Gibran menatap gadis cantik di hadapannya itu yang sedang menyantap potongan pizza dengan mulut yang nampak penuh dengan makanan. Gadis yang dia kenal saat usia gadis itu tujuh tahun, namun keberaniannya melawan seorang Raffasha, sosok anak yang selalu membuat keonaran di sekolahnya membuatnya dia merasa mengagumi gadis kecil itu. Gadis yang saat ini di matanya masih tetap sama, masih periang dan selalu ramai jika bicara dengannya.
" Ada saus yang menempel ya, Kak?" Azkia buru-buru menarik tissue dan mengelap mulutnya saat menyadari Gibran sedari tadi menatapnya seraya mengulum senyuman.
" Ah, nggak, kok. Nggak ada." Gibran menyahuti.
" Lalu kenapa Kak Gibran dari tadi lihatin Kia terus? Kia makannya rakus, ya? Maklum ... kalau makan makanan enak suka bikin Kia kalap." Azkia terkekeh seraya meneguk air mineral.
" Kakak suka cara kamu makan, nggak ada jaim-jaimnya." Gibran terkekeh mengomentari.
" Kia malah selalu diprotes sama Papa dan Mama kalau makan seperti itu. Apalagi sama Enin Mamih." Azkia lebih suka memanggil neneknya, orang tua dari Yoga dengan sebutan Enin Mamih.
" Cewek itu memang harus sopan dan pelan-pelan kalau makan," sahut Gibran.
" Yang penting kalau di acara yang formal Kia paham tentang table manner." Azkia menyahuti santai seraya kembali menyantap potongan pizza kedua.
" Oh ya, jadi selama ini Kak Gibran selalu komunikasi sama Papa, ya? Kirain Kia Kak Gibran sudah lupa sama Kia, soalnya tiba-tiba menghilang nggak ada kabar. Nomer HP juga nggak bisa dihubungi." Azkia memasang wajah memberengut.
Gibran terkekeh mendapati wajah memberengut Azkia, namun tetap tak mengurangi kecantikan wajah gadis itu.
" Mana mungkin Kakak lupa sama kamu. Kamu itu salah satu orang yang nggak pernah bisa Kakak lupakan selama Kakak sekolah di SD dulu selain Bapak dan Ibu guru," sahut Gibran menjelaskan. Bagi Gibran sosok Azkia masih sangat spesial di hatinya, tentu saja karena kebaikan hati gadis itu saat menolongnya dulu. Bahkan saat dia lulus sekolah dia sampai menghadiahi gadis itu music box sebagai kenangan karena dia harus pindah ke luar pulau mengikuti orang tuanya yang mendapatkan tugas di daerah Jambi.
" Iisshh, so sweet banget sih, Kak Gibran. Sudah pintar rayu-rayu nih sekarang. Pasti sering nyepikin cewek-cewek ya?" sindir Azkia.
" Kok dibilang nyepik, sih? Kakak itu serius bilang begitu."
Azkia terdiam, dia kini memandangi wajah Gibran yang nampak serius saat mengatakan kalimat tadi.
" Kak, Kia boleh tanya sesuatu?" tanya Azkia kemudian.
" Apa?"
" Kenapa Kak Gibran ajak Kia keluar malam Minggu ini? Biasanya kalau cowok mengajak cewek pergi malam mingguan itu karena mereka pacaran. Hmmm, Kak Gibran suka ya sama Kia?" Dengan penuh rasa percaya diri Azkia bertanya.
Gibran menarik satu sudut bibirnya ke atas.
" Kalau Kakak suka sama Kia, memang Kia mau terima Kakak jadi pacar Kia?" Pertanyaan yang dilontarkan oleh Gibran terucap dengan nada tenang tanpa rasa grogi.
" Iiihh, Kak Gibran. Kia 'kan nggak boleh pacaran dulu kata Papa."
" Berarti masih ada waktu dua tahun buat Kakak bisa diterima jadi pacar Kia, ya?" Gibran tertawa kecil.
" Nggak jamin selama dua tahun itu Kak Gibran nggak dapat pacar. Eh ngomong-ngomong Kak Gibran sudah punya pacar belum, sih? Kok sekarang pergi berdua sama Kia? Pacar Kak Gibran nggak marah?" selidik Azkia.
" Kalau Kakak punya pacar, Kakak nggak mungkin dong, menawarkan diri jadi pacar Kia."
" Bohong ...."
" Kok Kia nggak percaya sama Kakak?" Gibran terkekeh karena Azkia tidak mempercayai ucapannya.
" Sudah ah, jangan ngomong soal pacar-pacaran." Azkia mengibas tangannya ke udara. Dia tidak ingin dipusingkan dengan hal-hal yang berbau soal asmara karena kedua orang tuanya memang melarangnya untuk berpacaran sebelum lulus SMA.
***
Waktu terus bergulir, Gibran pun kini semakin akrab dengan keluarga Azkia. Setiap hari Minggu pria itu selalu datang ke rumah Yoga berkumpul bersama keluarga Azkia. Tidak hanya dengan Natasha dan Yoga. Gibran yang memang mempunyai kepribadian yang baik pun sangat diterima oleh keluarga Gavin dan Azzahra. Sehingga Gavin bisa mempercayakan Gibran jika putrinya, Rayya harus ikut pulang bersama Azkia dijemput dengan Gibran.
Karena sering menjemput Azkia saat pulang sekolah, Gibran sering dianggap sebagai pacar Azkia oleh teman-teman sekolah di sekolah Azkia.
" Az, ada cowok lu tuh sudah jemput," ujar salah satu siswa sekolah Azkia saat Azkia sedang bermain basket sepulang sekolah ini.
" Oh, thanks, Sal." Azkia mengakhiri permainan basketnya dengan melakukan free throw ke ring basket.
Azkia menyampirkan tas punggungnya lalu berlari ke arah gerbang untuk menemui Gibran. Namun Azkia menghentikan langkahnya saat dia melihat Gibran sedang berbincang dengan seseorang yang duduk di atas motor sport. Azkia tahu siapa pria itu. Pria yang selalu dia anggap sebagai pembuat onar. Siapa lagi kalau bukan Raffasya, yang sampai saat ini masih saja berusaha mendekati Rayya meskipun selalu ditolak oleh Rayya.
" Kak Gibran ...!" teriak ke Azkia menghampiri Gibran namun matanya menatap penuh selidik ke arah Raffasya.
" Hai, Kia." Gibran menyapa Azkia.
" Ngapain Kak Raffa kemari?" tanya Azkia ketus.
" Nggak ada urusan sama lu!" hardik Raffasya.
" Jangan kasar gitu sama cewek, Raf." Gibran menegur Raffasya yang berkata dengan nada tidak sopan kepada Azkia.
" Eh, emang cewek lu ini ngomong ke gue pakai bahasa yang sopan?!" Raffasya tidak terima ditegur Gibran.
" Sudah, Kak. Nggak usah diladeni cowok sin ting kayak dia!" Azkia langsung menarik tangan Gibran agar tidak meladeni Raffasya.
" Sifat kamu dari dulu nggak pernah berubah ya, Raf?" Gibran menyanyangkan perilaku teman sekolahnya dulu yang selalu saja bersikap memusuhi Azkia.
" Sudah deh, Kak. Dia itu memang cocok jadi antagonis. Biarkan saja, nggak perlu kita ambil pusing. Kita balik saja yuk!" Azkia langsung merangkulkan lengannya ke pinggang Gibran meminta agar Gibran segera menjauh dari Raffasya.
" Cih, jadi cewek gatel banget!" cibir Raffasya. " Lihat dong Rayya, kalem nggak kecentilan pegang-pegang cowok. Lama-lama bunting duluan, tahu rasa, lu!"
Azkia langsung menghentikan langkahnya saat mendengar Raffasya menyumpahinya. Dia kemudian kembali memutar langkahnya mendekat ke arah Raffasya.
" Kak Raffa bilang apa tadi?!" Azkia nampak kesal mendengar ucapan Raffasya.
Seringai licik langsung terbentuk di sudut bibir pria tampan itu.
" Cewek liar kayak lu itu palingan juga nantinya hamil duluan. terus ditinggal pergi sama cowok lu, mam pus, lu!"
Buuugghh
Sebuah tinju melayang di wajah Raffasya membuat pria itu tersentak kaget hingga meringis karena pukulan Azkia tepat mengenai hidung Raffasya.
" Ah, sh*it!" geram Raffasya.
" Itu balasan untuk laki-laki bermulut comel!" Azkia merasa puas atas apa yang dia lakukan kepada Raffasya.
" Kia, sudah! Ayo ..." Kini Gibran yang menarik tangan Azkia.
" Hati-hati kalau bicara kamu, Raf." Gibran mencoba menasehati Raffasya sebelum akhirnya melangkah menuju mobilnya.
" Gue sumpahin lu beneran bunting duluan, biar gue bisa tertawa puas!" Teriak Raffasya hingga membuat beberapa siswa yang ada di sana memperhatikan mereka.
Azkia kembali menoleh ke arah Raffasya, dia tak menghentikan langkahnya namun justru mengacungkan jari tengah kepada pria itu lalu melanjutkan langkahnya sampai masuk ke dalam mobil Gibran yang akhirnya membawanya pergi meninggalkan area gedung sekolahnya.
*
*
*
Bersambung ...
Happy Reading❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 174 Episodes
Comments
Puji Rahayu
iya..raffa yg bkn bunting kia...😄
2024-03-26
0
👸 Naf 👸
ucapan adalah doa Raffa
2023-11-19
0
fanthaliyya
ya Allah kia sdh disumpahin
level brp itu omongannya 😡😡
2022-06-12
0