Tidak lagi limbung, tangan Intan dilepas perlahan oleh lelaki yang telah menyandang status pahlawan. Meski tidak lagi beradu tatapan, tapi jantung Intan masih saja berdebar. Demi menutupi rasa gerogi, Intan pun bergegas mengucapkan terima kasih pada si lelaki yang masih saja tersenyum lebar dengan memperlihatkan deretan gigi putih.
“Lain kali hati-hati,” ucap Sandhi, si dosen tampan yang beberapa waktu lalu menjadi perbincangan Intan dan Mira.
Ya. Penyelamat Intan hari ini adalah Sandhi. Sungguh, Intan sama sekali tidak menyangka akan bertemu Sandhi di tepian kolam ikan. Sandhi pula yang menyelamatkan Intan sehingga tidak sampai tercebur kolam. Bagi Intan, rasanya sungguh sesuatu sekali karena si penolongnya kali ini adalah lelaki yang pernah menjadi pujaan hati. Wajar juga bila Intan sempat berdebar-debar melihat senyuman Sandhi.
Pertemuan di tepian kolam berlanjut obrolan. Intan dan Sandhi mengobrol tanpa canggung karena dulu semasa kuliah S1 mereka berdua adalah teman satu jurusan. Begitu lulus, Sandhi lanjut S2, sedangkan Intan memilih untuk langsung bekerja.
Berbeda kota, tidak pula bertemu dalam waktu lama, membuat perasaan Intan terhadap Sandhi memudar. Intan mengira perasaan itu akan hilang sama sekali. Nyatanya, saat Intan dan Sandhi bertemu di tepian kolam, rasa manis itu seolah bisa Intan rasakan kembali.
“Tan, desa di ujung jalan sana bagus sekali pemandangannya.”
“Kamu dari sana?”
“Iya, ada kelompok mahasiswa bimbinganku sedang KKN di sana.”
Intan mengangguk-angguk, kemudian menyeruput es teh pesanan yang baru saja datang.
“Em, Sandhi. Aku boleh tanya nggak?”
“Silakan saja. Jangan sungkan!”
“Bagaimana rasanya jadi dosen?”
“Hm. Bagaimana, ya?” Sandhi tampak berpikir, dan lagi-lagi tanpa memudarkan senyuman. “Rasanya … manis,” lanjut Sandhi.
“Kok bisa manis?”
“Ya bisa, dong. Sama sepertimu.”
Deg!
Ucapan Sandhi benar-benar berpengaruh pada ritme detak jantung Intan. Jantung Intan sampai berdebar berlebihan. Deg-degan.
“Ma-maksudnya?” Intan sampai terbata menanggapinya.
“Maksudnya, sama seperti saat kamu mengajar murid-murid di kelasmu. Sikap mereka manis, bukan?”
Betapa angan Intan langsung terjatuh dari ketinggian. Ibarat tembok, langsung runtuh akibat salah tatanan. Intan telah salah paham. Salah menangkap maksud perkataan Sandhi. Harusnya Intan tidak buru-buru terbawa suasana hati. Apalah daya, semua sudah terjadi. Untung saja yang merasakan kesalahpahaman itu hanyalah Intan sendiri.
“Iya, muridku manis-manis. Dan, aku menyukai profesiku sebagai guru. Ya, aku menyukainya.”
“Hm? Menyukai siapa?” tanya Sandhi.
“Siapa? Ya menyukai profesiku-lah.”
“Oh. Aku kira kamu menyukaiku.”
Deg!
Kali ini Intan tidak ingin salah paham lagi. Intan langsung membentengi hati. Tidak lagi mudah terbawa perasaan sampai deg-degan seperti tadi. Intan sadar, sejak tadi ucapan Sandhi butuh penafsiran lebih. Yang Intan belum tahu, ucapan itu benar-benar ungkapan dari hati atau justru hanya candaan basa-basi.
“Jangan bercanda, San.”
“Bagaimana kalau aku sedang tidak bercanda?”
Hati Intan seperti sedang dibolak-balikkan. Sebelum ini dibuat melambung, terjatuh karena salah paham, kemudian harus kembali melambung tinggi, dan lagi-lagi karena ucapan Sandhi yang benar-benar membutuhkan penafsiran lebih.
“Benarkah?” Intan tampak ragu. “Apakah … selama ini kamu juga ….”
“Ya. Aku juga menyukaimu waktu itu.”
Jelas sekali ucapan Sandhi adalah pengakuan. Namun, Intan masih meragukan karena ada kata 'waktu itu' di belakang.
“Ha? Waktu itu? Bagaimana dengan sekarang?”
“Sekarang masih. Tapi, aku telah dijodohkan.”
Untuk ke sekian kalinya hati Intan dijatuhkan. Bedanya, kali ini ada perih yang Intan rasakan. Kecewa, iya. Patah hati, jelas terjadi pada dirinya.
“Oh. Selamat, ya.” Intan berusaha tegar.
Sekian detik tidak terjadi obrolan. Baik Intan maupun Sandhi sama-sama tenggelam dalam pikiran masing-masing. Es teh yang tidak lagi dingin itu menjadi saksi pengakuan hati yang berujung sedih.
“Saat itu, saat kita masih kuliah, aku merasa tidak pantas untukmu, Tan. Aku kejar mimpiku, berharap akan bisa lebih pantas denganmu. Ternyata, ada takdir lain yang disiapkan untukku. Aku dijodohkan, dan aku tidak ingin mengecewakan,” terang Sandhi panjang lebar.
Menanggapi itu semua, Intan hanya tersenyum. Tidak ada kata penguat untuk mengimbangi penjelasan Sandhi. Bagi Intan, percuma saja dijelaskan. Sandhi telah memilih untuk menerima perjodohan, dan tidak ada lagi yang bisa Intan lakukan kecuali menerima kenyataan.
“Tan, kamu baik-baik saja?” Sandhi khawatir karena Intan hanya menunjukkan senyuman.
“I’m okay. Berbahagialah dengan pilihan orangtuamu.”
Jeda sejenak, Intan kembali menyeruput es teh miliknya demi meredam kelunya lidah, agar tidak ada pula ucapan terbata.
“Em, mendung, nih. Lebih baik kamu bergegas, San. Nanti kehujanan di jalan, lho.” Intan mengalihkan topik.
“Tan, aku tidak berniat buruk. Aku hanya ingin membuat pengakuan sebelum ….”
“Sebelum kamu melangsungkan perjodohan. Ya, aku paham.” Intan menggangguk-angguk sejenak. “Tidak masalah bagiku,” imbuhnya kemudian.
Ada kesedihan di hati Intan, tapi air mata pantang dia keluarkan. Ada pedih pula yang Sandhi rasakan, tapi dia tidak mampu memberi pengobatan. Ada keputusan yang telah Sandhi pilih. Demikian pula dengan Intan, dia juga telah memutuskan untuk menghargai keputusan Sandhi.
Sandhi pamit pulang, sementara Intan masih bertahan. Intan menghabiskan waktunya sendirian dengan melahap dua porsi lalapan nasi ayam. Sedih dan kecewa dia lampiaskan pada makanan dalam porsi besar.
“Pantas. Lagi-lagi ada kata pantas. Kenapa saat kamu sudah memperjuangkan kata pantas, aku justru kamu lepas?” Batin Intan, sambil tetap mengunyah makanan.
Selesai. Dua piring lalapan nasi ayam isinya telah tandas. Intan benar-benar puas.
“Lalu, di mana aku bisa bertemu dengan jodohku?” gumam Intan, sambil berjalan menyusuri tepian kolam ikan.
Intan berjalan perlahan menuju arah parkiran. Intan hendak pulang. Akan tetapi, langkah lambat membuat Intan jadi berlama-lama menyusuri tepian kolam ikan. Ditambah lagi, pikiran Intan sedikit terusik karena momen pertemuannya dengan Sandhi tadi kembali muncul tanpa permisi.
Tersenggol lagi. Intan yang setengah melamun, bahunya tersenggol lagi oleh seorang wanita yang terburu-buru pulang. Jauh berbeda dengan tadi, kali ini tidak ada seseorang yang membalikkan keadaan. Intan limbung, dan air kolam menjadi tempat pendaratan.
Byuuurr!
Intan basah kuyup ditemani ikan-ikan yang masih sibuk berenang. Beberapa pengunjung rumah makan sempat melihat, kemudian mengabaikan. Wanita yang tadi menyenggolnya pun seolah tidak peduli pada keadaan, bahkan terus berlarian kecil menuju arah parkiran. Sementara Intan, dia dengan tegar menuju tepian kolam. Tinggal beberapa langkah lagi sebelum akhirnya ada seseorang yang mengulurkan tangan.
Uluran tangan itu tidak langsung disambut. Intan mengusap wajahnya yang basah, lantas memfokuskan pandangan matanya. Ternyata, yang mengulurkan tangan kepadanya adalah seorang lelaki. Bukan Sandhi, melainkan lelaki lainnya lagi. Lelaki yang masih setia mengulurkan tangannya itu mengenakan setelan hoodie hitam dan celana jeans warna senada. Senyumnya merekah tertuju pada Intan yang masih belum mau menyambut uluran tangannya.
“Apa wajahku terlihat seperti zombie sampai kamu terbengong seperti itu, Tan?” canda si lelaki.
“Zombie?”
Lelaki ber-hoodie hitam itu tetap tersenyum. Kali ini tangannya lebih dimajukan agar Intan segera menyambut uluran tangan. Sayangnya, Intan kurang peka pada keadaan. Maklum, pikiran dan hatinya baru saja berantakan.
Byurr!
Bola mata Intan melebar karena melihat lelaki tadi justru ikut menceburkan diri ke dalam kolam ikan. Kini, Intan tidak basah kuyup sendirian.
“Sekarang, lebih baik kita keluar dari kolam sebelum menjadi tontonan. Mau aku bantu?”
“Ti-tidak. Aku bisa sendiri.” Intan menolak bantuan dan bergegas naik menuju tempat aman.
Siapakah lelaki itu? Akankah kisah di tepian kolam ikan akan berlanjut sama seperti sebelumnya? Nantikan lanjutan ceritanya!
Bersambung ….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Arthi Yuniar
Sayang sekali Sandy udah di jodohkan...itu tandanya kamu tidak berjodoh dengan Sandy Tan😑😑
Mungkin kah cowok yang ikut nyebur ke kolam itu bkal jadi jodohnya Intan??
2021-12-31
0