“Mana rumahmu?” tanya Alif ketika mereka sudah sampai di kompleks perumahan Dara.
Kemudian wanita itu menunjukkan rumah minimalis yang di depannya terdapat banyak orang yang sedang bekerja memasang pagar besi. Rumah ini masih dalam tahap finishing sehinggga masih terlihat agak berantakan.
“Makasih ya, Lif,” kata Dara sesaat sebelum wanita itu turun.
Alif hanya mengangguk tanpa benar-benar ingin menoleh. Padahal Dara sedang menantinya agar dia menatapnya sekilas sebelum akhirnya turun dan berpisah dalam kurun waktu yang lama.
Seharusnya Dara memang tidak perlu menunggu hal sepele ini, tetapi entah kenapa rasanya memang tidak enak diperlakukan sedemikian abainya.
“Alif!” ucap Dara sangat geram.
“Apa?” Alif menoleh dengan heran.
“Aku mau pulang.”
“Iya terus apa masalahnya? Pulang tinggal pulang. Apa perlu aku antar juga sampai ke depan pintu kamarmu?”
Dara mencebik kesal, “Kok ada ya, manusia sepertimu?”
“Ya, dan kaulah yang membuatnya,” Alif berkata dalam hatinya.
“Aku pulang, Lif,” ucap Dara sekali lagi berharap Alif menanggapinya dengan sikap yang lebih baik daripada sebelumnya.
Sadar suaranya terlampau ketus, Alif melembutkan nadanya, “Kalau ada apa-apa hubungi aku.”
“Kalau ada apa-apa aku pasti menghubungi suamiku, bukan orang lain yang jauh sepertimu.”
“Aku tidak sedang bersungguh-sungguh. Aku hanya basa-basi karena tidak tahu bagaimana caraku bersikap seperti yang kau maksud.”
Dara mendadak terenyuh. Apa yang baru saja Laif sampaikan seperti tengah menyiratkan sesuatu. Sesungguhnya Dara tidak tahu apakah ini memang demikian atau hanya perasaannya saja. Alif yang ia kenal memang misterius. Dia adalah orang yang sulit ditebak, kedalamannya sulit di selami, dan sangat pandai menyembunyikan sesuatu.
Ah, tetapi apa pun itu—setahunya dia tidak pernah mempunyai masalah dengan pria ini. Sikap yang biasa Alif tunjukkan memang demikian adanya. Dia adalah pria yang aneh, cuek dan tidak terlalu peduli. Sangat berbeda dengan saudara laki-lakinya yang bernama Yudha.
Usai Dara turun meninggalkannya, Alif langsung memutar kembali badan mobil dan meninggalkan tempat itu.
“Rumahmu itu lagi berantakan begini, kok kamu malah pergi?” tanya Bu Ratna ketika Dara baru saja sampai di depan pintu.
“Vita sudah mau pulang, Bu. Jadi Dara harus menemuinya,” Dara menjawab seraya meletakkan tasnya. Dia memandang ke sekeliling, ruang tamu ini sudah jauh lebih rapi dan indah daripada sebelumnya karena baru saja dilengkapi dengan berbagai fasilitas—juga pemasangan wallpaper dinding yang menawan dan sejuk di mata.
“Jangan pergi-pergi dulu, ya. Ibu sama bapak mau pulang nanti tidak ada yang mengurus makanan untuk suamimu, untuk tamu juga.”
“Iya, Bu.”
Tatkala semua orang telah pergi, Dara langsung membereskan lantai kotor bekas kerja mereka. Tubuhnya yang terasa lelah dan tidak nyaman membuatnya wara-wiri berhenti, sehingga menjadi perhatian suaminya yang pada saat itu diam-diam mengawasinya.
“Jangan dipaksakan kalau kamu capek,” katanya merebut gagang pel yang sedang Dara pegang.
Dara menggeleng kemudian kembali merebut benda itu dari tangan suaminya, “No, sama sekali tidak capek, Mas Chan. Aku hanya sedang tidak nyaman di—” hampir saja Dara keceplosan untuk menyebut keluhan itu secara gamblang. “Kakiku, ya—kakiku karena kemarin aku berdiri memakai heels seharian.”
“Berarti kamu butuh bantuanku untuk memijat kakimu, begitu?”
“Eh, tidak usah,” tolak Dara namun tidak dipedulikannya. Pria itu membawanya ke atas sofa, menaikkan kakinya ke atas pangkuannya sendiri dan melakukan apa yang menjadi kehendaknya.
Dara terlena diperlakukan sedemikian lembut sehingga wanita itu menarik prianya untuk maju lebih dekat. Lantas menghadiahi kecupan singkat di bibirnya. “Aku mencintaimu Mas Chandra,” ujarnya setelah itu.
“Apalagi aku,” Chandra membalasnya. “Aku lebih mencintaimu.”
Dara tersenyum. Karena kata cinta membuatnya lebih tenang.
“Setiap bahtera rumah tangga pasti akan menemukan sejumlah persoalan masalah ....”
“Itu sudah pasti.”
“Apa pun yang terjadi nanti, aku harap Mas Candra akan selalu ada disisiku,” ucap Dara mengisyaratkan sesuatu padanya. Dia hanya ingin tahu sejauh mana Chandra mencintainya.
“Terbalik, akulah seorang suami. Peran paling besar dalam keluarga kita. Akulah yang nanti akan memintamu untuk selalu disisiku, mendukungku dalam setiap keputusan besar yang akan aku ambil.”
“Aku mencintaimu apa adanya, Mas Chandra. Bukan kamu tampan, mapan atau kamu masih bujangan. Aku harap, Mas Chandra pun demikian. Menerima apa adanya aku.”
Namun Chandra tetap tidak mengerti apa yang Dara maksudkan. “Kalau tidak menerima apa adanya, pasti aku sudah menikahi gadis lain yang lebih kaya, lebih cantik hmm?” Chandra mencubit kecil hidung Dara. “Aku mencintaimu, Ra. Apa penantianku selama hampir empat tahun itu masih belum cukup membuktikan bahwa aku memang mencintaimu?”
Dara mengangguk. Selebar apa pun dia menjelaskan, Chandra tidak akan pernah bisa mengerti apa yang terjadi padanya sebelum dia mendapatinya sendiri. Dara hanya berharap Chandra tidak akan menyadari hal tersebut jika mereka melakukan ibadah pertamanya.
Tentang perawan atau tidak, Dara pikir hanya lelaki yang sudah pernah menikah yang bisa merasakannya. Setahu Dara, Chandra belum pernah menikah dengan wanita mana pun. Jadi kemungkinan besar, dia akan selamat dari perkara tersebut. Dara meyakinkan diri.
Tidak ada yang menduga dari mana jodoh akan datang. Tetapi jika dia mengingat kembali pertemuannya dengan Chandra adalah karena orang tuanya.
Awalnya Dara menolak. Pun dengan orang tuanya yang membebaskannya memilih jalan lain. Alasannya sederhana, selain karena Dara tidak menyukai lelaki yang dijodohkan padanya, dia mengingat masih ada cita-cita yang belum tersampaikan.
Namun dengan tanpa kejelasan hati, Dara menjalani saja hubungan mereka seperti air mengalir, hingga suatu waktu Chandra malah justru mendekatinya secara serius. Dara menduga, Chandra telah lebih dulu memendam perasaan sebelum dirinya.
“Apa kamu sudah punya pacar?” tanya Chandra pada waktu itu.
Dara menggeleng. Sebetulnya dia memang tidak mempunyai hubungan dengan pria mana pun meski tengah dekat dengan seorang lelaki. Seorang sahabat yang mempertemukannya. Ya, lelaki itu bernama Alif.
Tetapi karena kemasan pria itu playboy, membuat Dara tak yakin akan bisa menjalani hubungan lebih serius dengannya. Lagi pula, Alif juga tidak pernah mengatakan apa-apa kepadanya selain menganggapnya teman biasa. Dia pikir Alif hanya akan mempermainkannya seperti yang dia lakukan terhadap perempuan-perempuan lain.
“Kita bisa mencoba untuk menjalaninya lebih dulu. Jika memang nanti tetap tidak ada kecocokan di antara kita—kita bisa berhenti,” kata Chandra lagi menatap penuh harap. Sorot mata lembut menjenguknya dan membuatnya tenggelam dalam ketulusan pria itu.
Tak bisa dipungkiri, Chandra juga mempunyai pesona luar biasa. Hingga tanpa disadari, kepala itu mengangguk dan tersenyum. “Ya, kita akan mencobanya,” jawabnya kemudian yang membawanya kepada jalan selanjutnya meski harus menunggu lama karena Dara tetap kukuh meneruskan pendidikannya yang pada awalnya tertunda karena biaya.
Tetapi hal tak terduga datang pada saat hari pernikahan akan dilaksanakan. Alif mendatanginya dan mengatakan sesuatu yang sempat membuatnya jungkir balik.
“Aku ingin menikahimu,” ucapnya dengan lantang tanpa pengakuan apa-apa.
Apa dia sedang mimpi? Mabuk? Atau barangkali baru saja terkena benturan keras di kepala sehingga dia mendadak mempunyai kelakuan agak belok?
Dara yang pada saat itu terkejut langsung menjawab dengan suara mengentak, “Menikahiku? Apa aku tidak salah dengar?”
Entah apa yang dipikirkan Alif pada saat itu. Namun Dara sempat melihat raut wajah Alif berubah menjadi aneh.
“Jangan bercanda, aku sudah mau menikah.”
Alif tidak menampakkan mukanya lagi, dia memalingkan wajahnya dan tersenyum miring. “Ya aku hanya bercanda,” katanya yang kemudian berbalik badan dan meninggalkannya.
Bukankah kelakuan semacam ini adalah semacam kelakuan orang gila?
Pada pertemuan-pertemuan selanjutnya pun, Alif tidak berkata apa-apa lagi sehingga Dara mengira bahwa pada saat itu Alif memang benar-benar sedang bercanda.
***
To be continued.
Tengkyu buat fans Yudha&Vita ❤😙 Dia nyumbang vote banyak bgt.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Aurora
Alif pelakunya mungkin
2024-06-06
0
Lela Lela
Alif orang aneh
2023-01-25
0
teti kurniawati
sudah aku tambahkan di favorit ya☺
2023-01-03
0