Satu malam tadi Asha hanya menangis, bahkan tak ingin di sentuh oleh suaminya itu.
Malam pertama mereka hanya saling berdiam diri, sampai Gading tak ingat lagi tidur sendiri di atas ranjang pengantin mereka sementara Asha menangis di lantai, tanpa perduli padanya.
Rasa kecewa Asha mungkin sampai puncaknya dan Gading tak bisa berbuat banyak untuk itu.
Malam pengantin yang penuh prahara itu membuat Gading juga merasa kesal dalam hati, Asha membuatnya serba salah tak tahu harus berbuat apa.
Rencana mereka menghabiskan malam pengantin tiga hari di hotel itu hanya mimpi, Gading tidak betah dengan sikap Asha dan memutuskan mengabulkan permintaan istrinya itu untuk pulang lebih awal dari rencana.
"Sayang, kamu ternyata sudah bangun..." Kata Gading sambil merapihkan bajunya, bangun dari tidurnya dengan wajah muram. Dia bangun, Asha telah duduk di sofa dengan pakaian yang rapi dan sudah berganti. Sepertinya dia telah lama bangun bahkan sudah mandi.
Asha tak menyahut, dia telah menyeduh teh dan duduk di sana menunggu Gading bangun, sepertinya dia sudah lebih tenang.
Ini adalah hari pertamanya menyandang status sebagai istri Gading, dia berusaha bersikap normal meski kantung matanya gelap menampakkan mungkin dia tak tidur semalaman.
Gading beringsut turun dari tempat tidur, pakaiannya masih kemeja putih yang di kenakan setelah resepsi dan ijab kabul dengan Laras tadi malam, begitu acak-acakan dan kusut.
Di hampirinya Asha, mencium pipi perempuan itu yang saat di sentuh Gadingpun tak menunjukkan respon. Tak ada senyum kecuali sikap diam. Tetapi di depannya teh tersaji di dalam dua gelas menunjukkan dia menunggu Gading bangun dari tadi.
"Tolong, maafkan aku..." Gading duduk di seberang Asha dan memegang jemari perempuan itu.
"Aku sudah memaafkanmu.Tak perlu memintanya berkali-kali." Akhirnya keluar juga kalimat dari bibir Asha.
Gading menghela nafasnya, menggerakkan badannya yang terasa letih, ritual kemarin menguras tenaga dan emosinya.
"Sekarang apa maumu?" Tanya Gading sambil meraih gelas teh dari atas meja.
"Kita pulang hari ini..." Pinta Asha, datar.
"Pulang? Bukankah kita telah membooking kamar ini untuk 3 malam lagi?" Gading urung meminum teh di gelasnya demi mendengar permintaan Asha.
"Tak ada gunanya kita terlalu lama di sini..." Mata Asha sejenak melirik pada ranjang pengantin mereka, masih rapi karena hanya Gading yang tertidur di sana tadi malam.
"Kita lebih baik pulang saja." Lanjutnya dengan suara yang yakin.
Gading menatap Asha sejurus, lalu menggedikkan bahunya.
"Jika itu maumu, kita akan pulang hari ini." Sahut Gading.
Tiba-tiba Asha bangkit dari duduknya,
"Mau kemana?" Gading bertanya dengan bingung melihat langkah Asha yang mengarah menuju pintu.
"Aku mau memberitahukan Laras." Asha berbalik sedikit, sementara tangannya sudah meraih gagang pintu.
"Memberitahu Laras? Untuk apa?" Gading terlihat linglung.
"Memberitahunya untuk berkemas pulang dengan kita."
"Pulang? Pulang dengan kita?"
"Bukankah dia istrimu juga, mas. Tentu saja dia akan pulang dengan kita." Jawab Asha.
"Aku menikahinya bukan berarti dia harus ikut kita pulang. Biar saja dia kembali ke rumahnya. Dia bukan lagi urusan kita!"
"Kamu menikahinya, mas. Dan sekarang dia adalah tanggungjawabmu juga, terlebih anakmu ada di dalam kandungannya. Dia akan pulang dengan kita. Sampai dia melahirkan anakmu."Kata-kata terdengar datar tanpa emosi, sebelum Asha keluar dari pintu itu, menghilang di baliknya meninggalkan Gading yang melongo sendiri
...***...
Laras turun dari mobil dengan takut-takut sambil membawa tas di tangannya.
Gading berjalan lebih dulu masuk ke dalam rumah tanpa menoleh membiarkan dua orang perempuan yang kini menjadi istrinya itu mengikuti dari belakang.
Rumah Gading sendiri sedang dalam tahap pembangunan hampir 60 persen, untuk sementara memang rencana Gading dan Asha akan tinggal di rumah orangtua Gading sampai rumahnya selesai.
Rumah kediaman keluarga Pramudia itu cukup besar, ada dua tingkat. Ayah Gading, Pak Pramudia bekerja di instansi pemerintahan, sebagai pegawai Negeri. Dengan golongan cukup tinggi dia sekarang mengepalai sebuah SKPD. Ibu Gading adalah ibu rumah tangga biasa, Gading sendiri bekerja di perusahaan ekspor impor sebagai manejer sebuah bagian di sana, dengan adik perempuan yang masih berada di kelas 2 SMA.
Hidup mereka tentu saja berkecukupan, jadi tidak heran rumah keluarga Pramudia juga cukup besar.
"Ayo kita masuk..." Asha sudah cukup familiar dengan keluarga Pramudia, jadi dia tidak sungkan lagi berada di sana, Gading sering mengajaknya ke rumah mereka sebelum menikah untuk bertemu keluarganya.
Semua keluarga Gading menyukai Asha, dan tentu saja pernikahan mereka sangat direstui oleh kedua belah pihak keluarga.
Laras masih berdiri dengan tegang, begitu gugup dari rautnya sehingga untuk melangkahpun dia agak berat.
Apalagi Gading, sedari mengucapkan ijab kabul bersamanya malam tadi, bahkan tak menegurnya sama sekali.
"Kamu tidak mau masuk?" Asha menoleh pada Laras.
"Aku...aku takut, mbak..." jawab Laras gemetar.
"Ini adalah rumah mertuamu, apa yang kamu takutkan?" Tanya Asha, memicingkan matanya yang masih terlihat bengkak.
"Aku takut mereka semua membenciku. Sebaiknya aku pulang saja." Laras tiba-tiba berbalik seolah hendak pergi tapi Asha menahan tangannya.
"Apa kata orang, jika melihatmu hamil tanpa suami di sampingmu? Apajah kamu bisa menahan gunjingan orang? Kamu sudah menikah, kamu berhak tinggal di rumah yang sama dengan suamimu." Kata-kata itu meluncur tajam dari mulut Asha, membuat Laras tercengang.
"Pak Gading akan marah."Sahut Laras sambil manatap mata Asha dengan takut-takut.
"Dia telah menodaimu, dia telah menghamilimu meskipun tidak sengaja, kamu tidak pantas menanggung penderitaan sendiri. Dia tak berhak marah padamu." Asha menggandeng lengan Laras kemudian membawanya masuk.
Di ruang tamu, mereka di sambut oleh Ibu Daniah dan Gisel. Wajah mereka semua masam ketika melihat Laras muncul bersama Asha.
"Assalammualaikum, bu..."Asha menyalami bu Daniah dan mencium tangan ibu mertuanya itu.
"Wasallammualaikum, nak. Kenapa kalian pulang lebih cepat? Rencananya kan kalian balik lusa, Gading masih cuti, kan?" Tanya bu Daniah sambil bertingkah seperti tak melihat ada Laras di belakang Asha, yang menjulurkan tangan padanya juga. Sayangnya tangan Laras hanya mengambang di udara, bu Daniah tak mengacuhkannya.
"Kami tidak betah di hotel, bu. Ingin cepat pulang." Jawab Asha, sambil melemparkan senyum pada Gisel yang tampak melotot pada Laras.
"Kak Asha, kenapa kak Asha membawa perempuan ini juga?" Tanya Gisel dengan lirikan yang secara terus terang menunjukkan dia tak menyukai kehadiran Laras.
"Dia...dia sekarang istri mas Gading juga. Jadi dia akan ikut kemana mas Gading juga, kan?" Asha menoleh pada Laras yang tertunduk dalam, dia tampak begitu tegang.
"Dia adalah pelakor, kak...! Lihat wajahnya itu, dia pasti telah sengaja menjebak kak Gading." Cibir Gisel.
"Gisel...tidak baik berkata begitu..." Tegur Asha tak nyaman, sementara bu Daniah tampak memandang lebih tidak suka lagi, hanya melihat Laras dengan ujung matanya.
"Kamu telah membawa perempuan ular ke dalam rumah kita..." Ujar bu Daniah sambil beranjak pergi, dia melengos membuat Laras terjajar satu langkah ke belakang karena gemetar.
...Terimakasih sudah membaca novel ini, love you buat semua readers...
...VOTE, LIKE dan KOMEN kalian selalu author nantikan, ya....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
Asha hatinya mulia banget, sedang laras mau gimana udh hamil, di ksh uang tetap di Terima tapi ikut aja. bingung mau gimana y, kita ikut aja lah ceritanya, tp sumpah thour bagus ceritanya. keren yg jadi Asha.
2022-03-18
1
Nia Kurniawati
masih teka teki tuh kehadiran laras
2022-02-26
2
Rosmika Mintawani Sianipar
banyak teka teki.. deh
2022-01-10
2