Seminggu telah berlalu. Ayah sudah menghubungi keluarga Tuan Danu, dan mengundang mereka sekeluarga agar bersedia datang untuk makan siang dirumah Pak Rahman. Tuan Danu pun menyambut baik undangan dari sahabatnya itu. Ia berkata akan memboyong keluarganya besok siang kerumah Pak Rahman. Pak Rahman dan Bu Widia pun merasa senang.
Tapi tidak dengan Raisa. Setelah ayah dan ibunya memberitahu perihal perjodohan untuk dirinya seminggu lalu, Raisa menjadi agak sedikit pendiam. Entah itu dirumah maupun dikampus.
Ibu slalu menghibur Raisa untuk tidak terlalu memikirkan tentang perjodohannya. Biarkan semua mengalir apa adanya. Saat berada dikampus Raisa lebih sering memilih untuk menyendiri, membuat sahabatnya Nadia merasa ada yang aneh.
"Sa, kuperhatikan seminggu belakangan ini kau sering menyendiri, kau kenapa? Apa ada masalah?" Tanya Nadia ketika jam mata kuliah sudah usai. Ia duduk disamping Raisa.
"Tidak apa-apa Nad." Jawab Raisa lesu.
"Jangan bilang tidak ada apa-apa Sa! Kita kan sudah lama bersahabat. Biasanya kau terlihat ceria, tapi dari kemarin wajahmu ditekuk seperti koran bekas. Ayo ceritakan padaku kau ada masalah apa?!" Nadia mendesak Raisa untuk bercerita.
Tatapan Raisa menjadi sendu. Sekilas ia menoleh pada Nadia. Lalu tatapannya kembali menatap kedepan. "Aku dijodohkan Nad!" ucapnya.
Nadia sontak terkejut mendengar ucapan Raisa. Matanya membeliak tidak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan oleh sahabatnya.
"Apa?! Dijodohkan? Sungguh Sa?!" Ekpresi Nadia membuat Raisa mendengus kesal.
"Ups ma-af Sa, aku hanya terkejut!" Nadia langsung membekap mulutnya.
"Huft, tidak apa-apa Nad. Aku hanya sedang merasa frustasi." Keluh Raisa.
"Kenapa orangtuamu tiba-tiba menjodohkanmu Sa?" Nadia mulai penasaran. Raisa pun menceritakan semuanya juga sebab mengapa ia dijodohkan, semua hanya karena balas budi.
"Jika kau tidak setuju kenapa kau tidak menolaknya?" tanya Nadia.
"Awalnya aku menolak Nad. Namun aku berpikir untuk tidak mengecewakan orangtuaku. Kau tahu? Bahkan biaya kuliahku pun ada campur tangan dari orang yang akan menjadi mertuaku nanti." tutur Raisa lirih.
Nadia yang menyimak cerita Raisa ikut merasakan apa yang dirasakan sahabatnya itu. Nadia akhirnya paham dan mengerti posisi Raisa. "Sabar ya Sa!" sembari merangkul bahu Raisa, mendekatkannya dengan bahunya, lalu saling menempelkan kepala.
"Aku yakin jodoh yang dipilihkan orangtuamu adalah jodoh yang terbaik Sa. Benar kata ibumu, tidak ada orangtua yang ingin menjerumuskan anaknya. Coba kau temui dulu calon suamimu besok, siapa tahu kalian cocok!" Nadia memberikan semangat pada Raisa. Raisa membalasnya dengan tersenyum kecut.
"Lama-lama kau terlihat seperti Ibuku ya!" Raisa berkelakar sambil menjauhkan tubuhnya dari Nadia.
"Ishh kau ini! Diberi semangat malah mengejek!" Nadia bersedekap sambil mengerucutkan bibirnya, pura-pura merajuk.
Raisa tertawa melihat wajah konyol Nadia.
Nadia pun ikut tertawa akhirnya. Kini mood Raisa sudah kembali membaik berkat sahabatnya.
Setelah puas saling mengejek, mereka pun merasa haus dan ingin pergi ke kantin untuk membeli minum.
Sepanjang perjalanan kearah kantin, Raisa dan Nadia terus bercengkrama, namun tiba-tiba pandangan mata Raisa tak sengaja teralihkan dan menangkap bayangan seseorang yang disukainya sedang bermain basket bersama kawan-kawannya.
Vano, adalah kakak senior Raisa dan Nadia di kampus. Wajahnya tampan. Ia banyak digilai kaum hawa dikampusnya karena pintar dan jago bermain basket. Sejak dulu Vano memang bercita-cita ingin menjadi seorang atlet basket. Namun kedua orangtuanya melarang, mereka ingin Vano mengikuti jejak sang ayah nantinya untuk bekerja di firma hukum. Entah nanti menjadi hakim atau menjadi pengacara seperti ayahnya.
Raisa adalah salah satu pengagum rahasia Vano. Ia selalu memperhatikan Vano dari kejauhan. Memandanginya dengan tatapan penuh damba tanpa diketahui sang idola. Begitupun kali ini, saat Nadia sedang asyik nyerocos panjang lebar sambil berjalan ke arah kantin, Raisa malah berhenti ditengah jalan. Sorot matanya menaruh kagum pada sosok Vano.
"Dia tampan sekali!" gumam Raisa pelan namun suaranya masih bisa didengar oleh Nadia. Nadia menghentikan langkahnya dan menoleh kesamping tapi tidak ada Raisa disana. Lalu ia memutar tubuhnya kebelakang, benar saja Raisa tertinggal beberapa langkah dari tempatnya berdiri.
"Hei Raisa! Kau sedang apa?" Nadia berjalan menghampiri Raisa.
Tatapan Raisa terus tertuju pada sosok Vano yang sedang minum karena kelelahan bermain. Raisa mengerlingkan matanya. Ia tidak menjawab pertanyaan dari Nadia karena fokus menatap sang pujaan hati. Nadiapun mengikuti arah sorot mata Raisa. Lalu tatapannya kembali menemui Raisa.
"Huh pantas saja tidak menjawab pertanyaanku! ternyata sedang asyik menatap sang idola!" Ucap Nadia. Telapak tangan kanannya mengusap kasar wajah Raisa.
Raisa yang tersadar akan perbuatan sahabatnya terkekeh. Ia merasa malu karena Nadia menangkap basah dirinya saat sedang menatap Vano. Wajah Raisa tersipu. Nadia yang melihat itu mendengus kesal.
"Sorry Nad. Hehehe.." Ucap Raisa.
"Kalau kau memang suka padanya kenapa tidak memberitahunya saja?!" Usul Nadia. "Toh dia juga belum punya pacar!" tambahnya.
Raisa memelototkan matanya pada Nadia. "Ti-tidak! Masa iya harus aku duluan yang memberitahunya. Aku kan perempuan, Gengsilah!" Raisa memalingkan wajahnya.
Nadia terkekeh mendengar jawaban Raisa. "Hari ginii masih gengsi?! Capek deh!" Nadia memutar bola matanya sambil menempelkan punggung telapak tangan dikeningnya sendiri. "Nanti kalau keburu diambil orang bagaimana?!" Nadia memprovokasi.
"GAK MUNG-KIN ! Kak Vano itu bukan tipe laki-laki yang gampang jatuh hati!" Jawab Raisa dengan percaya dirinya. Nadia pun hanya mengangkat kedua tangan dan bahunya.
"Siapa tahu dia sudah punya gebetan."
Raut wajah Raisa terlihat gusar saat mendengar ucapan Nadia. Ketika mereka berdua sedang asyik bergosip, orang yang baru saja di gosipkan datang dari arah belakang Raisa.
Nadia pun memberi kode pada Raisa dengan bahasa isyarat, ia menggunakan mata dan bibirnya menunjuk kebelakang. Raisa yang bingung melihat tingkah Nadia, hanya mengedikan bahu sambil mengernyitkan kening.
Bodoh! tengok kebelakang! , batin Nadia mengumpat.
Sampai akhirnya terdengar deheman. "Ehem, Hai Raisa, Nadia?!" Sapa Vano yang sudah sampai dibelakang Raisa. Tubuh Raisa seketika menegang, seolah tersengat aliran listrik ribuan volt. Ia merasa tidak asing dengan suara itu.
Sedangkan Nadia hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil melemparkan senyuman ke arah Vano. Raisa pun perlahan membalikan tubuhnya untuk memastikan suara tadi.
Dan benar saja, orang yang baru saja dia gosipkan sudah berdiri dihadapannya. Nadia maju selangkah untuk mensejajari tubuhnya dengan tubuh Raisa.
"Kak Vano?!" Seru Raisa. Matanya membulat sempurna, ia tidak percaya lelaki yang selalu dipujanya selama ini, berada dihadapannya.
"Sepertinya kalian sedang asyik berbincang? Boleh aku ikut bergabung?!" Senyuman tampan terbit dari wajah Vano, membuat degub jantung Raisa dan Nadia bergemuruh lebih cepat didalam sana. Mereka berdua sama-sama menatap wajah rupawan yang di anugerahkan tuhan kepada lelaki itu. Vano melambaikan tangannya naik turun didepan wajah kedua gadis yang menatapnya tanpa berkedip. Seakan mereka berdua sedang tersihir karena ucapannya tadi.
"Bo-boleh ka!" Jawab Raisa dan Nadia serempak.
Vano tersenyum.
"Yasudah, ayo kita ngobrol-ngobrol dikantin!" Ajak Vano akhirnya.
Vano berjalan lebih dulu di depan Raisa dan Nadia. Sementara Raisa dan Nadia saling senggol dibelakang sambil menggigit bibir dan meremas ujung baju masing-masing.
Astaga, apa aku sedang bermimpi? Dia benar-benar tampan. Puji Raisa terus menerus dalam hatinya.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Realpcy_Cyl
semangat ka
2022-02-08
0