Kantor masih ramai ketika Raja dan Rani keluar dari lift yang membawa mereka turun dari lantai 44 tempat kantor Raja berada.
Shan Tower terdiri dari 45 lantai. Dengan lantai teratas sebagai kantor pimpinan tertinggi dan para stafnya. Ruang rapat khusus juga ada di lantai atas. Khusus untuk rapat direksi dan rapat-rapat penting lainnya.
Tiga stasiun televisi milik Shan grup juga bermarkas disana. Baik kantor dan studio.
Jadi tak heran, meski Raja pulang terlambat dan Shan tower masih terlihat ramai. Terutama dibagian penyiaran dan bagian berita yang tengah mengejar deadline untuk esok pagi.
Langkah Rani terhenti ketika ponsel dalam tasnya berbunyi. Membuat Raja ikut menghentikan langkah dan membalikan badan untuk melihat Rani yang berjalan dibelakangnya.
"Maaf pak, saya izin mengangkat telefon. Bapak bisa ke mobil dahulu."
Raja menatap Rani dengan sebelah alis terangkat. Merasa tidak senang ketika gadis itu menyuruh dirinya.
Setelah beberapa saat Raja hanya diam tak menuruti perintah sekretarisnya itu, ia melihat Rani menghela napas. Mungkin tahu jika perintahnya tidak akan membuahkan hasil.
"Nyebelin banget sih, kak!" gadis itu menggerutu dan menjulingkan mata padanya sebelum mengangkat panggilan yang entah dari siapa, Raja tak tahu.
Jika sudah diluar jam kantor, Rani memang akan memanggilnya kakak seperti saat pertama kali mereka bertemu. Diluar jam kantor pula sikap Rani padanya akan sangat menyebalkan dan tidak patuh.
"Ya Kal?" dari penggalan nama yang Rani sebutkan, sepertinya Raja tahu siapa yang menghubungi Rani malam-malam seperti ini.
Haikal Putra. Salah satu anak panti yang seusia dengan dirinya.
Haikal diadopsi oleh pemilik sebuah showroom. Tapi meski sudah tidak tinggal di panti, Haikal selalu rutin menemui Rani setiap akhir pekan. Membuat keduanya bisa bersahabat hingga kini.
Jangan tanya darimana Raja tahu. Tentu saja Rani akan selalu menceritakan apa saja yang di lalui gadis itu setiap hari tanpa ia minta. Bercerita sesuka hati seakan tengah menuangkan perasaannya pada lembar-lembar buku diary.
"Aku baru keluar dari kantor. Tapi mungkin akan pulang terlambat. Ibu Lintang minta aku untuk mampir. Jadi lebih baik kamu pulang saja."
Rupanya Haikal tengah berada di panti. Tumben sekali, mengingat esok bukan hari libur.
"Iya, aku kesana sama kak Raja." Rani meliriknya lagi. Kali ini lirikannya tak setajam sebelumnya. "Tenang saja.. Dia jinak sama aku."
Raja mendengus dan berbalik untuk menuju mobilnya terparkir. Menggerutu dalam hati. Memangnya kuncing, hingga Rani mengatainya jinak.
Raja bisa mendengar kekehan menyebalkan meski langkahnya sudah menjauh.
Rani dan Haikal memang perpaduan yang pas untuk mengacaukan hidupnya. Dulu ketika ia tengah dimedan perang dibangku menengah atas, Rani yang masih menggunakan seragam putih biru berlari dan meneriakkan namanya.
"KAK RAJA!"
Tentu saja hampir semua yang ikut tawauran menoleh ke sumber suara. Termasuk ketua dari musuhnya. Membuatnya menyumpah serapah Haikal yang membawa Rani dan membiarkan saja gadis itu dalam bahaya.
"KAK RAJA DICARI IBU! IBU TELFON AKU TADI!"
Raja semakin menggeram marah dan berlari kearah gadis berisik itu. Ia juga heran kenapa mama selalu mencarinya pada Rani setiap ia pulang terlambat.
Apa mama kira ia berpacana dengan bocah ingusan itu hingga setiap pulang sekolah selalu menemuinya?
Dan sialnya Rani memang selalu tahu keberadaannya. Meski tempat yang ia jadikan medan tawuran selalu berpindah tepat.
Siapa lagi yang memberi tahu posisinya jika bukan Haikal. Karena pria itu juga bersekolah di tempat yang sama dengan dirinya. Dan sejak saat itu ia selalu tidak suka dengan Haikal.
Tok.. Tok..
Suara kaca disampingnya membuat Raja kembali dari kenangan masa lalu.
Mendapati Rani yang berdiri disana dan mengetuk, Raja lalu menurunkan kaca jendelanya.
"Aku bawa motor sendiri aja ya kak. Biar nanti pulangnya tidak merepotkan kakak."
"Memangnya siapa yang mau mengantar kamu pulang?"
Rani mencebik kesal. "Makanya aku bawa motor aja."
"Sudah malam! Nanti aku yang disalahkan mama jika terjadi sesuatu denganmu." Raja menjawab dengan memasang sabuk pengaman dan siap menyalakan mesin mobil.
"Terus nanti aku pulangnya gimana? besok juga pasti aku susah untuk berangkat kerja kalau motor ditinggal disini. Memang kakak mau antar jemput aku?"
"Aku bukan supir."
"Maka dari itu. Aku bawa motor saja. Janji tidak kalah cepat untuk sampai di rumah Ibu."
"Kamu yakin?" Raja menaikan sebelah alisnya. Ekspresi meremehkan ia berikan untuk gadis yang kini merenges dan menggaruk tengkuk yang Raja yakin tidak gatal sama sekali.
"E-engak sih. Kak Raja kan kalau bawa mobil selalu kebut-kebutan."
"Masuk! atau aku tinggal."
Rani terlihat bimbang untuk memutuskan. Membuatnya menghela napas. "Kamu takut satu mobil denganku?"
Gadis itu menggeleng dan mengibaskan kedua tangannya. "Aku cuma bingung bagaimana aku berangkat besok."
"Gaji kamu besar Rani. Cukup untuk kamu memesan ojek atau taksi online."
Cebikan dibibir gadis itu membuat Raja geram. Karena banyak terbuang di tempat parkir. Waktu yang seharusnya bisa ia gunakan untuk mengemudikan mobil agar cepat sampai di rumah dan beristirahat.
"Bulan ini kan banyak adik-adik yang ulang tahun.. Jadi aku harus berhemat." gadis itu menggerutu dan berjalan memutari mobilnya untuk sampai di bangku penumpang dan duduk disana. Disebelahnya dengan wajah tertekuk masam.
Tak menyahuti apa yang gadis itu gertukan, Raja mulai melajukan kendaraannya untuk bergabung dengan kemacetan yang malam itu masih terjadi tak jauh dari pusat perkantorannya.
Rani memang gadis yang baik. Selalu mementingkan anak-anak panti dari pada dirinya sendiri.
Sudah berapa tahun Rani menjadi sekretarisnya. Tapi kendaraan gadis itu bahkan masih motor metic hadiah dari mama saat gadis itu berulang tahun ke tujuh belas.
Seakan gaji dua digit yang setiap bulan masuk ke rekening gadis itu tidak tersisa untuk diri sendiri.
Rani menjadi salah satu sosok pekerja keras wanita yang ia kenal. Bekerja tanpa lelah meski tak menikmati hasil jeripayah sendiri.
Rani juga bukan gadis yang suka memanfaatkan kebaikan orang. Apalagi jika untuk dikasihani.
Bahkan Rani menolak uang yang mama berikan untuk biaya kehidupan sehari-hari. Rani lebih memilih bekerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Biaya yang orang tuanya keluarkan untuk biaya pendidikan Rani pun, dibalas dengan prestasi yang membanggakan.
Rani mau menerima beasiswa dengan catatan beasiswa prestasi. Bukan beasiswa karena orang mengasihani karena Rani tinggal di panti asuhan.
Didalam tubuh kecil yang terlihat rapuh itu, Raja dapat melihat ketegaran yang luar biasa. Kekuatan yang bahkan mungkin tidak bisa ia tandingi.
Tapi meski banyak hal yang ia kagumi secara diam-diam dari gadis itu, Raja tetap saja tidak bisa menaruh perasaannya disana. Apa lagi untuk menikahi Rani seperti yang kedua orang tuanya inginkan.
*
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
sry rahayu
raja ga sadar sebenarnya Rani tu spesial
2022-04-11
1
💕Erna iksiru moon💕
kasihan donk nantinya Rani kl harus sama si nyebelin Raja
2022-01-04
1