Raisa, Nadia, dan Vano kini sudah berada dikantin kampus. Mereka bertiga mengobrol santai disana. Raisa duduk disebelah Nadia dengan posisi menghadap Vano yang duduk diseberang dengan pembatas meja didepannya. Vano memanggil penjaga kantin dan memesan tiga gelas minuman untuknya dan untuk kedua adik kelasnya.
"Sa, kau mau minum apa? Pesanlah, biar aku yang traktir kalian berdua." Tawar Vano.
"Eh, a-aku pesan jus strawbery aja kak!" Jawab Raisa dengan malu-malu. Nadia mengulum senyum melihat sikap Raisa yang canggung didepan Vano.
"Kalau kau mau minum apa Nad?"
"Aku jus alpukat saja ka!" Sahut Nadia.
Vano pun mengulangi pesanan Raisa dan Nadia kepada penjaga kantin. Sedangkan Vano sendiri memesan minuman kaleng untuk mengganti ion tubuhnya yang hilang usai bermain basket. Setelah mencatat semua pesanan penjaga kantin pun segera pergi.
Mereka bertiga melanjutkan obrolan yang tertunda sambil menunggu minuman yang dipesan datang. "Bagaimana dengan kuliah kalian hari ini? Lancar?" Tanya Vano membuka pembicaraan.
"Membosankan Kak!" Jawab Nadia.
"Oh ya? Memangnya kenapa?" Vano penasaran.
"Dosennya kurang asyik! Penjelasannya bikin orang ngantuk. Hehe.." Nadia bekelakar. Vano tertawa mendengarkan alasan Nadia, sementara Raisa hanya tersenyum jaim.
"Bagaimana kalau aku yang jadi dosennya?!" Kini gantian Vano yang berkelakar. Mata Nadia dan Raisa saling memandang satu sama lain.
"Ah Kak Vano bisa aja bercandanya, hehe..! Kalau Kak Vano yang jadi dosennya, bisa-bisa nanti kita gak bisa tidur seharian, iya gak Sa?!" Nadia tertawa sambil menyenggol tangan Raisa dengan sikunya.
"Haha, iya betul."
"Mana mungkin kalian gak bisa tidur. Sudah seperti pengagum rahasia saja, hehe."
Eh pengagum rahasia. Kenapa aku merasa tersindir ya. Batin Raisa
"Memangnya kalau jadi pengagum rahasia bakal gak bisa tidur ya Kak?" Nadia semakin usil untuk memancing obrolan.
"Hemm, sepertinya begitu."
Tidak lama pelayan kantin datang dengan membawa tiga minuman. Ia meletakannya satu persatu dengan hati-hati lalu pergi.
"Apa Kak Vano punya pengagum rahasia?" Tanya Nadia.
"Hahaha, ya mungkin ada." Jawab Vano asal.
"Wow, tapi aku percaya sih kalau Kak Vano punya pengagum rahasia. Secara Kak Vano kan tampan dan berprestasi juga mana ada sih cewek yang gak suka sama Kak Vano."
"Nad, kau daritadi banyak bicara!" Hardik Raisa.
"Hahaha, iya iya maaf."
Vano tergelak. Mereka bertiga pun menyesap minumannya.
"Apa kau salah satu diantara pengagum rahasiaku?" Tanya Vano sorot matanya menatap kearah Raisa.
"Eh, a-aku?" Raisa menunjuk dirinya sendiri. Pandangannya menoleh pada Nadia.
Vano tertawa lebar karena melihat ekspresi wajah Raisa yang panik. Raisa dan Nadia saling pandang.
"Haha, aku bercanda Sa. Kau tidak mungkin mengagumiku kan?"
Bodoh, kenapa aku jadi terlihat konyol begini sih!
"Eh iya, hahaha." Wajah Raisa benar-benar memerah.
Setelah puas bergurau, mimik wajah Vano langsung berubah serius.
"Oh iya, aku ingin bertanya pada kalian berdua, boleh?" Tanya Vano mulai menatap dua gadis didepannya secara bergantian.
"Tentu saja boleh Kak." Jawab Raisa sambil menyedot jus strawberynya. "Memang Kak Vano mau bertanya apa?"
Sejenak Vano terdiam, lalu sedikit mencondongkan tubuhnya kedepan. Kedua tangannya berada diatas meja saling bertautan.
"Kalian tahu, apa hadiah yang paling disukai oleh wanita?" Tanya Vano seketika. Raisa dan Nadia saling melirik, mereka bingung dengan pertanyaan Vano.
Hadiah yang paling disukai oleh wanita? Kenapa dia bertanya soal itu ya? Apa dia menyukai seseorang? Raisa mulai gusar dengan pertanyaan Vano.
Pikiran dua gadis itu mulai menari-nari diatas kepala. Mereka menerka-nerka, untuk apa Vano menanyakan hadiah yang paling disukai oleh wanita? Apa dia sudah memiliki kekasih?
"Maaf ka, apa kakak ingin memberikan hadiah untuk ibu atau saudari Kak Vano?" Tanya Nadia berharap tebakannya benar. Nadia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan sahabatnya jika Vano menyukai wanita lain.
Vano menggeleng sambil tersenyum. "Bukan Nad."
Degg... Dibawah meja Raisa sudah menggenggam erat tangan Nadia. Nadia menoleh kearah Raisa. Ia lalu kembali menatap Vano.
"Lalu untuk siapa Kak?" Nadia masih penasaran.
Vano terlihat menarik nafas panjang. "Aku ingin memberikan hadiah untuk Sarah!"
Hati Raisa bagai tersambar petir di siang bolong mendengar ucapan Vano. Begitu juga dengan Nadia, ia dibuat ternganga oleh jawaban yang terlontar dari mulut lelaki itu. Seluruh anggota tubuh Raisa seolah mati rasa. Lidahnya kelu. Pandangan matanya nanar menatap kosong kedepan. Ia tidak menyangka lelaki yang disukainya ternyata menyukai wanita lain. Cintanya selama ini bertepuk sebelah tangan.
Ini hanya mimpikan? Tuhan, jika ini mimpi tolong bangunkan aku secepatnya. Hati Raisa rasanya teriris perih.
"Hei, kalian kenapa?" Vano menjentikan jari menyadarkan kedua gadis itu. Raisa dan Nadia pun tersadar dan segera mengontrol raut wajah mereka agar tetap terlihat biasa saja dihadapan Vano.
"Ti-tidak Kak! Kami hanya sedikit terkejut, ternyata kakak menyukai Sarah ya?!" Tanya Nadia memastikan. Vano tersenyum mengangguk. Melihatnya tersenyum karena menyukai gadis lain membuat hati Raisa merasa sesak.
"Iya sebenarnya aku sudah lama menyukai Sarah, Nad. Dia gadis yang cantik, baik, dan pintar. Aku ingin memilikinya, tapi sayang aku belum berani menyampaikan soal perasaanku padanya, makanya sampai saat ini dia belum tahu kalau aku menyukainya. Aku takut dia akan menolakku jika aku mengungkapkan perasaan yang sebenarnya!" Tutur Vano dengan gamblang tanpa tahu bahwa ada hati yang terluka.
Kata-kata pujian yang baru saja meluncur dari bibir Vano tentang gadis lain, membuat telinga Raisa menjadi panas dan sakit. Pujian itu bagaikan pedang yang menggores hatinya.
Tiba-tiba Raisa menggebrak meja dan bangun dari duduknya. Sontak membuat Nadia dan Vano terkejut. Begitu juga dengan beberapa pengunjung kantin yang langsung melihat kearah mereka.
"Apa Kakak seorang pengecut?! Jika memang Kakak menyukainya, katakan langsung itu padanya! Dan harusnya Kakak siap dengan jawaban apapun yang keluar dari mulut gadis itu! Aku pikir kakak seorang lelaki pemberani, tapi nyatanya mengungkapkan perasaan pada seorang gadis saja tidak bisa!" Ucap Raisa bersungut-sungut.
Setelah melampiaskan amarahnya, Raisa memilih pergi dari kantin dengan perasaan kecewa meninggalkan Nadia dan Vano yang masih syok dengan sikapnya.
"Raisa!" Panggil Nadia.
"Kak, maafkan Raisa ya! Dia akhir-akhir ini sedikit berubah karena sedang banyak masalah!" Ucap Nadia mencoba menetralisir keadaan merasa tidak enak juga kepada Vano.
Vano hanya diam terpaku tidak merespon kata-kata Nadia. Ia melihat punggung Raisa yang semakin menjauh dan menghilang dari jangkauan matanya. Nadia pun bangkit dari duduknya dan berpamitan pada Vano untuk mengejar Raisa.
"Maaf sekali lagi ya Kak! Aku harus pergi menyusul Raisa, terimakasih juga atas traktirannya!" Nadia meraih tasnya dan bergegas berlari mengejar Raisa tanpa mendengar jawaban dari Vano.
Kini dimeja itu tinggal Vano seorang diri. Ia masih terdiam tidak percaya dengan apa yang diucapkan Raisa barusan. Ia menyandarkan tubuhnya yang lemas di kursi. Menarik nafas panjang.
Namun tiba-tiba sebuah senyuman terbit diwajah tampannya.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments