Hubungan tanpa status itu berjalan lancar, walaupun hubungan mereka tidak sama seperti gaya pacaran anak muda zaman now, namun mereka masih saling memberi perhatian via telepon atau SMS. Sering juga mereka bercanda via telepon, “Loh...kok masih panggil mamang? Kan aku bukan tukang bakso, ia kan?” goda Rahman dalam teleponnya, “Nana harus panggil apa? Kan memang sudah mamang-mamang alias om om”. Ujar Nana membalas Rahman. “Tapi kan aku duren, panggil mas terdengar lebih berwibawa”. Timpal Rahman. “Hmmm.... ada ya...om om minta dipanggil mas. Tapi Keren juga sih”. Jawab Nana dengan suara manja. Seperti itulah gaya mereka berkomunikasi, mereka tidak pernah jalan berdua, mereka lebih memilih untuk selalu bertiga dengan Maya kemanapun mereka pergi.
Mereka paham bahwa usia mereka sudah tidak pantas lagi berpacaran seperti anak muda. kedekatan mereka membuat Nana sangat enjoy dan menghargai segala sikap Rahman yang berwibawa dan sangat mengatur hidup Nana, mungkin karena usia mereka terpaut jauh, selain itu Rahman yang pernah menikahpun seperti sudah
tahu betul bagaimana cara mencintai perempuan dengan tidak merendahkannya.
Nana berharap hubungan tanpa status mereka akan berakhir baik. Kedewasaan dan keromantisan Rahman yang selalu menjadi alarm setiap sepertiga malam dan mengingatkan Nana untuk sholat tahajud, selalu mengingatkan Nana sholat tepat waktu, membuat Nana semakin kagum dan terpesona pada duren itu. Rahman selalu on time disepertiga malam hanya untuk menelepon Nana untuk sholat, dan itu menjadi ciri khas tersendiri dan menjadikan dirinya cowok paling romantis yang pernah Nana kenal.
Malam itu Nana sakit, badannya lemas dan demam tinggi. Maya teman kos Nana sangat panik karena jam yang menempel pada dinding kamar mereka tepat jam 1.00 dini hari. Maya tidak bisa membawa Nana ke klinik yang berada di ujung jalan kos an mereka. Maya hanya dapat mengompres Nana sambil menunggu pagi tiba. Usaha Maya tidak sia-sia, paling tidak kompresan Maya membuat panas suhu tubuh Nana berkurang sehingga Nana bisa bertahan sampai pagi. Maya tidak tega jika harus meninggalkan Nana sendirian di kamar kos, namun Maya juga tidak dapat bolos kerja karena minggu lalu dia sudah bolos akibat kesiangan, dengan segera Maya memberi kabar pada Rahman agar Rahman membawa Nana ke rumah sakit.
Rahman begitu sayang pada Nana, dia membawa Nana ke rumah sakit agar bisa dipantau, karena Rahman yang juga bekerja sebagai supervisor di perusahaan asing membuatnya sangat sibuk. Kesibukan Rahman tidak menjadi alasan untuk tidak merawat dan menjaga Nana selama Nana sakit. Hasil lab menyatakan bahwa Nana positif demam berdarah yang mengharuskan Nana untuk dirawat beberapa hari di rumah sakit sampai kondisi Nana benar-benar pulih.
Dengan penuh kasih sayang dan sabar, Rahman merawat Nana, menemani bergantian dengan Maya. Bahkan sering terlihat Rahman membawa pekerjaannya ke rumah sakit dan diselesaikan disana sambil menunggu Nana. Perlakuan Rahman terhadap Nana membuat Nana mantap untuk menikah dengan duda keren itu. “Mas.... “ suara Nana terdengar lirih memanggil Rahman. “Hei....butuh sesuatu biar aku ambilkan”. Rahman yang sedang asik mengerjakan pekerjaannya menghampiri Nana. Nana Tahu bahwa Rahman suka pada Nana, hubungan mereka selama ini memang tanpa status namun Nan yakin betul ada cinta diantara mereka. “Nana hanya butuh sosok seorang Imam dalam kehidupan Nana, Nana ingin menikah dengan laki-laki yang mencintai dan menerima semua kekurangan Nana”. Spontan Nana mengatakan demikian.
Mendengar perkataan Nana, Rahman terkejut. Tak disangka, Rahman yang dari dulu ingin menghalalkan Nana ternyata lampu hijau sudah berada didepannya. “Jika Imam yang kamu ingin kan itu aku, Kamu siap menerima Na, menerima status ku?” tanya Rahman dengan penuh rasa gembira. Nana mengangguk-anggukan kepalanya memberi isyarat bahwa dia siap mendampingi Rahman. Rahman melakukan sujud syukur dihadapan Nana saat itu juga dan Rahman berjanji akan menemui keluarga Nana dan melamar Nana.
Beberapa hari setelah Nana sembuh, Rahman menemui orang tua Nana. Menepati janji yang diaucapkan ketika di rumah sakit. Ibu Nana terkejut karena sejak kejadian satu tahun lalu, ibu Nana sudah tidak lagi membahas soal teman laki-laki, bahkan tidak lagi membahas pernikahan. Mimpi ibu Nana sudah pupus oleh vonis dokter waktu itu. Sampai pada akhirnya, Nana berani kembali dan membawa Rahman menemui orang tuanya. Kedatangan Rahman disambut baik oleh keluarga Nana, ibu Nana sepertinya suka dan cocok pada Rahman. Status duda bagi keluarga Nana tidaklah penting, yang terpenting adalah laki-laki itu baik, sholeh, sayang itu sudah lebih dari
cukup. Lebih-lebih laki-laki itu dapat menerima Nana apa adanya.
“Na....kamu yakin dengan Rahman? Kelihatannya dia laki-laki baik, ibu suka dengannya”. Tanya ibu pada Nana. “Insya Allah Nana siap dan yakin bu”. Jawab Nana. Ibu diam sejenak seakan berpikir dan ingat tentang vonis dokter terhadap Nana. “Apakah kamu sudah cerita soal MRKH itu pada Rahman, ibu tidak mausuatu saat nanti suami mu kecewa karena kebohongan mu”. Tanya ibu mengingatkan Nana. “Nana takut bu, Nana sudah terlanjur sayang dengan mas Rahman. Nana takut, dia meninggalkan Nana ketika dia tau bahwa Nana cacat”. Jawab Nana dengan nada sedih karena dari awal Nana kenal Rahman, Nana tidak pernah mengatakan tentang dirinya itu. Nana malu dan takut jika di tolak oleh Rahman. “Sebaiknya kamu bilang yang sebenarnya pada Rahman, kasian dia nak....biarlah Allah yang menjadi penentu atas niat baik kalian”. Ibu kembali mengingatkan Nana karena ibunya tidak ingin Nana terjebak dalam cinta sehingga dia menutupi kebenaran yang akan menjadi boomerang dalam
dirinya sendiri.
Nana memikirkan semua perkataan ibunya, Nana belum berani berkata jujur. Nana sedang merasakan indahnya jatuh cinta, indahnya dicintai dan mencintai, Nana tidak ingin cerita cintanya menjadi sebuah mimpi. Nana terus belajar memberanikan diri untuk bicara jujur pada Rahman, rasa takut yang ia alami membuat dia sulit untuk mengakui kebenarannya, membuat ia takut menerima kenyataan. Ketakutan Nana terpancar pada wajah bersih nya, wajah bersih itu tidak lagi menunjukan senyuman manis, sapaan hangat bahkan mata hitam Nana seperti menyembunyikan sesuatu. Rahman merasa aneh dengan itu, biasanya ketika Rahman datang, selalu disambut dengan senyum manis dari bibir titpisnya, tatapan mata hitam Nanapun sungguh berbeda, tidak terlihat ada cinta didalamnya.
“Ada yang salah dengan ku?” tanya Rahman penuh curiga. “Bukankah seharusnya kamu bahagia setelah aku melamar mu?” Rahman melanjutkan perkataannya seakan memaksa Nana untuk bicara. “Aku.....aku.....aku mandul mas. Aku tidak sempurna, aku cacat, aku tidak bisa menikah dengan mu. Aku juga selalu menutupi semua kekuranganku karena aku takut kamu akan meninggalkan ku”. Jawab Nana yang sama sekali tidak berani menatap
Rahman. Maya yang saat itu mendengar perkataan Nana kaget dan langsung memeluk nana dengan erat, Maya tahu sahabatnya sangat terpukul dan butuh semangat. Rahman tidak berkata-kata, Rahman tidak percaya dengan semua yang diucapkan Nana. Dia membawa Nana kebeberapa rumah sakit untuk meyakinkan bahwa apa yang
dikatakan Nana benar.
Jika dalam sebuah lagu dangdut ada tujuh sumur, maka dalam hidup Nana ada tujuh rumah sakit yang mereka datangi dan hasilnya sama. Rahman sangat kecewa dan sedih, dia bingung disaat keseriusannya akan segera terbukti dalam janji suci namun berita pahitpun menjadi pelangi tanpa warna dalam hubungan mereka. Rahman yang dulu sudah begitu mantap dengan Nana, kini menjadi ragu dan bimbang, Rahman sayang dengan
Nana namun apakah Rahman siap menikah dengan perempuan cacat seperti Nana. Rahman meminta waktu pada Nana untuk menenagkan diri dan berjanji akan kembali setelah Rahman memantapkan hatinya.
Hari berganti bulan namun tidak ada kabar dari Rahman, Nana masih menaruh harapan pada Rahman dan memegang janji Rahman waktu itu. Tapi ada satu kabarpun yang ia terima. Nana sering bertanya pada Maya, akan tetapi Maya selalu berkata tidak tahu. Ibu Nana selalu bertanya tentang kelanjutan hubungan mereka, namun Nana belum bisa memastikan karena Rahman tak kunjung memberi kabar. Nana berharap pada sebuah penantian panjang, hatinya mulai rapuh dan merasa dipermainkan. “Apakah Rahman hanya sebatas
mimpi?” Tanya Nana dalam hati.
Penantian Nana sudah hampir enam bulan, sampai pada akhirnya Nana menerima berita bahwa Rahman kembali pada mantan istrinya. Rahman yang dulu merupakan laki-laki seperti dewa bagi Nana, baik, penyayang, perhatian kini jauh berubah. Dia meninggalkan Nana dengan sebuah janji, janji yang menjadi penantian panjang bagi Nana. Tak ada kata berpisah yang terucap dari Rahman, kabar itu sampai kekeluarga Nana. Ibu Nana terpukul dan sangat sedih dengan perlakuan Rahman terhadap putri sulungnya. Sehingga membuat ibu Nana jatuh sakit karena malu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
chonurv
keren ya ada yang bangunin te Ngah malam buat tahajud
2020-09-18
1
Lilis Suryani
terharu
2020-06-24
0
Ainun Nabilah
semangat terus
2020-06-24
0