Gadis itu kaget. Ia menundukkan matanya bingung. Aska menarik dagu istrinya mendekat. Ia mulai menjelajah rahang hingga belakang kepala Leka dan menariknya mendekat. Mereka saling menyatukan bibir mereka agar bahasa kalbu saling sepakat, kemudian memisahkannya tanpa cela.
"Kamu gadis yang paling cantik. Siapa yang rela melepaskanmu?" Entah kenapa, Aska seperti terkena sihir kalimatnya sendiri. Ia memulainya dengan berani. Dan seterusnya, segala sesuatunya mengalir begitu saja, seperti air sungai yang telah menghanyutkannya kemari, ke desa ini dan menyesatkannya ke pintu rumah gadis bernama Leka. Ia benar-benar tersesat. Tersesat sejauh-jauhnya, hingga ia sadar ia telah menghancurkan rencananya sendiri.
Aska merebahkan tubuhnya di samping istrinya. Mereka berada di dalam sarung yang sama. Entah setan apa yang telah merasuki otaknya tapi ia sungguh tidak menginginkan ini.
Ia harus pergi esok pagi dari rumah suram ini, apapun yang terjadi. Terlalu lama di sini, lama-lama aku bisa menghamilinya lagi dan itu akan memperpanjang masalah. Aku akan keluar dari rumah ini sesegera mungkin, baik-baik dan aku harap tanpa perlawanan dari gadis ini. Kalau sampai dia mengamuk dan memanggil warga, habislah aku.
Aska menoleh pada gadis di sampingnya yang tidur membelakanginya. Gadis itu tersenyum malu dengan apa yang sudah di kerjakannya bersama suami, padahal Aska sedang khawatir luar biasa.
Aduuh ... kenapa aku bisa khilaf begini? Aku kan ingin menikah dengan Nena, bukan dengan gadis ini ... Siapapun tidak boleh tahu soal ini. Apa aku ceraikan saja dia, habis cerita, tapi ... aku jadi ingat cerita Zaki. Zaki temannya di kantor punya istri kedua, tapi pernikahannya itu ketahuan setelah ia menceraikan istri keduanya itu tanpa harta. Istri keduanya menuntut harta dengan mendatangi istri pertamanya. Alhasil istri pertamanya pun minta cerai.
Aska berusaha membuat strategi untuk besok pagi, agar ia bisa lolos keluar dari desa itu tanpa masalah. Ia merapatkan sarungnya sementara istrinya mengenakan lagi pakaiannya agar tidak bersempit-sempit di dalam sarung itu berdua suaminya. Aska berusaha segera tidur. Ia begitu takut bicara apapun saat itu dengan istrinya. Begitu takut salah bicara yang mengakibatkan ia tak mampu pergi esok harinya. Hingga akhirnya, pagi datang menjelang.
Pagi-pagi sekali setelah mandi, Aska sholat Subuh dengan memakai kembali pakaiannya yang sudah kering. Ia hanya diam tak banyak bicara. Ia kemudian sarapan bertiga dengan mertuanya di meja makan. Pikirannya penuh dan ia tidak tahu harus mulai dari mana.
Saat ia kembali ke kamar bersama istrinya, barulah ia mulai bicara.
"Leka." Ia memandang istrinya takut-takut. "Dompetku mana ya?"
"Oh, iya Leka lupa." Gadis itu mengembalikan dompet Aska yang ia ambil dari dalam lemari pakaiannya. "Ini Bang."
"Mmh ...."
Leka menunggu.
"Aku akan kembali ke Jakarta."
"Abang tinggal di Jakarta?"
"Bukankah kamu lihat KTPku di dompet?"
"Belum Bang."
Polos sekali gadis ini. Kenapa ia tidak menaruh curiga sedikit pun padaku? "A-aku ... Aku pikir kita sebaiknya tidak bersama."
Leka mengerut kening.
Aska berdehem. "Boleh aku pinjam uang mas kawinnya dulu?"
"Tapi itu kan untukku Bang?"
"Tapi aku tidak pegang uang. ATM pasti jauh. Aku harus buru-buru pergi ke Jakarta karena urusan pekerjaan."
"Tapi Abang balik lagi kan?" Leka mengambilkan uang Aska dari dompet yang belum dipakainya.
Aska mengambil uang itu dan memasukkannya ke dalam dompet. Ia menatap Leka hati-hati. "Leka." Ia menunduk. "Aku suka dengan orang lain."
Seperti petir menyambar di siang bolong, Leka syok. Lalu apa artinya semalam itu?
"Karena itu aku bingung bicara padamu." Aska tak berani menatap mata Leka. "Aku tahu aku salah. Tak seharusnya aku melakukan itu semalam, aku khilaf. Aku ... maksudku hanya ingin menghiburmu, tapi ...." Ia tak bisa meneruskan. Hanya bisa menghela napas.
"Menghiburku? Apa itu di sebut menghibur namanya? Kau pikir aku wanita macam apa?" Leka menjawab garang sambil meneteskan air mata.
"Eh, bukan begitu." Aska merendahkan suaranya. Ia juga merasa bersalah, tapi jiwa laki-lakinya bicara saat itu dan ia juga terbawa suasana. "Aku kan juga suamimu saat ini. Itu kan wajar?" Ia mencoba membela diri, tapi di sisi lain ia serba salah pada Leka. Ia tidak ingin menyakiti gadis itu, tapi keadaan memaksanya.
"Kalau begitu, pergi saja pergiii!" Leka melempar barang-barang yang ditemuinya. Dompet, sisir, bantal, apapun.
"Leka." Aska berusaha menghindar dari semua barang yang di lempar istrinya padanya.
"Pergi kemanapun yang kau mau pergiii ... hu huuu." Leka terduduk dan masih menangis.
Aska terlihat bingung. Apa ia sudah bisa meninggalkan tempat itu, atau nanti dia .... "Leka, tolong jangan cari aku lagi ya?" Ia bicara pelan-pelan.
Pria ini, teganya ia berbuat itu padaku. Ia tidak membantuku ... ia benar-benar ingin pergi dariku. Dada Leka terasa sesak. Rupanya hanya segini umur perkawinannya. Hidupnya benar-benar malang .... Ia terisak dan menunduk.
"Leka."
Gadis itu menoleh pelan.
Aska menyodorkannya sebuah kartu yang di balut kertas. "Ini kartu ATMku berikut nomornya aku berikan padamu. Aku akan transfer sejuta setiap bulan asal kamu tidak mencariku. Aku hanya pegawai biasa jadi ...." Aska berbohong.
Leka mengambil dan melempar kartu itu ke sembarang arah. "Pergiii, pergiiii ...." Leka masih menangis terisak. Ia benar-benar kesal pada Aska.
Pelan tapi pasti, Aska keluar dari kamar itu. Masih terdengar isak tangis Leka hingga keluar kamar.
Di luar, aska bertemu dengan ayah Leka. Tentu saja pria tua itu tidak tahu apa yang terjadi karena ia tuli. Aska langsung mengambil tangan pria itu berpamitan.
"O, au uwi? Ya, ya.(Oh, mau pergi? Ya, ya.)" Ia melepas menantunya tanpa curiga. Aska langsung keluar dari rumah itu menuju jalan raya. Ia menunggu bis atau tumpangan.
Singkat cerita, Aska berhasil sampai ke Jakarta. Ia segera melapor ke bank untuk membuat kartu baru dan kartu lama hanya di tinggalkan satu juta saja. Ia kemudian memanggil montir untuk bersama-sama mengambil mobilnya di jalan. Ia perlu mendatangi mobilnya karena hp-nya tertinggal di sana.
-----------++++-----------
"Ea, uamiwu ana, eom uang?(Leka, suamimu mana, belum pulang?)" Tanya ayah Leka pada anaknya. Hari sudah menjelang malam, menantunya belum juga terlihat batang hidungnya.
Leka berusaha menghindar tapi ia kemudian berpikir, tidak ada guna menyembunyikannya karena bukan ayahnya saja yang akan bertanya tentang hal ini tapi tetangga juga. Dan gosip akan beredar setelah ini. Ayahnyalah yang harus lebih dahulu tahu di banding orang lain dan itu lebih penting dari segalanya sekarang. Ia akhirnya mengatakannya juga pada ayahnya.
"Ia eiangamu? Aia eai?(Dia meninggalkanmu? Kalian cerai?)"
Di situlah Leka sadar, ia tak tahu statusnya.
"Ea, ia iang eai awu awak?(Leka, dia bilang cerai atau talak?)"
Leka terdiam sebentar. Ia merasa tak mendengar kalimat itu dari mulut Aska.
"Ea, ao amu ia enga ia iang iyu, amu eom eai.(Leka, kalau kamu tidak dengar dia bilang itu, kamu belum cerai.)"
"Jadi aku harus bagaimana Pak?"
Ayah Leka menyentuh tangan anaknya yang berada di atas meja. "Ao amu iyi meyika ai, amu auh erai.(Kalau kamu ingin menikah lagi, kamu harus cerai.)"
Bodohnya Leka, ia padahal sempat menyimpan KTP Aska tapi tak sempat memeriksanya. Sekarang, harus cari pria itu di mana? Lagipula, bukankah pria itu melarangnya untuk mencari dirinya? Jadi aku harus bagaimana?
Salwa pulang dengan wajah kesal. Dilihatnya Aska sedang makan di meja makan.
"Kamu ke mana sih Kak? Aku kan khawatir sampai lapor polisi."
"Iya, sorry.(Iya, maaf.)"
"Kamu gak ke kantor juga ya kemarin?" Salwa meletakkan tasnya di atas meja makan. Ia pergi ke dapur membuka lemari es. Ia mengeluarkan sebotol air es yang kemudian dia tuang ke gelasnya. "Aku dengar dari teman HRDmu."
"Ck, jangan bilang Papa aku bolos dong!" Aska merengut kesal.
Salwa meneguk minumannya. "Ya, jangan salahkan aku dong. Aku gak bilang, paling orang kantormu yang laporan. Aku kan tahunya dari mereka. Lagipula, pergi ke mana sih sampai 2 hari bolos. Masa mobil mogok saja sampai 2 hari gak selesai."
"Ck, kamu gak tau sih masalahnya. Aku tuh tenggelam dan di tolong warga."
Salwa mendekati Aska dan memperhatikan wajah hingga tubuh saudara kembarnya itu, ia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu kelihatan sehat-sehat saja, tenggelam dari mananya?" Ia mengejek Aska.
"Kamu ini ...." Aska mendelik kesal.
Salwa terpingkal-pingkal.
"Aku tuh hanyut pingsan, makanya lama."
"Iya, iya. Percaya. Hah, aku kan cuma bercanda. Aku kan juga khawatir kak makanya lapor polisi."
"Iya, makasih."
"Tapi awas aja kalau kamu bohong! Kamu bertengkar sama orang lagi di luar sana, aku laporin Papa." Salwa mengancam.
"Aku sudah gak kok! Sumpah!"
Salwa segera meraih tasnya dan meninggalkan Aska. Ia menaiki tangga.
Aska kembali mengenang Leka. Gadis itu, selama ia tidak tahu aku anak orang kaya, itu lebih baik. Yang penting ia kuberi uang bulanan, beres! Aska tersenyum.
Esok paginya seperti biasa, Leka sehabis sholat Subuh, memasak air dan sarapan. Namun pagi itu, ia tidak melihat ayahnya keluar dari kamar. Ia mengetuk pintu kamar. "Pak, Bapak." Tak ada sahutan. Leka langsung masuk mencari tahu. "Pak, Bapak kenapa?"
Ayah Leka bangun dan terlihat lemah. "Eah a'ak ak eya' aan.(Entah Bapak tak enak badan.)" Ia coba bangun di bantu Leka. "Uin anya auk agin.(Mungkin hanya masuk angin.)"
"Tidak boleh begitu Pak. Kita periksa ya?"
"Ai a'ak eum eima uang ai a'ak ain eiik eun. eya'a an eum eeai.(Tapi Bapak belum terima uang dari Bapak Kasmin pemilik kebun. Kerjanya kan belum selesai.)"
Leka teringat kartu yang di berikan Aska padanya. Apa benar ada uangnya, atau ia hanya berbohong saja? Kalau benar begitu, ia benar-benar di tipu!
"Nanti Leka lihat dulu."
"Aan inya u'uan uangya, a'ak au ea.(Jangan minta duluan uangnya, Bapak malu Leka.)"
"Iya, iya."
"Au iyam eanga?(Kamu pinjam tetangga?)"
"Tenang ya Pak." Leka merebahkan ayahnya dan segera keluar.
Ia menyelesaikan masaknya dan membawanya ke dalam kamar ayahnya. Sempat ia menyuapi ayahnya sarapan setelah itu ia mandi dan pergi ke pasar. Ada mesin ATM dekat pasar yang letaknya agak jauh dari rumahnya. Ia memeriksanya.
Tangannya gemetar melihat angka yang ada di dalam ATM itu. Benar berjumlah sejuta, uang yang sangat banyak bagi Leka yang belum pernah memegang uang sebanyak itu. Pria itu tidak berbohong! Namun Leka bingung, untuk apa uang sebanyak itu pria itu berikan padanya, apalagi menjanjikan memberikannya tiap bulan kalau ia sudah tidak menginginkan dirinya lagi. Untuk apa?
_______________________________________________
Terima kasih reader yang selalu mendukung author receh ini menulis novel dengan vote, hadiah dan komen. Ini visual Aska yang wajahnya tidak jauh berbeda dari dia remaja. Salam, Ingflora. 💋
Aska
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Instagram @AlanaNourah
aduh sakit hatinya leka sampe kesini kak 😭😭😭 jaharaaa km askaaaa
2022-03-06
2
Enis Sudrajat
love Mak.❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
2022-03-05
2
Ratih Budiarti
jahat yaa Azka...ngejar Nena yg gak mau ..kasian deh loe ...hehe
2022-03-04
2