"AAAAAA... PAIT PAIT PAIT, HANTU!"
Zia memejamkan mata, dengan kedua tangan bergerak mengusir mahluk halus yang berada tidak jauh dari tempatnya berada. Sesosok hantu bertelanjang dada, dengan hanya memakai celana panjang berwarna hitam. Makhluk halus paling tampan yang pernah Zia lihat. Bertubuh tinggi atletis dengan perut membentuk kotak-kotak layaknya roti sobek. Tapi mau bagaimanapun, dia tetaplah makhluk halus yang harus segera Zia usir dari pikirannya.
Cowok yang sedang memakai bajunya itu terkejut mendengar pekikan seorang perempuan, hingga dengan cepat memakai kemeja putihnya, lalu melihat ke sumber suara. Terlihat seorang perempuan tengah menelungkup di atas ranjang, dengan mulut yang masih berteriak tidak jelas. Cowok itu jadi bingung sendiri dengan keadaan, mengapa bisa ada perempuan di dalam kamarnya.
"Berisik!" Cowok itu berjalan cepat, lalu menarik Zia yang sedang menelungkup di atas ranjang. Hingga gadis itu merasa seperti terbang dan mendarat di lantai dengan sangat apik.
"Akh ssshhh pantat gue!" Zia mengelus bokongnya yang baru saja mencium lantai berwarna putih itu. Tubuh yang awalnya sudah terasa nyeri, kini semakin bertambah nyeri saja.
"Lo bisa bahasa Indonesia?" Cowok itu menaikan satu alisnya heran, karena seingatnya saat ini sedang berada di Jerman, bukan di Indonesia. "SIAPA LO! NGAPAIN DI KAMAR GUE?"
Cowok itu membentak sambil menatap dengan tajam cewek aneh di hadapannya. Baju yang di pakainya sangat basah dan terlihat sangat berantakan. Terdapat beberapa luka yang masih baru di tubuh cewek itu, meski sisa darahnya sudah sedikit mengering. Rambutnya begitu kotor seperti tidak keramas selama satu tahun, wajahnya begitu pucat serta bibir yang sedikit membiru.
Zia mendongak terkejut, menatap cowok yang sempat dikira makhluk halus olehnya tadi, yang ternyata adalah manusia. Beberapa kali matanya mengerjap memastikan, bibirnya yang sedikit membiru membentuk huruf 'o' kecil. Barangkali cowok itu akan menghilangkan sekejap dalam beberapa detik ke depan, namun ternyata nihil. Yang ada cowok itu malah semakin menatap tajam dirinya.
"Gue tanya sekali lagi, lo siapa? Ngapain di kamar gue?" Cowok itu bertanya sembari mendekat, memastikan kembali seperti apa wajah cewek aneh itu.
"Gu-gue...," Zia yang bingung harus mengatakan apa langsung menatap kembali cowok itu, "harusnya gue yang nanya, siapa lo? Ngapain di kamar gue?"
Pertanyaan tersebut sontak membuat cowok itu memicingkan mata, berbagai prasangka tentang cewek itu kini saling berseteru di dalam pikirannya. Mungkin saja cewek itu menyelinap masuk hanya untuk mendekati dirinya, seperti para perempuan yang ditemuinya selama ini. Namun secercah keraguan mulai muncul, ketika menyadari cewek berwajah pucat yang ada di hadapannya kini belum pernah sekalipun ia temui sebelumnya.
"Kamar lo?" Cowok itu menatap aneh, "Cewek gila, ini kamar gue!" ucapnya.
Zia menatap dengan wajah terkejut, menyadari bahwa sepertinya ia telah salah memasuki kamar. Sebuah kejujuran yang terlihat jelas di wajah cowok itu membuat Zia kebingungan sendiri. Ah kegalauan ini membuatnya tidak bisa fokus hingga salah memasuki kamar. Zia mulai mengambil ancang-ancang dalam diam, sepertinya kabur adalah cara yang cukup efektif agar terlepas dari cowok itu.
"Mau ke mana lo?" Melihatnya yang hendak kabur, cowok itu memegang kerah belakang baju Zia yang masih basah. Dan dalam sekejap gadis itu sudah berdiri dengan kerah yang masih pegang, layaknya seekor kucing yang dipegangi bagian tengkuknya. "Lo mau nyuri kan, ngaku nggak lo?" tuduhnya.
"Lepasin! Gue nggak nyuri!" Zia memberontak minta dilepaskan, namun tidak semudah itu laki-laki berambut hitam itu mau melepaskannya.
"Halah alasan, terus ngapain lo masuk ke kamar gue?" tanya cowok itu sedikit mendesak.
"Lo udah bikin kamar gue banjir kayak gini, terus dengan seenak jidat lo mau pergi gitu aja. Enak banget ya lo!" Cowok itu menunjuk lantai yang basah karena tetesan air yang ada di baju Zia, beralih menunjuk ranjang yang terdapat rembesan air hingga membuatnya terlihat sedikit kucel.
"Gue nggak sengaja, gue pikir ini kamar yang gue pesan tadi." Zia buru buru merogoh ke dalam tasnya, mencari benda kotak pipih berwarna hitam yang menjadi aksesnya masuk ke dalam kamar tadi.
"Terus lo pikir gue bakal percaya?" Cowok itu segera menghentikan tangan Zia, berbagai kecurigaan mulai berdatangan membuatnya harus lebih waspada. Bisa saja cewek yang tidak dikenalnya itu datang untuk melukai dirinya, dan di dalam tas itu tersimpan benda berbahaya.
"Gu-gue nggak bohong!" Zia menjawab dengan air muka yang memperlihatkan ketakutan, terbesit di pikirannya tentang semua yang tidak tidak mengenai cowok itu. Karena bisa saja cowok itu hendak berniat jahat padanya karena kesalahpahaman ini.
Terdengar dering benda pipih di dalam jaket hitam yang teronggok di lantai, di samping meja tepat di depan mereka berdua. Nada dering yang sangat standar tanpa embel-embel apa-apa. Cowok itu mengambil ponselnya, lalu dengan cepat mengangkat panggilan telepon tersebut tanpa mau melepaskan Zia sedikitpun.
"Halo Pah!" Cowok itu terdiam beberapa saat, mendengarkan apa yang dikatakan seseorang di seberang telepon. Sebelum akhirnya mengatakan, "Oke!" Ia memutuskan panggilan lalu memasukan ponsel ke dalam saku celananya, dan kembali menatap pada Zia.
"Apa?" tanya Zia yang bingung melihat tatapan aneh itu.
"Ikut gue! Lo harus tanggung jawab sama perbuatan lo!" Cowok itu menyeret Zia keluar dari kamar hotel, tanpa memedulikan berontakkan darinya.
*********
"Lo mau bawa gue ke mana?"
Zia terus berjalan mengikuti laki-laki yang masih memegangi kerah bajunya, dengan beberapa kali berontakkan. Entah akan dibawa ke mana dirinya saat ini, Zia hanya perlu sedikit waspada. Barang kali laki-laki yang sejak tadi hanya diam saja itu hendak berniat jahat padanya. Sampai pada akhirnya, langkahnya berhenti di restoran yang disediakan hotel untuk para pelanggannya.
Mata Zia membelalak setengah terkejut, tubuhnya seketika mematung di hadapan dua pria paruh baya yang sedang duduk di depannya. Salah satu pria yang memasang wajah datar kala melihat dirinya itu adalah seseorang yang sedang ingin dihindarinya saat ini, siapa lagi kalau bukan Daddy-nya. Pengusaha ternama Zion Leonard Zielinski. Keadaan dirinya sedang sangat berantakan, pasti setelah ini Daddy Zion akan mencecar dirinya dengan berbagai pertanyaan.
"Darimana saja kamu? Kenapa lama sekali?" Austin Galvander, pria yang duduk di hadapan Zion bertanya pada putranya yang datang bersama seorang gadis yang terkesan sangat... aneh.
"Siapa gadis ini, Heaven?" Austin bertanya dengan nada aneh, pasalnya anak semata wayangnya ini jarang sekali terlihat bersama seorang perempuan.
"Pencuri!"
Ucapan laki-laki bernama Heaven itu berhasil membuat Zion terkejut, mana mungkin gadis kumal yang tidak lain adalah putrinya itu seorang pencuri. Zion yang notabenenya orang paling kaya sangat tidak terima mendengar ucapannya. Jika tidak sedang merahasiakan identitas putrinya, mungkin sekarang Zion sudah membela mati-matian Zia yang sedang di tuduh sembarangan oleh putra rekan bisnisnya itu.
"Bukan, saya bukan pencuri!" ujar Zia membela diri dengan mata membulat serta dahi mengernyit.
"Mana ada pencuri yang mau ngaku!" Heaven menatap tajam gadis di sampingnya yang terlalu banyak mengelak.
"Buat apa gue nyuri, duit gue banyak!" Sombong Zia sembari melipat kedua tangannya.
"Sudah sudah, kenapa jadi ribut?" tegur Austin kemudian beralih menatap rekan bisnisnya, "Maafkan saya atas keributan ini Tuan Zion!" ucapnya.
Zion yang sedang menatap datar putrinya, kini beralih menatap rekan bisnis sekaligus sahabat yang cukup dekat dengannya sejak dulu. "Tidak masalah!" jawabnya.
Austin membuka berkas yang terletak di meja, lalu memberikan pada rekan bisnisnya. Sepintas ia mengingat sesuatu, lalu menatap pada putranya sembari menengadahkan tangan. Semalam beberapa data ia kirimkan ke ponsel milik Heaven, karena ponsel miliknya tertinggal di mansion yang berada di Indonesia.
Melihat Heaven yang memasang wajah tidak mengerti, Austin kembali membuka suaranya. "Hp kamu!"
Paham dengan yang dimaksud Papa-nya, Heaven merogoh saku di mana ia meletakkan ponsel sebelumnya. Nampak guratan kebingungan di wajah itu, setelah menyadari tangannya tidak menyentuh benda apapun di dalam saku miliknya. "Ke mana hp gue?" gumamnya.
Tanpa sadar Heaven sudah melepaskan cengkeramannya pada kerah Zia. Kedua tangannya tengah sibuk merogoh semua saku yang menempel di tubuhnya. Namun nihil, ternyata tidak ada benda apapun apapun di dalam sana kecuali uang pecahan seribu rupiah.
"Lo nyari ini?" Zia menunjukkan benda persegi panjang pipih berwarna hitam putih di tangannya, senyum penuh kelicikan terbit di bibirnya. Sebelum sampai di restoran, Zia memang sempat mengambil ponsel itu secara diam-diam. Bukan untuk mencuri, melainkan untuk menggunakannya sebagai alat agar dirinya bisa lepas dari cowok itu.
Heaven menoleh mendengar ucapan cewek di sampingnya, nampak terkejut ketika melihat ponsel miliknya sudah berada di tangan cewek aneh itu. Berbagai macam spekulasi saling berputar di pikirannya, bagaimana bisa gadis itu mengambil ponsel tanpa sepengetahuan dirinya. Sepertinya dugaan tadi memang ada benarnya, gadis itu adalah seorang pencuri kecil.
"Ambil aja!" Zia melempar ponsel hingga melambung tinggi hampir mengenai langit-langit di dalam ruangan itu, membuat tiga pria itu terkejut melihat apa yang dilakukannya. Tiga pasang mata milik para pria itu menatap ponsel yang kian melambung ke atas.
"Sial!" Heaven mundur beberapa langkah agar bisa menangkap ponselnya yang masih terbang bebas di udara, jika tidak ada yang penting di dalam ponsel itu mungkin ia akan membiarkannya jatuh. Guratan penuh kekesalan tercetak jelas di wajahnya ketika berhasil menangkap ponsel dengan selamat, namun ternyata cewek yang belum diketahui namanya itu sudah kabur entah kemana.
Awas aja lo, kalau sampai kita ketemu lagi! -gumam Heaven dalam hati sembari menatap tajam ke arah pintu keluar.
*********
Heaven Arsenio Galvander
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Dinawati
lanjut
2022-10-03
2
Nita Anjani
waw waw waw omak gantengnya anak org
2022-09-30
1
HR_junior
heavennya kurang sesuai kk..soale Zia orang barat..
2022-09-19
0