Dinda memantapkan dirinya untuk mengikhlaskan semuanya. Benar yang di katakan Dimas, dia tidak boleh menyalahkan siapa-siapa walaupun hatinya terluka. Dan pesan terakhir Dimas adalah mendonorkan jantungnya. Bahkan dalam detik-detik terakhirnya dia masih bisa untuk membantu orang lain. Begitu mulia hatinya. Sudah semestinya Dinda bangga pernah berdampingan dengannya.
"Sepertinya Bapak dan Ibu harus mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dinda. Karena Ibu Dinda setuju untuk mendonorkan jantung almarhum suaminya dan kami akan segera memeriksa kondisi jantung tersebut. Kalau begitu saya permisi dulu", dokter Ridwan pun bergegas pergi mempersiapkan semua yang di perlukan.
" Nak, terima kasih banyak... ", Retno ibu dari pasien memeluk Dinda dengan kuat sambil menangis.
Dinda membalas pelukan itu dan ikut meneteskan air matanya. Di depannya seorang ayah ikut menangis bahagia. Walaupun belum pasti namun, ada perasaan yakin dalam hatinya.
" Nak, apakah kamu sudah memberi tahu orang tua suamimu?" tanya Barra sedikit cemas.
" Almarhum suami saya yatim piatu. Sudah tiga tahun dan saya juga tidak tau keluarga yang lainnya. Yang saya tau mereka merantau ke Jakarta", jelas Dinda sedih.
"Bagaimana dengan kamu sayang? Kamu benar-benar ikhlas?", tanya Retno menatap mata Dinda yang sembab.
" Mungkin ini jalan Allah untuk menyembuhkan anak ibu dan bapak. Dan mungkin suami saya mendengar ada yang membutuhkan donor jantung saat itu. Makanya dia, meminta saya untuk mendonorkan jantungnya untuk pasien di rumah sakit ini. Jadi, saya hanya menjalankan tugas saya untuk melakukan amanah terakhirnya. Dan demi Allah saya.. saya ikhlas.... saya permisi... ", Dinda cepat-cepat pergi dari mereka saat dia tahu rasanya ingin meledak tidak kuat menahan gejolak di hatinya yang begitu terasa sesak dan sangat sakit.
Kedua suami istri itu menatap nanar pada Dinda. Ada perasaan tidak tega.
" Bagaimana ini pa? Kita belum sempat menanyakan imbalan untuknya", Retno merasa tidak enak.
"Kita tunggu saja Ma, jika dia kembali ke sini baru kita tanya lagi. Sepertinya dia butuh waktu Ma", Barra menenangkan istrinya.
Keesokan paginya, Dokter Ridwan memberi kabar bahagia kepada orang tua pasiennya jika jantung itu cocok dengan anak mereka. Ia pun menjadwalkan operasi untuk anak mereka dan akan memeriksa kondisinya.
Sangking senangnya, mereka lupa dengan Dinda. Mereka lupa untuk menemui Dinda lagi. Mereka terus berada di ruangan menciumi tangan anak mereka.
Dinda juga sudah mendapatkan kabar tersebut dari Dokter Ridwan. Dinda mendatangi ruangan itu melihat kebahagiaan di sana. Dinda bersyukur karena di saat terakhir suaminya, dia masih bisa membahagiakan orang lain.
Dinda akan keluar dari Rumah Sakit itu untuk memakamkan suaminya. Di rumah sewanya sudah ada kedua orang tua Dinda dan beberapa tetangga yang menunggu kedatangannya.
Saat turun dari ambulan Dinda langsung memeluk sang ibunda. Mirna dan Anas langsung menenangkan Dinda.
Tidak lama kemudian, jenazah suaminya sudah siap untuk di Sholat kan. Terlihat begitu ramai sekali yang ikut menyolatkan. Mengingat Dimas adalah orang yang baik, lembut dan sering membantu tetangganya.
Setelah itu saatnya jenazah untuk dimakamkan. Dinda memilih untuk tidak ikut. Karena ia tahu, ia tidak akan kuat melihat jenazah suaminya di ke bumikan. Dinda tak henti menangis di pangkuan ibunya.
Sementara di tempat lain, Barra baru tersadar harus segera menemui Dinda.
"Ma, ayo kita temui Dinda sebelum terlambat", Barra menyadarkan istrinya.
" Astaghfirullah, iya Pa".
Mereka pun bergegas menuju ruang pemulihan. Karena terakhir kali mereka tau almarhum suami Dinda ada di sana. Namun, saat mereka bertanya pada suster yang menjaga di sana, suster itu menjelaskan bahwa jenazah sudah di bawa pulang.
Betapa terkejutnya mereka saat tau Dinda sudah tidak di rumah sakit itu lagi. Bagaimana cara mereka memberikan imbalan pada Dinda sekarang? Barra langsung pergi ke resepsionis untuk meminta alamat Dinda. Sedangkan Retno, tetap berjaga di ruangan anaknya.
"Permisi suster", ucap Barra sopan.
" Ya Pak, ada yang bisa dibantu?"
"Em.., begini sus, saya boleh minta alamat pasien yang bernama.... ", seketika Barra bingung karena ia tidak tau nama suami Dinda.
" Pak?", panggil suster itu.
"Eh, maaf sus saya permisi dulu", Barra hendak pergi.
" Tapi, maaf Pak. Jika tadi bapak ingin meminta alamat pasien di sini kami tidak bisa bantu Pak."
Seketika wajah Barra tampak lesu. Ia pun pergi kembali ke ruangan anaknya.
Klek.
Retno melihat orang yang baru saja masuk dangan wajah sedih.
"Gimana Pa? Ada kan alamatnya?"
"Papa gak tau nama suaminya Dinda. Lagi pula pihak rumah sakit tidak bisa memberi tahukan alamat pasien."
"Hah..., Mama juga gak tau siapa nama Suami Dinda. Oh, ya pa, tadi dokter udah cek keadaan Agra. Dan dokter bilang Agra sudah bisa di operasi besok pagi."
"Alhamdulillah. Semoga berjalan lancar semuanya ya Ma".
" Amin."
***
Malam ini terasa sangat lama bagi Dinda. Bagaimana tidak? Malam ini begitu sepi. Walaupun kedua orang tuanya bersamanya namun, tetap ada yang kurang rasanya.
Malam mendung tanpa berangin, menambah kesunyian. Malam-malam yang hangat penuh canda dan tawa sekejap telah sirna. Malam yang biasa mereka nikmati berdua kini hanya Dinda seorang. Bahkan tidak ada lagi secangkir kopi panas dan cemilan di meja ini lagi.
Dinda tidak bisa tidur karena pikirannya terus mengenang kebersamaan dirinya dan Dimas. Ia duduk di teras sendirian menatap sayu ke depan.
"Dinda, jangan melamun gitu dong", tegur mama Mirna.
"Dinda gak melamun Ma, Dinda ngantuk tapi gak bisa tidur", ucap Dinda menatap mamanya sambil memaksakan tersenyum.
Sungguh ia juga tidak ingin orang tuanya melihat kesedihannya.
" Kalau gitu di dalam aja, mama temenin ya. Ini udah tengah malam loh sayang".
"Sebentar lagi ya ma".
" Oh ya, kamu mau kan ikut mama pulang? Mama khawatir kalau kamu sendirian di sini."
Dinda mengangguk lalu memeluk mamanya. Tak bisa di bendung lagi, Dinda menangis dalam pelukan mamanya. Ia menangis sampai tersedu-sedu sungguh Dinda tidak bisa lagi menahannya.
Walaupun dunia rasanya sudah runtuh, hati telah hancur namun, tidak etis rasanya membuat orang tuanya ikut bersedih. Sebagai seorang anak, Dinda adalah anak yang selalu nurut apa kata orang tuanya. Terlebih lagi Mamanya selalu berkata lembut padanya dan papanya yang selalu menyemangatinya.
Hidupnya penuh keberuntungan dan ia selalu bersyukur. Hanya karena satu musibah dan masalah ia tidak harus melupakan membahagiakan orang-orang yang dicintainya dan mencintainya.
Hati akan rapuh jika kita rendam dengan kesedihan dan duka. Tapi, hati bisa menjadi kuat jika kita lapisi dengan Cinta. Hati yang kuat bisa menumbuhkan semangat baru dan akan sejalan dengan positif thinking.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
@Kristin
Jika Tuhan mengijinkan aku tidak mau merasakan kehilangan seperti ini. biar lah aku yang mendahului mereka agar aku tak pernah merasakan hal yang tersedih seperti yg Dinda alami.
2022-09-16
1
@Kristin
yang sabar ya Dinda 💪
2022-09-16
0
🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻
Ry pernah berada di posisi Dinda
Kehilangan org yg kita sayanggi itu berat
Time Travel Lia mampir
2022-09-04
1