"Mampir beli sesuatu ya kak. Kue kayaknya enak? atau martabak aja?"
Raja melirik tajam gadis disebelahnya. Membuat gadis itu terkikik dan kembali berucap.
"Kampungan banget ya seleranya? maklum kan, isi dompetku mulai menipis."
Raja berdecak ketika uang kembali menjadi masalah. Haruskah ia menaikan gaji Rani beberapa kali lipat agar gadis itu tak selalu menggerutu masalah uang?
"Mama sudah berumur. Tidak baik kalau makan makanan manis."
Rani membulatkan mulutnya dan mengangguk. "Perhatian banget sih, kak? mau deh diperhatiin juga." godanya kembali terkikik melihat ekspresi masam atasannya itu.
"Kalau begitu kita mampir ditoko buah depan saja, kak. Buah sehat kan?" Rani menoleh dan menatapnya dengan mata berbinar.
"Bawa diri kamu dan itu sudah cukup."
"Mana bisa begitu!" protes Rani langsung. "Ibu panti bilang, kalau bertamu kerumah orang itu harus bawa buah tangan. Sekecil apa pun yang kita mampu."
Raja hanya mendengus tak membalas kata-kata Rani. Tapi ditoko buah yang Rani sebutkan sebelumnya, Raja menghentikan laju mobilnya.
"Terimakasih kakak Raja yang ganteng." senyum dan pujian berlebihan dari gadis itu sudah menjadi satu kesatuan dalam hidupnya. Sudah ia lihat dan dengar ribuan kali. Yang tak menimbulkan efek apapun untuknya. Dan hanya ia anggap angin lalu.
Butuh satu jam untuk Raja menembus kemacetan dan sampai dikediaman orang tuanya setelah Rani membeli buah.
Sepertinya ada acara. Hingga banyak mobil terparkir di depan sana. Mobil yang ia kenal sebagai milik Om, Tante dan para sepupunya.
"Ada acara kak?" Rani menanyakan hal yang sama dalam pikirannya. Gadis itu bahkan menatap penampilan yang sudah sedikit berantakan karena tertidur di dalam mobil tadi.
Raja mengedikan bahu dan turu begitu saja. Meninggalkan Rani yang menggerutu dan dengan cepat merapikan penampilan seadanya sebelum berlari menyusul langkah lebar Raja.
"Selamat malam." sapa Raja pada semua anggota keluarga yang kini berkumpul diruang keluarga. Rani mengikuti dengan senyum dan anggukan.
Biar Raja kenalkan. Disana ada om Rafi yang juga saudara kembar papinya yang sudah tiada. Beserta istri dan kedua anak kembarnya Maira dan Maina yang juga menjabat sebagai salah satu direktur seperti dirinya.
Ada juga tante Shelin dan sang suami juga Bintang anaknya yang lebih memilih menjadi seorang chef dan membuka restorannya sendiri alih-alih mengikuti jejak sepupunya yang lain.
"Malam." sahut mereka semua dengan senyum hangat. "Akhirnya yang ditunggu datang juga."
"Raja mandi dulu, mah." pamitnya pada sang mama ketika ia mencium tangan yang tak lagi muda itu.
"Jangan lama-lama ya Raja. Mama sudah lapar."
Raja mencium pipi mama sebelum berlalu menaiki anak tangga menuju kamarnya. Mengabaikan Rani yang ia yakin sudah langsung berbaur dengan yang lain seperti biasa.
Raja bahkan heran, kenapa keluarganya bisa begitu terpikat oleh gadis berisik itu.
***
Kehangatan yang sebelumnya Rani rasakan sebelum makan malam sirna seketika begitu Pak Rasya memintanya menikah dengan anak alias cucunya Raja. Atau lebih tepat dengan memaksa.
"Saya tidak bertanya kamu mau atau tidak Rani. Karena saya hanya memberi kamu dua pilihan."
Jantung Rani sudah berdentam kuat. Kegilaan macam apa yang tengah terjadi. Meski ia akui, ia mengagumi Raja sejak pertama kali melihatnya. Jiwanya memang lemah jika berhadapan dengan pria tampan.
Tapi bukan berarti ia ingin menikahi pria yang ia kagumi. Bahkan dalam mimpi pun Rani tak berani berharap untuk bersanding dengan Raja di pelaminan.
Ia tahu karakter Raja seperti apa. Ia juga tahu bagaimana pergaulan Raja selama ini. Jadi Rani merasa perlu menjaga hatinya dari orang-orang semacam Raja jika tidak ingin terluka.
"Manikah dengan Raja. Atau saya bisa mengambil tanah yang saat ini kalian tempati dan berhenti menjadi donatur tetap disana."
"PAH!" Raja yang dari tadi diam saja akhirnya bersuara. Membuat Rani yang hanya bisa menunduk, menarik salah satu sudut bibirnya dengan miris.
Puluhan tahun silam, tanah yang di atasnya dibangun panti asuhan adalah tanah wakaf dari seseorang. Namun setelah pemilik aslinya meninggal dunia, ahli waris menginginkan tanah itu kembali.
Rani baru masuk bangku menengah pertama ketika pulang dan di panti asuhan tengah terjadi keributan. Barang-barang hancur berantakan. Adik-adiknya meringkuk ketakutan disebelah ruang dimana ibu kepala panti tengah dimaki-maki oleh pria berbadan besar.
Saat itu, Rani yang sudah memiliki ponsel pemberian dari ibu Lintang menghubungi wanita itu meminta bantuan. Karena ia tak tahu lagi harus meminta bantuan kepada siapa.
Seperti yang ia harapkan, ibu Lintang bisa membantunya. Tanah dibeli oleh beliau dan tidak pernah terjadi masalah hingga hari ini. Tanpa Rani tahu, ia harus membayar pertolongan mereka dengan menikahi Raja.
"Kamu cukup diam Raja!"
"Pah! tapi ini masa depan Raja! Raja yang akan menjalani dan menentukan sendiri dengan siapa Raja akan menikah!"
Dalam hati Rani berdoa semoga Raja dapat memenangkan perdebatan itu. Agar ia tak harus menikah dengan Raja.
"Wanita seperti apa yang akan kamu pilih jika bukan Rani?!" Rani menangkap ekspresi syok di wajah Raja, membuatnya berpikir sepertinya ini pertama kalinya pak Rasya berkata dengan keras pada Raja. Karena yang ia tahu selama ini Raja begitu dimanjakan kedua orang tuanya. Bahkan tak sekalipun dimarahi ketika berbuat onar. Hanya akan dinasehati dengan lembut yang tak membuahkan hasil apa pun.
"Jangan kamu kira papa tidak tahu kelakuan kamu di luar sana Raja! tidur dengan wanita berbeda setiap kamu ingin! minuman keras kamu jadikan penghibur!" gurat kekecewaan juga Rani tangkap di ekspresi wajah pak Rasya.
"Cukup papa dan papi kamu yang melakukan hal salah seperti itu! tidak perlu kamu ikuti! Karena kamu tahu sendiri tak ada satu pun diantara kami yang berakhir dengan baik!"
"Kami hanya ingin yang terbaik untuk kamu Raja." pak Rafi ikut menimpali dan menatap keponakannya dengan sendu.
Raja adalah cucu laki-laki satu-satunya dalam keluarga. Jadi mereka pasti berharap banyak pada Raja. Tapi kenapa harus ia ikut dibawa-bawa.
Bahkan tak satupun orang yang duduk disana menanyakan pendapat Rani. Menanyakan perasaan Rani.
Semua seolah mengabaikan perasaannya. Mengabaikan apakah nanti ia akan bahagia jika menikah dengan Raja.
Seolah ia tak memiliki hak untuk berkata 'tidak' dan menolak permintaan konyol mereka.
"Tolong mengerti Raja kali ini saja, pah."
"Mengerti kamu kali ini?" beo pak Rasya seolah tak percaya dengan apa yang Raja katakan. "Selama ini papa membiarkan kamu semaunya. Membebaskan apa pun keinginan kamu. Tak sekalipun papa melarang. Kamu pikir papa kurang mengerti apa?"
"Papa dan mama memanjakan kamu dengan semua itu karena papa dan mama tidak ingin lagi kehilangan jiwa kamu Raja. Kami tidak ingin lagi kamu hidup tanpa jiwa."
*
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
💗Erna iksiru moon💕
kasihan Rani....smoga secepatnya Raja menyesali sgla perbuatannya selama ini.karena kl tidak...Rani pasti bakalan terluka atau bahkan karena gak kuat dia bisa2 pergi dari Raja
2022-01-13
2
Syirfa Ratih
kasihan rani... smga rasa cinta raja bisa segera hadir utk rani,, 😇
2022-01-13
1