Gibran melirik Azkia yang nampak memberengut kesal karena kata-kata sumpah serapah yang terlontar dari mulut Raffasya.
" Hei, mulutnya jangan manyun seperti itu, dong! Cantiknya berkurang dua puluh lima persen kalau lagi cemberut begitu." Gibran mencoba menggoda Azkia agar emosi gadis itu mereda.
" Kia kesal, Kak! Sembarangan banget Kak Raffa bicara. Kalau nanti ada setan lewat gimana?" Azkia masih mencebikkan bibirnya.
Gibran terpingkal mendengar ucapan Azkia.
" Mana ada setan lewat ..." Gibran mengacak rambut Azkia.
" Naudzubillahi min dzalik, jauh-jauh deh dari sumpah serapahnya Kak Raffa." Azkia mengedikkan bahunya berharap agar yang diucapkan Raffasya tidak sampai menimpanya dirinya.
" Kalau Kakak yang jadi pacar kamu, Kakak jamin kamu nggak akan seperti itu. Karena Kakak nggak akan bikin kamu hamil kalau belum halal." Gibran berseloroh membuat Azkia menoleh ke arah Gibran.
" Kak Gibran ngomong apaan sih?" Azkia langsung mencubit pinggang Gibran. Namun tidak disadari olehnya jika rona merah seketika membias di wajahnya saat itu juga.
" Kakak ngomong kalau kita berjodoh nanti." Gibran terkekeh membuat Azkia yang biasanya nampak percaya diri kali ini justru tersipu malu.
" Oh ya, kalau Kakak boleh kasih saran. Kamu jangan gampang main tangan seperti tadi. Kalau Raffa nggak terima terus dia melaporkan kamu karena tindakan penganiayaan tadi, masalahnya bisa jadi ribet." Gibran mencoba menasehati Azkia.
" Maksudnya Kia mau dilaporkan ke polisi gitu, Kak? Coba saja kalau berani. Kia tinggal bilang ke Tante Mara, biar nanti Om Radit yang suruh urus keponakannya yang rese itu. Atau Kia lapor saja ke Uncle Gavin, nanti Uncle yang bertindak." Azkia terlihat tak pernah gentar dengan setiap tindakan spontan yang dilakukannya.
" Tapi Kakak nggak ingin lihat Kia berbuat seperti itu lagi. Kamu harus bisa menahan emosi, jangan mudah tersulut dengan sikap Raffa yang kasar seperti tadi." Gibran sebisa mungkin menasehati Azkia agar tidak terpancing provokasi dengan ulah Raffasya.
" Habis kalau sama Kak Raffa itu bawaannya nggak bisa slow, Kak. Orangnya nyebelin, sih." Azkia enggan disuruh mengalah jika berhadapan dengan Raffasya.
" Jangan sebal-sebal, nanti malah jadi suka. Batasan benci sama cinta itu beda tipis, lho!" ledek Gibran terkekeh, karena dia tahu pasti Azkia tidak akan tertarik pada Raffasya.
" Idiiiihh, amit-amit, deh! Kalau pun di bumi ini cowok tinggal Kak Raffa seorang, nggak akan Kia suka sama dia!" Azkia mengedikkan bahunya merasa yakin dirinya tidak akan mungkin jatuh cinta pada Raffasya.
Gibran tergelak melihat Azkia yang menampik semua perkataannya.
" Hahaha, Kakak juga nggak akan membiarkan hal itu sampai terjadi!" ucap Gibran. " Kakak nggak rela kalau kamu dapat cowok seperti Raffasya," lanjutnya seraya mengulum senyuman.
***
" Assalamualaikum, Ma." Azkia memasuki rumahnya setelah Gibran mengantarnya sampai rumah Azkia. Karena masih ada yang harus dikerjakan di kampus, Gibran memilih langsung pergi tanpa berpamitan terlebih dahulu kepada Natasha.
" Waalaikumsalam. Kamu sudah pulang? Gibrannya mana?" tanya wanita yang sedang mengikat rambut Aliza, putri bungsunya yang kini berusia sembilan tahun, saat matanya tak mendapati sosok Gibran yang biasanya ikut mengantar Azkia sampai masuk ke dalam rumah.
" Kak Gibran ada kegiatan lagi, Ma. Tadi sudah ditelepon Papa suruh ke kembali ke kampus kalau sudah antar Kia sampai rumah.
Azkia lalu mendudukkan tubuhnya di sofa di samping Mamanya.
" Kenapa? Kelihatannya kok bete gitu?" tanya Natasha saat putrinya itu menghempaskan tubuhnya di atas sofa seraya mendengus.
" Keponakan Mama tuh ngeselin!" Azkia nampak bersungut-sungut.
" Keponakan Mama? Siapa? Rayya? Rahsya? Raihan? Haikal? Safa atau Zayn?" Natasha menyebutkan semua nama-nama keponakannya.
" Kak Willy nggak sekalian disebut, Ma?" tanya Azkia, karena Mamanya itu menyebut nama-nama saudara sepupu Azkia.
" Habisnya Kia nggak sebut nama, ya sudah Mama sebut saja semua keponakan Mama." Natasha terkekeh. " Nah, sudah selesai. Sudah cantik anak Mama." Natasha selesai mengepang rambut panjang Aliza.
" Liza nggak usah diantar Pak Hasan ya, Ma? Liza jalan kaki saja ke rumah Laura." Aliza minta ijin Mamanya karena dia dan teman-teman sekolahnya akan belajar kelompok di rumah teman Aliza yang letaknya berjarak seratus meter dari rumah Natasha.
" Iya sudah." Natasha menyetujui permintaan putrinya. " Kalau sudah selesai langsung cepat ulang ya, Sayang."
" Iya, Ma. Assalamualaikum, Ma." Aliza menyalami Natasha dan juga Azkia.
" Waalaikumsalam ..." sahut Natasha dan Azkia berbarengan.
Natasha kini menoleh ke arah Azkia yang masih memasang wajah masam. Natasha langsung mengusap kepala putrinya.
" Siapa orang menyebalkan yang Kia maksud?" tanya Natasha.
" Kak Raffa, Ma."
Natasha mendengus mendengar nama yang disebutkan Azkia.
" Ada apa lagi dengan anak itu sih? Sepertinya nggak capek-capek bikin masalah terus," keluh Natasha.
" Tadi Kak Raffa menyumpahi kalau nanti Kia akan hamil duluan, Ma." Azkia mengadu.
" Asataghfirullahal adzim. Kenapa Raffa sampai bicara seperti itu, sih?" Natasha nampak kesal, karena kata-kata yang diucapkan Raffasya menurutnya sudah sangat keterlaluan.
" Nanti Mama akan bicara sama Papa, biar Papa yang bilang ke Om Radit supaya menegur Raffa. Kata-kata yang diucapkan Raffa itu nggak pantas. Mengatakan kamu nantinya hamil duluan. Naudzubillahi min dzalik ..." Natasha sampai mengedikkan bahunya.
" Dua Minggu mendatang 'kan Tante Mara mau mengadakan khitanan Zayn. pasti kita nanti ngumpul. Mama akan menegur Raffa biar dia nggak selalu bikin masalah sama kamu." Natasha kemudian memeluk Azkia. Sejujurnya perkataan Raffasya sedikit mengusik hati Natasha. Dia tidak bisa membayangkan jika hal itu benar-benar terjadi terhadap putrinya. Dia hanya berusaha menasehati putrinya agar mengetahui batasan-batasan dalam berhubungan dengan lawan jenis.
***
...And I don't want the world to see me...
...'Cause I don't think that they'd understand...
...When everything's made to be broken...
...I just want you to know who I am ......
Suara penyanyi cafe mengakhiri tembang Iris yang sangat populer di era sembilan puluhan saat seorang pemuda tampan berahang tegas memasuki cafe yang malam ini banyak dikunjungi oleh kaula muda.
" Sorry, gue telat." Pemuda itu menepuk bahu salah satu temannya hingga semua yang berkumpul di meja itu menoleh ke asal suara pemuda itu.
" As always, justru aneh kalau lu datang tepat waktu, Bro!" Sindir Billy menggeser posisinya, memberi tempat kepada Raffasya yang baru tiba di kafe milik Papa dari Raffasya.
" Kalian belum pesan apa-apa? Pesan saja jangan malu-malu, nanti mereka yang bayar." Raffasya bicara kepada dua orang wanita yang dibawa temannya seraya menunjuk ke arah Billy dan Hendra.
" An jiirr, lu yang punya cafe kenapa gue yang mesti bayar?" protes Hendra.
" Lagian lu berdua nggak punya modal banget, sih! Pada gaya bawa cewek tapi ngarepin gratisan. Kantong bokek saja pada belagu sih, lu!" sindir Raffasya kemudian menjentikkan jarinya memanggil salah seorang waiter yang terlihat selesai menyajikan hidangan kepada pengunjung cafe.
" Selamat malam, Mas Raffa. Ada yang bisa dibantu, Mas?" pelayan laki-laki itu menghampiri Raffasya.
" Gue minta ice americano sama cheese croissant." Raffasya menyebutkan pesanannya.
" Kalian berdua mau apa?" Raffasya bertanya kepada dua wanita teman kencan Billy dan Hendra.
" Gue pastel mozarella sama coffe latte, Mas." Hendra menyebut makanan yang dipilihnya.
" Eh gue nggak nawarin kalian, ya!"
" Ck, sama teman harus banyak amal, Raf. Biar rezekinya makin lancar, Bro." Hendra menyeringai membuat Raffasya memutar bola matanya.
" Gue samain sama Raffa saja Mas." Billy kini menyebutkan apa yang dipesannya.
" Nggak kreatif lu, Bil. Senangnya menjiplak," cibir Hendra.
" Ya mau gimana lagi, Hen? Gue kepingin kue cucur minumnya bajigur, tapi nggak bakalan ada, kan?"
Ucapan Billy sontak membuat Hendra terbahak
" Lu pikir aki-aki yang mau nongkrong di cafe ini carinya cucur sama bajigur?"
" Eh, jangan asal ngomong, lu! Gitu-gitu juga itu makanan dan minuman khas Indonesia!" Raffasya menegur Hendra yang seolah meremehkan makanan khas masyarakat Betawi dan minuman khas daerah Jawa Barat itu.
" Tumben lu ngomongnya benar, Raf?" Billy mengomentari ucapan Raffasya.
" Itu tandanya setannya lagi bubar," sahut Hendra yang langsung disambut tawa yang lain termasuk Raffasya seraya menggelengkan kepala menanggapi ucapan teman-temannya itu.
" By the way, lu sendirian lagi, Raf? Kapan lu bisa bawa cewek idaman lu itu?" tanya Hendra kemudian.
" Masih susah gue deketin, Bro! Bodyguard serem."
" Doi anak sultan dong, pakai bodyguard?" tanya Hendra lagi.
Raffasya langsung menoleh pada Billy, tentu saja bukan bodyguard sesungguhnya yang dia maksud. Tapi sosok Azkia lah yang selalu jadi penghalang untuk mendekati Rayya.
*
*
*
Bersambung ...
Happy Reading ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 174 Episodes
Comments
Woelan Pradipta
ya udah sih raf,,,nggak dpt bos nya dpt bodyguardnya😅
2022-03-04
2
re
Next
2022-01-28
2
Wie Yanah
bodigar'y galak tenan😍✌🤣🤣🤣jgn smp kia sm raffa thor
2022-01-18
2