Noda merah segar tampak berceceran di atas seprai putih yang kusut. Dengan seorang wanita yang tergeletak baru sadar dari pingsannya.
Anggreya merasakan sakit disekujur tubuhnya. Perlahan ia membuka kedua matanya yang terasa berat. Lalu bangun dan terduduk lemas di tengah tempat tidur.
“Aw ... kenapa seluruh tubuhku terasa sakit begini,” gumamnya, memegang kepalanya pelan.
Grey mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Sebelah tangannya mengusap pelan tengkuknya yang terasa pegal, seiring dengan kepalanya yang memutar perlahan. Namun, sesuatu yang dilihatnya membuat ia benar-benar terkejut. Ia baru tersadar kalau tubuhnya kini tengah bertelanjang bulat, tak tertutup oleh sehelai benang apa pun, kecuali selimut putih yang menggulung di ujung kakinya.
Mulutnya menganga, ditutup oleh sebelah tangannya. "Hah? Ap-apa yang sudah terjadi?" lirihnya panik.
Tiba-tiba, ia mengingat akan sebuah kejadian yang membuat dirinya kehilangan kesadaran. “Tidak, i-itu semua pasti mimpi! I-ini tidak nyata 'kan?” Grey melihat kimono putih yang tergeletak begitu saja di lantai. Dan ia pun semakin dikejutkan saat melihat beberapa bercak noda merah yang bertebaran di atas seprainya itu.
Kini Grey semakin ingat, akan kejadian beberapa jam lalu, yang membuat dirinya kesakitan sampai pingsan, tak sadarkan diri. Tiba-tiba, putaran adegan antara dirinya dengan Aryo kembali terbayang jelas di pikirannya. Ia benar-benar tak terima, bahwa apa yang dialaminya tadi benar-benar kejadian nyata.
“Tidak!” Ia langsung berteriak histeris, sambil menjambak kedua sisi rambutnya. Lalu menarik selimut tebal yang ada di ujung kakinya, untuk menutupi tubuhnya yang telanjang.
“Tidak, ini tidak nyata, ini tidak terjadi!” Grey berteriak semakin kencang merasa frustrasi, dengan kedua tangannya yang mengepal dan gergetar hebat, menahan emosi di dada. Rasa dosa pun kian menyelimuti hatinya, sungguh ia benar-benar tidak berdaya melawan kedzoliman yang dilakukan oleh Aryo padanya.
Entah dosa sebesar apa yang sudah ia terima saat ini, Grey tidak bisa membayangkannya.
“Ya Allah, kenapa ini terjadi padaku?" lirihnya, mulai terisak. "Apa salahku ya Allah? Kenapa takdir yang Engkau berikan harus sekejam ini? Kenapa ya Allah? Kenapa?!” teriaknya frustrasi sambil terus menangis histeris.
Ia memeluk kedua lututnya menenggelamkan wajahnya di atas lututnya. Mengingat kejadian dirinya dengan Aryo, ia jadi teringat akan calon suaminya. Bagaimana jika hal ini diketahui oleh suaminya nanti, bagaimana kalau pernikahannya ini batal gara-gara masalah ini, dan bagaimana bisa dirinya hidup dengan merasakan diri yang sudah tidak suci lagi.
Grey benar-benar frustrasi, ia semakin tenggelam dalam rasa sedih dan kekecewaan serta amarah yang menggebu di dadanya. Kenapa bisa Aryo sampai mengotorinya? Kenapa bisa Aryo harus hadir dan merusaknya? Kenapa semua ini harus terjadi? Apa sebenarnya hikmah dari semua kejadian ini? Apakah dengan ini adalah pertanda bahwa Grey harus mundur dari perjodohannya.
Ribuan pertanyaan dan bayangan menakutkan berputar terus menerus, memenuhi isi kepala Grey.
“Ya Allah ... kalau sudah seperti ini, apa yang harus aku lakukan? Bagaimana aku memeprtanggung jawabkan semuanya di hadapan suamiku nanti?” lirihnya merunduk begitu tak berdaya.
Bagaimana bisa ia akan menikah, sedangkan dirinya sudah tak suci lagi. Bagaimana bisa ia bungkam akan masalah ini dan mendzolimi kepercayaan suaminya nanti. Dan kalau suaminya nanti tahu permasalahan ini, apakah dia akan membencinya?
Isak tangin itu pun semakin terdengar keras dan menjadi-jadi. Hatinya benar-benar terasa hancur, semangat hidup pun seolah hilang dari pikirannya. Dan harapan dirinya agar bisa mewujudkan sebuah pernikahan dan rumah tangga impian sepertinya, perlahan terkikis dan bisa saja akan menghilang dari pikirannya.
Selagi meringkih sesenggukkan, tiba-tiba, dering ponsel terdengar dari atas nakas. Membuat Grey harus menoleh ke arah sumber suara. Kedua matanya tampak begitu sembab, hidungnya sangat merah, dan pipinya yang lengket karena terkena air mata terus-terusan selama satu jam ini.
Dengan terpaksa ia menggeser tubuhnya yang lemah itu mendekati nakas, sebelah tangannya kini meraih benda pipih berwarna putih yang terus menggelepar-gelepar di atas nakas itu.
Setelah berhasil menggulir ikon berwarna hijau di layar ponselnya, terdengar suara dari tantenya. “Hallo Grey."
“Tante ....” Suara Yura terdengar bergetar, ia kembali teringat akan tragedi dirinya dengan Aryo, dan semakin membuatnya tak bisa menahan tangisannya.
“Grey, kamu kenapa? Kenapa kamu menangis, apa sesuatu terjadi kepadamu?” tanya tantenya di sebrang sana, suaranya terdengar begitu panik.
“Tante ....” Mulut Grey terkatup, seiring dengan rasa sesak yang kian menyeruak di dada. Ia tidak bisa berkata-kata, demi mengingat perlakuan gila Aryo kepadanya.
“Grey! Apa yang terjadi?! Kenapaa kamu menangis, cepat katakan ada apa sebenarnya ini?!” suara tantenya semakin terdengar khawatir. Namun, tak ada jawaban dari Grey, selain suara isak tangis yang terdengar semakin memberat.
“Grey!"
"Grey!"
Tidak ada tanggapan atau kata-kata dari Grey. Suara wanita itu masih terdengar sesenggukkan.
"Katakan, di mana kamu sekarang, Grey!"
Dengan sesak yang kian menyeruak di dada, dan tenggorokan yang seolah tercekat menahan suaranya. Dengan sekuat tenaga Grey harus berbicara pada tantenya. "Kamar ho-hotel ... F121,” jawabnya tersendat karena senggukkan tangisnya.
“Jangan pergi ke mana-mana, Tante akan ke sana sekarang juga.”
Tut ... tut ... tut
Sambungan telepon pun terputus.
.
.
.
Bersambung....
Maaf ya uploadnya telat dan cuma bisa sedikit, authornya lagi sakit, insyallah nanti upload lagi. Jangan lupa dukungan like, komen dan votenya ya mentemen. Selamat tahun baru 2022 juga buat kita semuanya, semoga di tahun 2022 kita semua menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Dan semoga kebahagiian selalu menyertai kita semua. Aamiin
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Alizabeth
ya Allah greyyy salahkan sana authormu
2022-01-07
0
Umma Amyra
Syafakillah kak dela
2022-01-04
0