"Assalamu'alaikum, " teriak Yanti memasuki pintu rumah bibinya yang terbuka lebar siang itu.
Di ruang tamu tidak ada orang, Yanti terus masuk ke ruang tengah.
"Waalaikumsalam, tidak bisa pelan sedikit suara kau tu Yanti, pekak telingaku dengar suara cempreng kau tu, " bibi Nurhalimah datang dari arah dapur dengan sekantong besar kue kering yang baru saja di goreng.
Yanti tersenyum lebar mendengar umpatan bibinya yang memang terkenal bermulut pedas, seperti cabe rawit yang sering kali di makan oleh bibinya itu ketika hilang selera makannya.
"Pintu depan terbuka lebar banget Bi, orang tidak ada, bisa merdeka maling masuk ngambil uang Bibi yang di bawah bantal itu, " kata Yanti menggoda bibinya yang berwajah masam.
"Kerjaan si Ira lagi tuh, main tapi pintu tidak ditutup, " kata bibi Nurhalimah kembali berjalan menuju dapur yang sangat luas.
Yanti mengambil posisi duduk di hadapan kue kering yang baru saja siap di goreng. Ikut membantu membungkus ke dalam plastik yang lebih kecil.
Beberapa ibu dan gadis muda sudah duduk di sana, mereka tetangga sebelah rumah bibi Nurhalimah yang membantu di sana. Tentu saja dibayar. Bibi Nurhalimah membayar mereka perminggu, lumayan buat tambah-tambah uang belanja.
Yanti melirik ke arah dapur yang hawanya lebih panas. Rosa duduk di sana berhadapan dengan wajan besar, yang penuh dengan minyak panas untuk menggoreng kue kering yang sudah dicetak.
Yanti berpikir bagaimana caranya untuk bisa mendekati Rosa. Bibinya sedang sibuk dengan bungkusan kue yang akan segera diambil oleh pembeli. Tidak enak hati kalau ia yang baru saja duduk sudah beranjak pergi walaupun cuman ke dapur yang lebih kecil.
"Yanti, nanti kalau kau sudah tamat sekolah, bantu bibi di sini ya, bibi ajari kau semuanya, sampai sukses seperti bibi kau ni, " ucap bibi dengan tangan masih sibuk menyusun bungkusan kue.
"Aku kuliah Bi, seperti kak Eva, " jawab Yanti singkat.
"Apanya yang bagus dengan kuliah tu, tidak akan punya uang banyak, " kata bibi lagi.
"Yang penting keren Bi, bergaya dan wangi, tidak kucel dan bau asap, " celetuk Yanti bertepatan dengan masuknya Rosa mengantar kue yang baru saja digoreng.
"Aku juga mau kuliah nanti Mak, seperti kak Eva, " ucap Rosa mengusap keringat di wajahnya.
"Selesaikan dulu gorengan itu Rosa, seperti orang kaya lagak kau tu, pakai kuliah segala, " ujar bibi Nurhalimah tidak senang.
"Keluarga Yanti kan nggak kaya, tuh bisa kuliah si Eva mak Nurhalimah, " kata Upik tetangga bibi yang ikut membantu membungkus kue kering.
"Ntah lah, mana ku tau, " ujar bibi bangkit menuju ruang tamu, karena si pembeli kue sudah datang menjemput.
Rosa memanggil Yanti untuk mendekati nya. Yanti bergegas sebelum bibi kembali dari depan.
"Tumben kau yang kepanasan begini, mana kak Caca? " Tanya Yanti heran, karena biasanya yang berhadapan dengan penggorengan besar ini adalah kak Caca, anak tertua bibinya.
"Lagi belajar, di rumah nenek Deram, kan bulan depan mau nikah, " jawab Rosa sambil tanganya mengaduk isi penggorengan besarnya.
"Benarkah? siapa calonnya kok nggak pernah cerita kalau kak Caca punya pacar, " ujar Yanti penuh semangat.
"Dijodohkan, minggu lalu kak Caca pergi ke kampung sebelah. Ternyata di sana sudah ada calonnya itu, " kata Rosa lagi.
"Ooh, ganteng nggak?, kerja nya apa? " tanya Yanti penasaran.
"Nggak tau, kan cowoknya lewat doang, namanya juga ngeliat calon, ternyata dia suka. "
"Kak Caca yang dilihat? terus nggak kenalan gitu?, kok seperti kambing ya, "
"Ya memang begitu kan Kak, dari dulu, dulu lagi, "
"Kok aku merasa nggak Terima ya,? "
"Sttt, ada emak tuh, ntar kita lanjut, " Rosa melirik emaknya yang sudah selesai dengan pembeli.
"Oya hampir lupa, kak Eva pinjam kemeja putih sama rok hitam. Besok mulai kerja dia, " kata Yanti pelan.
"Ya, bentar lagi juga kelar ini, " Rosa mulai mengangkat kue kering dari wajan yang super besar.
Cukup memakan waktu lama hingga Rosa menyelesaikan tugasnya di dapur yang kecil itu. Setelah itu ia membawa Yanti menuju kamarnya.
Rosa mengambil kemeja dan rok hitam dari dalam lemarinya dan memberikannya pada Yanti.
"Kak Eva keren ya kak, baru tamat sudah dapat kerja, " ujar Rosa sambil duduk di atas ranjangnya.
"Ya begitu lah, " jawab Yanti merasa sangat beruntung punya ayah yang bisa mengatur di mana anaknya bekerja.
"Kak Yanti juga mau kuliah? " Tanya Rosa penuh minat.
"Iya, biar pintar dan nggak dibodohi sama orang lain, " jawab Yanti asal.
"Terus nanti mau bekerja di mana? " tanya Rosa lagi.
"Ya jadi guru seperti kak Eva, " jawab Yanti bangga.
"Ooh guru, kata emak guru gajinya kecil nggak cukup untuk menghidupi keluarga, " kata Rosa lagi ingin mendengar penjelasan dari Yanti.
"Perempuan bagusnya jadi guru, aman dan nyaman, setiap anak murid libur semester, kita bisa ikut libur juga, soal gaji mah kan nanti ada suami yang menanggung biaya hidup, gaji kita mah utuh masuk kantong sendiri, " jawab Yanti asal dan tidak yakin juga pada jawabannya.
"Oh begitu ya kak, " ucap Rosa merasa takjub.
"Sudah ya, aku harus pulang kak Eva menunggu, " Yanti keluar dari kamar Rosa diikuti oleh si pemilik kamar.
"Apa itu yang kau bawa Yanti? " tanya bibi Nurhalimah yang ternyata sedang duduk bersender di sudut ruang tengah, sedang menikmati makan siang atau makan sorenya.
"Itu mak, kemeja dan rok buat kak Eva bekerja besok, " jawab Rosa tanpa bisa dihalangi oleh Yanti.
"Tuh kan, dari awal udah modal minjam, bagaimana kedepannya, hadeh..., " bibi Nurhalimah melanjutkan makannya tanpa perduli pada anak dan keponakannya.
Yanti merasa kesal, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ingin sekali mengembalikan pakaian itu pada Rosa, tetapi bagaimana dengan kakaknya besok.
"Ya sudah Bi, Rosa aku pulang dulu. "
Yanti berlalu dengan hati berasa diiris sembilu. Bibi Nurhalimah terlalu merendahkan keluarga mereka. Namun, bila berhadapan dengan ayahnya bibi bisa bermulut manis.
"Mak, aku mau kuliah juga nanti. "
Yanti mendengar kata Rosa pada emak nya. Yanti sengaja berhenti untuk mendengar pembicaraan ibu dan anak itu.
"Untuk apa, ujung-ujungnya juga nanti kau ke dapur juga, urus suami dan anak. "
"Aku nih jelek Mak, hitam, gendut, tubuhku belang seperti ular karena tersiram air panas beberapa waktu yang lalu, apa Mak lupa? Kira-kira ada nggak laki-laki yang mau sama aku? "
"Mak mu ini juga jelek, tapi bisa menikah empat kali. "
"Iya, tapi kan sekarang emak sendiri nggak ada suami. "
"Diam kau, jangan kurang ajar kau sama Mak kau ni, mau jadi anak durhaka kau Rosa? "
Yanti tertawa ngakak mendengar perdebatan emak dan anak itu. Suasana hatinya kembali menjadi cerah. Dengan berdendang ia berlari kembali pulang. Sudah cukup lama, pasti nanti kakak ngomel sepanjang jalan kenangan yang tidak terlupakan.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Amelia
gini klu ular🙄🙄
2024-05-13
0
Amelia
tuh mulut jangan ember bs egk sih 😵💫
2024-05-13
0
Artini
semangat
2022-01-29
2