Sarah dan Rama, bergegas pergi menuju kamar hotel F121, dimana keponakannya itu berada. Mereka cukup khawatir saat mendengar suara tangisan Greya tadi.
Ting ....
Pintu lift terbuka, mereka pun bergegas keluar dari dalam lift yang baru saja mereka tumpangi dan segera pergi mencari kamar Grey.
Begitu mereka mendapati kamarnya, mereka berdua merasa begitu aneh, saat melihat kunci kartu kamar, yang tergeletak di bawah pintu.
“Loh, kenapa kuncinya ada di luar?” gumam Sarah langsung mengambil kartu tersebut, dan memasukkannya ke dalam sensor kunci pintu, hingga sensor pintu berbunyi dan pintu dapat dibuka.
Sarah langsung membuka pintu kamar tersebut, dan betapa terkejutnya Sarah dengan Rama, saat sepasang mata mereka mendapati Grey dalam keadaan yang jauh dari biasanya. Wanita itu yang tengah menangis di tengah ranjang, dengan selimut putih yang menutupi seluruh tubuhnya hingga leher dan rambut yang terurai tidak berkerudung.
Grey semakin mengencangkan tangisannya, begitu melihat tante dan omnya datang.
“Grey! Apa yang terjadi?” pekik Sarah dan Rama secara bersamaan, langsung masuk dan menutup pintu rapat-rapat, lalu duduk di dekat Grey.
“Tante ....” Grey kembali mengeraskan isak tangisnya, dengan kedua matanya yang semakin sembab memerah, merasakan kembali perasaannya yang sudah hancur diporak-porandakan oleh kekejaman Aryo padanya.
Rama mengitari sekeliling tempat tidur. Kedua matanya membelalak sempurna saat ia melihat noda merah segar yang ada di atas ranjang.
“Darah apa itu, Gey?” tanya Rama dengan nada suaranya yang tak ramah.
Anggreya mendongak, menatap kedua netra omnya dengan sendu. “Om a-aku ....” Anggreya tidak kuasa menceritakan kejadian yang menimpanya, karena dengan hanya mengingatnya saja, dadanya kembali sesak dan tenggorokannya terasa tercekat. Ia pun hanya bisa melelehkan tangisannya tanpa sepatah kata.
Sarah menatapnya penuh iba, sekaligus heran. “Anggreya, apa yang terjadi kepadamu? Jawablah, kami khawatir, Grey,” tanya Tantenya masih dengan nada suara yang terdengar lembut.
“Tante ... A-Aryo, Tan,” ucapnya terbata-bata seraya sesenggukkan, tak sanggup melanjutkan perkataannya.
“Aryo?" Sarah mengernyit heran. "Ada apa dengan Aryo?” tanyanya semakin bingung.
Grey tak bisa menjawabnya, ia hanya bisa menangis menahan sakit dan perih yang dialaminya, sakit di lubuk hatinya dan perih di jiwanya. Air matanya kian membanjiri wajah ayunya, ketika bayangan dirinya bersama Aryo kembali terlintas di benaknya.
“Apa dia datang menemuimu, Grey?!” tanya Rama dengan suaranya yang semakin meninggi.
Grey masih sesenggukkan, perlahan ia menganggukan kepalanya, sebagai jawaban.
“Apa dia masuk ke kamar ini?” Lagi-lagi Grey membalas dengan anggukkan.
Kedua mata Rama dan Sarah semakin membulat sempurna, sejenak mereka saling beradu pandang.
“Kenapa bisa? ... Apa yang dia lakukan kepadamu, Grey?!” Yura masih menunduk tak menjawab.
Rama mengepalkan kedua tangannya, dan mengerti akan diamnya Grey.
“Apa darah ini adalah milikmu?! Jawab Om, Grey, jawab!” Rama begitu emosi, terlihat dengan jelas kedua matanya yang memerah menahan amarah, pun rahangnya yang kian mengeras serta kedua tangannya yang mengepal erat menggantung di udara.
Grey terdiam, ia benar-benar begitu takut melihat amarah omnya tersebut. Rama langsung memegang kedua bahu Grey, mengguncangnya cukup kencang, sambil terus memintai jawaban sebenarnya kepada keponakannya itu.
“Jawab Om, Grey! Jawab!"
"Apa dia menodaimu?!” teriak Rama semakin emosi, Sarah mencoba menenangkannya dan menjauh suaminya tersebut dari Grey.
Kedua bibir Grey bergetar ketakutan. “I-iya Om, di-dia sudah merenggut keperawananku, aku tak tahu kenapa dia tiba-tiba bisa masuk ke kamar ini. Aku ti—” suaranya tercekat, seiring dengan dadanya yang semakin terasa sesak. Grey sudah tak mampu berkata-kata lagi, lidahnya terasa lumpuh, begitu pun dengan bibirnya yang terasa berat untuk berkata.
“Dasar berandal tak tahu diri! Berani-beraninya dia menodai keponakanku, dasar brengsek!" Rama terus mengumpat kesal "Lihat saja kau Aryo! Aku tidak akan segan untuk membunuhmu dengan kedua tanganku sendiri!” Rama memukulkan kepalan tangan kanannya ke dinding kamar. Ia benar-benar begitu emosi mengetahui semua hal ini.
“Sayang ... tenanglah, jangan melukai tanganmu seperti ini,” pinta Sarah menarik tubuh Rama dan menjauhkannya dari tembok.
“Tante, bagaimana ini? Apa yang harus aku katakan kepada keluarga Aronsky? Apa yang harus aku katakan kepada suamiku nanti?” tanya Grey lirih, dengan rasa takut dan panik yang menyerang pikirannya.
“Diam! Jangan sampai masalah ini terdengar di telinga keluarga Aronsky!” tegas Rama menatap Grey dengan tatapan penuh ancaman.
“T-tapi, Om a-ak—”
“Diam! Om bilang jangan! Ya jangan!” tegasnya kembali memelototkan kedua matanya. Grey meringkus diri, semakin menunduk takut, mendengar seruan omnya.
“Om, tapi aku—”
Lagi dan lagi, Grey belum menyelesaikan ucapannya, Rama terlebih dahulu memotongnya, padahal Rama belum tahu hal apa yang akan dikatakan oleh keponakannya itu.
“Kau ini budeg atau apa hah! Apa kau ingin pernikahanmu batal karena hal ini hah?" Grey menggeleng pelan, lalu mengangguk seolah ia bingung harus menjawab apa.
"A-aku tidak ingin membatalkan pernikahan ini, tapi bukankah lebih baik aku jujur dari sekarang saja?" lirih Grey, mencoba mengutarakan pemikirannya sendiri.
Rama langsung memelototkan matanya, mendengar pernyataan bodoh dari keponakannya tersebut. “Di mana otakmu hah?! Kalau kau benar-benar tidak ingin pernikahan ini dibatalkan, seharusnya kau tidak punya pemikiran seperti itu, Grey!"
"Ingat! Jangan pernah sekali-kali kamu memberitahukan masalah ini kepada keluarga Aronsky! Atau ... jika kau melakukannya, kau harus siap om jual kepada lelaki tua renterir yang selalu mengejar kita, apa kau mau itu, Grey?!" Rama menjadi semakin emosi.
Grey menggeleng pelan, karena jujur saja, keluarga mereka memang selalu menjadi buroan para renterir, bahkan Grey pun sempat dijadikan sebagai jaminan kalau omnya tidak bisa membayar hutang maka Grey yang harus ikut dengan mereka sebagai bayarannya.
Sarah yang tidak ingin suaminya marah-marah kepada Grey, ia pun ikut untuk menasehati keponakannya itu. “Rahasiakan masalah ini dari siapa pun, Grey. Dan sembunyikan semua masalah ini rapat-rapat, jangan sampai terbongkar. Meski pun kau nanti sudah menikah dengan putra sulung keluarga Aronsky, kau harus tetap tutup mulut akan semua peristiwa ini. Kau mengerti, Grey?" tanya Sarah. Grey pun mengangguk paham.
“Yakin, kau paham dengan perkataan Tantemu ini, Grey?!” Rama memelotokan kedua matanya ke arah Grey, bertanya tapi seolah memberikan tekanan.
Grey yang menatapnya ketakutan, ia hanya bisa mengangguk pelan, sebagai jawaban. Meski di dalam hatinya ia benar-benar menolak akan perintah pamannya itu. Karena ia tak tega jika harus membohongi keluarga Aronsky yang telah begitu baik dan banyak membantu dirinya.
“Ingat hal ini, Grey! Kalau kau berani macam-macam kepada kami, Tante dan Om, tidak akan segan mengirimmu kepada rentenir tua itu!” tegas Sarah, mewanti-wanti.
Grey hanya bisa mengangguk, mencoba mengerti keinginan om dan tantenya. Padahal di situasi seperti ini, bukan ancaman yang Grey inginkan, melainkan ketenangan dan dukungan. Namun, apalah daya, Grey memang sudah terjebak dalam lingkup keluarga toxic seperti tante dan omnya, yang selalu menyangkut pautkan apapun dengan masalah mereka, dan menjadikan ancaman sebagai hal untuk menakuti Grey.
"Sudah, cepatlah, kau mandi dan beristirahat, nanti, Tante yang akan menyiapkan makan malam untukmu. Jangan pikirkan perlakuan Aryo padamu, fokuslah pada pernikahanmu dengan Wisnu," ucap Sarah sebelum ia dan Rama keluar dari kamar.
"Baik, Tante," jawabnya pelan.
.
.
.
Bersambung....
Gimana? Penasaran gak sama lanjutannya? Ramaikan kolom komentarnya dong hehe.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Hasrie Bakrie
Sabar ya Grey,semua pasti ada hikmahnya 🤗🤗🤗
2022-02-25
0
Eka ELissa
om tante edyaan. .
2022-01-06
0
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
intinya sama aja kmu jual ponakan sendiri utk kepentingan om dan Tante..poor u grey🥺
2022-01-04
0