai ruangan osis yang begitu licin.
"Terima kasih kak. Saya tidak apa-apa," ujar Rania - remaja seraya menerima uluran tangan Khanif yang begitu hangat.
Rania makin terpesona pada Khanif yang begitu dekat dengan dirinya. Semburat warna merah jambu pun muncul di kedua sisi pipinya yang kini juga ikut memanas. Dengan malu-malu, Rania melepaskan tangan Khanif yang telah membantunya itu.
"Lain kali hati-hati pada jam seperti ini, karena biasanya anggota osis yang lain lagi piket dan pastinya akan membersihkan ruangan ini."
"Iya kak. Terima kasih informasinya. Lain kali saya akan hati-hati," jawabnya malu-malu.
Tiba-tiba dari belakangnya muncul sosok wanita yang selalu dekat dengan Khanif, wanita itu tidak lain adalah wakil Khanif, Tasya. Rania tidak tau, remaja itu selalu saja membuat masalah dengannya padahal dirinya tidak pernah menyinggung dirinya. Hingga suatu ketika, ia memberanikan diri untuk menanyakan apa masalah Tasya padanya.
"Masalahnya?" ulang Tasya membuat Rania mengernyit heran namun tetap mengangguk mengiyakan ucapan Tasya.
"Masalahnya yaitu, kamu selalu saja mencari perhatian Khanif. Kamu sadar diri dong. Dengan penampilanmu yang cupu kek gini, mana mau Khanif sama kamu! Itu pun mungkin Khanif menolongmu karena merasa kasihan padamu. Tapi, kamu malah menganggap hal itu sebagai balasan perasaan Khanif padamu? Sekali lagi kukatakan, kamu harus ngaca baik-baik dikamar, sebelum datang ke sekolah ini!"
Ia tau mengapa Tasya sampai mengatakan hal tidak enak itu padanya.
"Jauhi dia!" herdik Tasya sebelum meninggalkan Rania yang kian menunduk.
Ucapan Tasya pada Rania barusan, membuat Rania mulai menghindari Khanif. Namun ironisnya, semakin Rania menghindar, keadaan semakin membuat Khanif dekat padanya. Apalagi saat sekolah ingin mengadakan acara kesenian yang melibatkan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Mau tidak mau, Rania yang mendapat tugas sebagai seksi perlengkapan, harus terus berkomunikasi pada Khanif, untuk menanyakan apa-apa saja yang dibutuhkan dalam acara kesenian yang akan dilaksanakan dalam seminggu kedepan.
Meski sebenarnya bukan hanya dirinya saja yang terlalu dekat dengan Khanif saat itu. Tapi, dengan perasaannya saat itu, membuat Rania semakin tidak dapat ke lain hati lagi. Seakan hati dan matanya hanya tertuju pada Khanif seorang. Bahkan ucapan Tasya beberapa hari lalu sudah dianggapnya sebagai angin lalu.
Ya, ia sangat jelas tau mengapa Tasya sampai menyuruhnya berkaca yang dalam artiannya, ia harus membandingkan diri dengan orang lain. Tentu saja! Untuk apalagi Tasya mengatakan hal-hal itu kalau Tasya melihat wajahnya dengan pandangan jijik karena dipenuhi bentol-bentolan kecil berwarna merah pudar!
Semua orang pasti memiliki masalah tersendiri dalam dirinya. Tidak terkecuali Rania yang juga mempunyai masalah diwajah dan seleranya. Sebenarnya selera bukalah masalah yang besar bagi Rania. Hanya saja, karena keinginan yang kuat untuk mengonsumsi seafood itulah yang menjadi masalah terbesarnya. Rania bisa sampai mengatakan demikian, karena jika Rania mengonsumsi seafood, maka yang akan terkena dampaknya adalah wajah yang kian ditumbuhi jerawat merah pudar itu.
Keinginannya yang kuat untuk menikmati makanan kesukaannya malah berdampak parah padanya. Namun, ia tetap tidak bisa menghilangkan satu kebiasaannya itu.
Rania mendesah berat tatkala melihat dirinya dipantulan jendela kaca ruangan osis. "Tumbuh lagi!" Tangannya terulur pada bukit merah yang baru tumbuh diwajahnya.
Khanif yang kebetulan berada disana, melihat Rania dengan pandangan heran. Ia lalu menghampiri Rania. "Bagaimana persiapannya?"
"Kak Khanif!" Rania terlonjak kaget melihat pantulan Khanif di jendela yang sama dengannya. Rania pun Lantas berbalik belakang. "Persiapannya udah beres semua, kak. Tinggal kakak saja yang meninjaunya kembali dan melihat apakah ada yang kurang apa tidak."
Tanpa sadar, Rania masih memegang jerawatnya yang baru tumbuh semalam itu. Parahnya, rasa keheran Khanif belum juga hilang sampai Rania menurunkan tangannya diwajah.
"Oh, maaf kak," ujarnya canggung.
Khanif tersenyum menanggapi. Ia pun pergi meninggalkan Rania yang kian memendam perasaan padanya. Sebelum Khanif benar-benar hilang di lorong sekolah yang lain, Rania berlari mengejarnya. Ia baru teringat kalau ada satu hal yang belum ia sampaikan.
"Kak, kak Khanif, tunggu!" teriak Rania menggema di lorong yang ramai akan para siswa tersebut.
Para siswa yang kebetulan berada disana, melihat Rania dengan pandangan heran sekali lagi. Bagaimana tidak, Rania yang terus membawa sejumlah lemak membandel di tubuhnya kini tengah lari tergopoh-gopoh mendekati Khanif yang hampir tak terlihat lagi.
Namun, dengan pandangan aneh mereka yang ditujukan padanya, membuat Rania sudah tidak peduli lagi pada larinya yang mungkin bisa membuat sepanjang lorong itu bergetar hebat. Serta, juga sudah tidak peduli lagi pada hal lainnya. Karena ketidakpedulian itu, malah membuat Rania semakin mempercepat langkah kakinya menuju Khanif yang sudah menunggunya diujung lorong.
"Ada sesuatu yang kelupaan?" tanya Khanif memastikan.
Rania mengulurkan tangan kedepan, seperti hendak mengatakan kalau dirinya tengah menarik nafas panjang dulu. Khanif yang memang tidak terlalu terburu-buru, mengikuti kemauan Rania.
"Maaf kak," sesal Rania.
"Tidak apa." Khanif tersenyum. "Apa yang hendak kamu katakan?" lanjutnya.
"Ini kak, kata Elsa, salah satu tim penari osis tidak bisa mengikuti acara kesenian itu karena jatuh sakit."
"Kenapa tidak kamu saja yang menggantikannya."
"Tapi kak, saya ... saya ...."
"Saya tau kamu bisa. Sore nanti, datanglah ke sekolah. Nanti biar saya yang mengatakan pada mereka kalau kamu yang menggantikan anggota yang jatuh sakit itu. Kalau tidak ada lagi yang hendak kamu katakan, saya akan pergi sekarang."
"Iya kak, sudah tidak ada lagi. Terima kasih kak," ucapnya dengan senyum yang merekah, tapi sayang Khanif tidak melihatnya karena terburu-baru pergi dari hadapan Rania.
Betapa bahagianya Rania saat Khanif memberikannya kepercayaan untuk tampil menggantikan salah seorang penari dari salah satu anggota osis yang jatuh sakit. Hingga sepanjang hari itu, Rania sesekali tersenyum kecil kala kembali mengingat ucapan Khanif padanya.
Dikejauhan, seseorang ikut tersenyum melihat Rania yang begitu bahagia. Entahlah, ia juga tidak tau mengapa ia malah menyukai senyuman yang jarang Rania tampilkan itu pada orang lain. Meski jarang melihatnya tersenyum, ia sudah bersyukur dengan apa yang sudah dilihatnya. Ia pun pergi meninggalkan tempatnya semula dan berjalan menjauh dari sana.
Seperti yang oleh dikatakan Khanif pagi tadi. Sore harinya, Rania sudah berada di sekolah untuk latihan menari dengan anggota lainnya. Meski memilih berat yang berlebih, semua anggota menari tidak berkutik saat Khanif yang merekomendasikan Rania untuk menggantikan anggota osis yang jatuh sakit. Tentu, bukan karena Khanif adalah seorang ketua osis, tapi pastinya keputusan yang diambil Khanif memang merupakan keputusan yang tepat jika menimbang acara kesenian yang akan dilaksanakan kurang dari seminggu lagi.
Pilihan Khanif sudah tepat jatuh pada Rania. Lihat, bahkan belum genap tiga hari saja, Rania sudah menghapal seluruh gerak tari kreasi mereka. Semuanya juga bisa terjadi karena berkat kecerdasan dan kegigihan Rania dalam belajar. Tanpa sehari pun Rania bosan maupun lelah dalam belajar menari di sekolah. Apalagi ia kembali mengulanginya saat sudah sampai dirumah. Tentu saja tidak ada yang memungkiri hal itu bahkan Rania sendiri.
Saat Rania baru pulang dari latihan, Rania terkejut saat melihat sosok pria paruh baya yang sedang berdiri dihadapannya saat ini. Bibirnya seketika kelu untuk memanggil sosok paruh baya itu. Namun meski begitu, Rania tetap saja mengucapkannya, "papa!"
...To be continued. ...
Jangan lupa like, komen ya!
See you di bab selanjutnya.
...By Siska C ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sukses
2023-06-05
0
Syifa F
lanjut kak
2022-04-21
2
Rice Btamban
lanjutkan tks
2022-04-05
2