PANTAS

PANTAS

Bab 1 - Dorr!

Senyum Intan memudar. Hatinya tidak lagi riang. Bahkan, dengan jelas dahinya berkerut mengisyaratkan rasa heran atas ucapan sang kekasih yang baru saja meminta putus hubungan.

“Apa kamu bilang? Break?” Intan meyakinkan dirinya tidak salah dengar.

“Iya. Aku rasa itulah yang terbaik untuk kita.”

“Kenapa?”

Intan tidak butuh basa-basi. Alasan dan penjelasanlah yang saat ini begitu dinanti. Setelah tiga bulan berpacaran tanpa sekalipun ada pertengkaran, rasanya begitu mengherankan jika sang kekasih tiba-tiba meminta putus hubungan.

“Aku tidak pantas untukmu.”

“Tidak pantas? Hanya karena itu?” Tanpa sekalipun memudarkan sorot mata tajam, Intan terus meminta penjelasan.

“Iya. Kamu terlalu baik untukku.”

Tawa pelan Intan tunjukkan tanpa kenal sungkan. Bagi Intan, alasan yang diutarakan sama sekali tidak relevan dengan keadaan selama mereka menjalin hubungan. Selama ini hubungan Intan dan kekasihnya baik-baik saja. Bahkan, kedua orangtua sudah sama-sama tahu, juga berharap Intan dan kekasihnya segera menikah.

“Lucu sekali alasanmu, Mas. Di mana-mana itu orang akan bersyukur jika kekasihnya penuh dengan kebaikan. Kamu justru sebaliknya.”

“Maafkan aku, Intan. Aku tahu kamu sulit menerima keputusan ini. Tapi ….”

“Cukup! Kita putus! Kamulah yang tidak pantas untukku! Pergilah dengan selingkuhanmu!”

Usai Intan berkata demikian, seorang wanita berhidung mancung berjalan mendekat. Senyum manis dia layangkan pada Intan, lantas berdiri di samping lelaki yang kini telah resmi menjadi mantan kekasih Intan. Dugaan Intan benar. Mantan kekasihnya itu telah melakukan pengkhianatan.

Dorr!

Spontan Intan melompat ke atas sofa sambil memegangi dada kirinya. Suara balon meletus benar-benar mengangetkan hingga membuyarkan lamunannya. Namun, keterkejutan itu seketika berubah menjadi kekhawatiran begitu melihat balon-balon lain siap diletuskan.

“Miraaaa! Kemarikan jarumnya!”

“Tidak mau! Weeek!”

Aksi kejar-kejaran antara Intan dengan sang adik tidak dapat dihindarkan. Bukan ingin bersikap kekanakan, Intan hanya tidak ingin balon-balon yang sudah disiapkan harus dipompa ulang. Rencananya, balon-balon itu akan dibagikan untuk murid-murid di sekolah tempat Intan mengajar.

Dor-dor! Dor-dor-dor!

Lima balon lainnya meletus bergantian. Kali ini bukan ulah adik Intan, melainkan ulah cakar tajam dari tiga kucing betina peliharaan Intan.

“Bora-Sora-Nora! Dan, kamu! Miraaa! Kalian ini ….”

“Hahaha. Maaf ya, Kak. Mira bantu pompa lagi, deh. Balon yang diletuskan Bora-Sora-Nora juga akan Mira ganti. Sekarang, lebih baik kakak ganti baju, dandan yang cantik, dan pasang senyumnya. Jangan cemberut gini, ah!” Mira mencubit pelan kedua pipi Intan.

“Tunggu! Ada apa ini?” Intan mulai curiga dengan perintah Mira.

“Ada yang mau datang.”

“Siapa, Mir?”

“Lihat sendiri saja nanti. Mira cuma disuruh ibu bilang ke kakak suruh ganti baju.”

Intan tidak banyak bertanya lagi. Lagipula, dirinya sudah lelah setelah memompa beberapa balon yang pada akhirnya harus ditiup ulang akibat keisengan Mira. Kini, Intan memutuskan untuk mandi, ganti baju, dan bersiap menyambut tamu yang akan datang. Intan menduga orang-orang yang datang adalah ibu-ibu arisan.

Di luar dugaan, Intan justru butuh waktu lama untuk bersiap. Pikiran Intan tidak fokus, bahkan sesekali terjebak dalam lamunan masa lalunya. Ingatan buruk saat dirinya putus hubungan dengan sang mantan beberapa tahun silam itu hadir sejak tadi siang. Saat itu, Intan tidak sengaja berpapasan jalan dengan sang mantan yang ternyata sudah menggendong bayi berusia beberapa bulan.

Pikiran Intan terganggu karena melihat mantan kekasihnya telah bahagia bersama istri dan buah hatinya. Berbeda dengan Intan yang hingga saat ini belum menemukan orang yang tepat untuk diajak menuju ke pelaminan.

Dorr!

Kali ini bukan suara balon meletus. Miralah yang membuat suara ‘dorr’ demi membuyarkan lamunan Intan.

“Bu guru kenapa melamun terus, sih?” Mira menggoda Intan dengan nada ala anak-anak sekolah dasar.

“Mira, jangan mulai, deh!”

“Dasar kakak! Muridnya dilarang melamun, tapi sekarang justru kakak sendiri yang melamun.”

Disindir demikian, hati Intan melunak. Senyum simpul diberikan, lalu perhatian Intan tertuju pada Mira yang sudah bersiap dengan balutan gaun motif bunga. Jauh berbeda dengan penampilan Intan yang memilih setelan hoodie dan celana panjang.

“Pakaianmu terlalu bagus. Cepat ganti sana! Kita bagian dapur, Mir.”

Tidak ada tanggapan. Mira hanya terdiam sambil mencoba mencerna kalimat Intan.

“Bagian dapur? Kakak kira di rumah ini mau ada arisan?”

“Iya.”

“Bukan, Kak. Sebentar lagi mau ada acara lamaran.”

“Hah? Siapa yang mau dilamar?”

“Ya kakak, dong! Masa iya Mira duluan.”

Bola mata Intan membulat. Sebelum ini sama sekali tidak ada yang mengatakan apa-apa padanya. Dia sama sekali tidak tahu-menahu tentang acara lamaran yang baru saja dikatakan Mira padanya.

Kedua kaki Intan lekas diayun cepat menuju teras depan. Ada ibu dan ayahnya di sana. Tanpa basa-basi lagi, Intan bersiap meminta penjelasan dari mereka.

“Bu, apa benar ….”

Mulut Intan ada yang membekap dari belakang. Miralah pelakunya. Sengaja Mira mencegah Intan bertanya pada ibunya.

“Kalian berdua ini ngapain, sih? Ayo, bantu ibu! Sebentar lagi tamunya datang.”

Tidak lama berselang, terlihat Bu RT melangkah cepat menuju halaman rumah Intan diikuti beberapa ibu-ibu lainnya. Tebakan Intan benar. Acara sore itu adalah acara arisan, bukan lamaran.

“Mira!” Intan berhasil melepas bekapan tangan sang adik.

“Hihi. Prank! Kakak melamun terus, sih.”

Sebenarnya Intan ingin marah, tapi dicegah sang ibu karena kondisi yang ada. Akan jadi perbincangan ibu-ibu arisan bila Intan dan Mira bertengkar di hadapan mereka. Jadilah, Intan hanya berdecak kesal kemudian bergegas kembali ke kamarnya.

Mira yang merasa bersalah lekas membuntuti kakaknya. Seperti biasa, dengan sedikit rayuan dan penjelasan, Mira berhasil mendapat maaf dari Intan. Begitulah hubungan persaudaraan antara Intan dan Mira. Sebesar apa pun kesalahannya, selalu ada kata maaf yang meredam semua.

“Apa kakak belum bisa move on dari mantan? Sampai-sampai kakak tidak mau lagi pacaran? Kejadian itu sudah beberapa tahun lalu, lho. Saat kakak masih kuliah. Sekarang kakak sudah bekerja dan sudah waktunya menikah.” Panjang lebar Mira menjelaskan isi pikirannya.

“Kakak tidak mau pacaran bukan karena belum move on, Mir. Kakak inginnya langsung menikah. Pacaran itu buang-buang waktu saja. Belum lagi sakit hatinya.”

“Apa kakak sudah ada calon?”

Intan menggeleng. Memang, sejak dia putus hubungan dengan sang mantan, tidak ada seorang lelaki pun yang berani menyatakan perasaan. Apalagi sejak dirinya melakoni profesi sebagai seorang guru sekaligus penulis yang sudah memiliki cukup banyak penggemar. Rumornya, tidak ada yang berani mendekati Intan karena merasa tidak pantas bersanding dengannya.

“Kalau yang suka sama kakak, ada nggak?” Mira menyelidik.

“Mungkin … ada. Mungkin juga tidak.” Nada bicara Intan terdengar seperti seorang yang sedang pasrah dengan keadaan.

“Bagaimana dengan Kak Ronal? Si raja gombal waktu zaman kakak SMA? Bukankah dia naksir kakak?”

“Naksir doang tapi tidak ada pembuktian, ya percuma, Mir.”

“Benar juga, sih. Oh iya, bagaimana dengan Pak Dosen ganteng? Teman kakak waktu kuliah.”

Deg-deg-deg!

Seketika itu Intan langsung terdiam. Intan tahu betul siapa lelaki yang dimaksud Mira. Pak Dosen yang disebut-sebut adiknya itu bernama Sandhi, teman Intan semasa kuliah S1. Intan sempat menaruh hati, tapi tidak dilanjutkan lagi karena Intan merasa tidak pantas untuk mendapatkan hati Sandhi.

“Kakak tidak pantas untuk Sandhi, Mir. Sandhi itu cerdas, keren, terkenal di kampusnya. Sedangkan kakak ….”

“Bukankah kakak juga cerdas, keren, dan punya penggemar juga dari novel yang kakak tulis? Menurut Mira pantas-pantas saja, sih.”

“Pan-tas,” eja Intan dengan nada lirih.

Kata pantas itulah yang selama ini membeban hati. Kata pantas itulah yang digunakan mantan kekasih Intan untuk mengakhiri hubungan. Kini, kata pantas itulah yang Intan gunakan sebagai alasan untuk mengungkapkan perasaan mengganjal yang hingga kini masih tidak menemui titik terang. Kenapa harus ada kata pantas dalam suatu hubungan, itulah yang sempat menjadi pertanyaan.

“Pokoknya kakak harus menikah. Umur kakak sudah semakin bertambah, tuh!”

“Iya, Mir. Kakak paham itu.”

“Em, kalau dijodohkan mau nggak, Kak?”

“Apa?” Intan terkejut mendengar kata perjodohan.

Rupanya pertanyaan itu adalah pancingan untuk memulai obrolan serius. Setelahnya, Mira bergegas menuju ke topik utama. Sebenarnya beberapa hari lalu Mira tidak sengaja mendengar obrolan sang ibu tentang rencana perjodohan kakaknya dengan anak tetangga.

“Kenapa kamu baru bilang sekarang, Mir?”

“Sssut! Jangan keras-keras, Kak! Nanti Mira ditegur ibu karena menguping obrolan waktu itu.”

Intan memijit keningnya perlahan. Kabar ini benar-benar mengejutkan. Ditambah lagi, Mira menunjukkan rekaman obrolan yang sekaligus membuktikan bahwa kabar tersebut bukan omong kosong belaka.

“Kakak tidak mau dijodohkan, Mir. Kamu tahu itu, bukan?”

“Iya, Mira tahu, Kak. Kalau memang seperti itu, kakak harus bergegas cari calon untuk dikenalkan pada ayah dan ibu.”

“Tapi, siapa yang mau sama kakak?”

“Usaha dulu, Kak. Nanti juga ketemu.”

Beberapa hari setelah kabar itu diterima, ibu dari si pemuda yang hendak dijodohkan dengan Intan tidak sengaja keceplosan bicara tentang perjodohan. Sejak itu Intan sering terjaga saat malam. Bingung, kepikiran, opsi rencana kabur dari rumah pun sempat terbersit di benaknya. Namun, rencananya tidak sampai dijalankan karena Intan tidak ingin bersikap kekanakan.

“Apa yang harus aku lakukan agar perjodohan itu tidak sampai terlaksana?” Intan bergumam dalam hati, sambil kakinya terus melangkah di tepian kolam ikan yang berada di area rumah makan.

Dalam keadaan setengah melamun, bahu Intan tidak sengaja bersenggolan dengan bahu seseorang. Sayangnya, tempat Intan limbung adalah tepian kolam ikan. Air kolam jernih siap menyambut tubuh Intan sebelum akhirnya seseorang yang menyenggolnya tadi membalikkan keadaan. Tangan Intan diraih, kemudian ditarik menjauhi area kolam.

Intan selamat, tidak jadi tercebur kolam ikan. Bukan perasaan senang yang pertama kali Intan rasakan, melainkan jantung berdebar. Saat ini bola mata Intan sedang beradu dengan bola mata lelaki di hadapannya. Lelaki yang sama sekali tidak asing baginya. Intan tidak hanya bisa mengenalinya dari raut wajah, melainkan juga dari senyum manis yang disuguhkan padanya.

Siapakah lelaki itu? Mungkinkah pertemuan di tepian kolam ikan menjadi jalan bagi Intan untuk menemukan pasangan? Nantikan lanjutan ceritanya!

Bersambung ….

Terpopuler

Comments

Arsyila Syafika

Arsyila Syafika

.

2024-06-14

0

Sekar Sekar

Sekar Sekar

si dosen ganteng

2023-05-05

0

Ana Yulia

Ana Yulia

aku hadir di sini thor 😘

2022-01-23

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 - Dorr!
2 Bab 2 - Menyukaimu
3 Bab 3 - Tukang Bersih-bersih
4 Bab 4 - Bukan Liburan
5 Bab 5 - Beruntung
6 Bab 6 - Tolong Aku
7 Bab 7 : Bukan Pelakor
8 Bab 8 : Cerita dan Rencana
9 Bab 9 - Les Privat
10 Bab 10 - Di Warung Kopi
11 Bab 11 - Undangan
12 Bab 12 - Tentang Perasaan
13 Bab 13 - Sakitnya Bukan Main
14 Bab 14 - Kejutan yang Membuat Bingung
15 Bab 15 - Buktikan!
16 Bab 16 - Paket
17 Bab 17 - Ternyata Salah
18 Bab 18 - Rencana Mira dan Sandhi
19 Bab 19 - Ingatkah Kamu?
20 Bab 20 - Mencari
21 Bab 21 - Datang untuk Membantu
22 Bab 22 - Bimbang
23 Bab 23 - Pengakuan
24 Bab 24 - Yang Sebenarnya
25 Bab 25 - Pengagum Rahasia dari Masa Lalu
26 Bab 26 - Ada yang Keberatan
27 Bab 27 - Bersiap untuk Akhir Pekan
28 Bab 28 - Di Danau Berair Jernih
29 Bab 29 - Bertengkar
30 Bab 30 - Salah Sasaran
31 Bab 31 - Seorang Penggemar
32 Bab 32 - Menunggu Orang Tua Intan
33 Bab 33 - Meminta Restu Ibu
34 Bab 34 : Suasana Hati Sandhi
35 Bab 35 - Melanjutkan Niatan
36 Bab 36 - Romantis Berdua
37 Bab 37 - Kekuatan Perasaan
38 Bab 38 - Datang Melamarmu
39 Bab 39 - Menghibur Diri
40 Bab 40 - Seleraku Bukan Kamu
41 Bab 41 - Saling Membantu
42 Bab 42 - Ada yang Membuntuti
43 Bab 43 : Tertuduh
44 Bab 44 - Kabur
45 Bab 45 - Takdir yang Saling Terhubung
46 Bab 46 - Butuh Terapi
47 Bab 47 - Pilihan Sulit
48 Bab 48 - Melibatkan Diri
49 Bab 49 - Demi yang Tersayang
50 Bab 50 - Demi yang Tersayang (2)
51 Bab 51 - Tantangan 31 Hari
52 Bab 52 - Kejutan dan Bianglala Pasar Malam
53 Bab 53 - Malam Sebelum Berpisah
54 Bab 54 - Rutinitas Baru
55 Bab 55 - Menetapkan Hati
56 Bab 56 - Memantik Api
57 Bab 57 - Bertemu Juga
58 Bab 58 - Di Luar Rencana
59 Bab 59 - Jangan Ikut Campur
60 Bab 60 - Curhat
61 Bab 61 - Rumit Sekali
62 Bab 62 - Sikap yang Salah
63 Bab 63 - Peduli
64 Bab 64 - Tanpa Campur Tangan Kita
65 Bab 65 - Yang Tangguh juga Bisa Flu
66 Bab 66 - Dipaksa Menikahi
67 Bab 67 - Bukan dengan Paksaan
68 Bab 68 - Tersadar
69 Bab 69 - Alasan Fani
70 Bab 70 - Lunas
71 Bab 71 - Kondisi yang Membaik
72 Bab 72 - Diantar Pulang
73 Bab 73 - Akan Segera Menikah
74 Bab 74 - Seminggu Lagi Jadi Istri
75 Bab 75 - Pelakor Level 1
76 Bab 76 - Si Dalang Pelakor Bayaran
77 Bab 77 - Bertemu Jodoh Masing-masing
78 Pengumuman - Dukung Karya Author
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Bab 1 - Dorr!
2
Bab 2 - Menyukaimu
3
Bab 3 - Tukang Bersih-bersih
4
Bab 4 - Bukan Liburan
5
Bab 5 - Beruntung
6
Bab 6 - Tolong Aku
7
Bab 7 : Bukan Pelakor
8
Bab 8 : Cerita dan Rencana
9
Bab 9 - Les Privat
10
Bab 10 - Di Warung Kopi
11
Bab 11 - Undangan
12
Bab 12 - Tentang Perasaan
13
Bab 13 - Sakitnya Bukan Main
14
Bab 14 - Kejutan yang Membuat Bingung
15
Bab 15 - Buktikan!
16
Bab 16 - Paket
17
Bab 17 - Ternyata Salah
18
Bab 18 - Rencana Mira dan Sandhi
19
Bab 19 - Ingatkah Kamu?
20
Bab 20 - Mencari
21
Bab 21 - Datang untuk Membantu
22
Bab 22 - Bimbang
23
Bab 23 - Pengakuan
24
Bab 24 - Yang Sebenarnya
25
Bab 25 - Pengagum Rahasia dari Masa Lalu
26
Bab 26 - Ada yang Keberatan
27
Bab 27 - Bersiap untuk Akhir Pekan
28
Bab 28 - Di Danau Berair Jernih
29
Bab 29 - Bertengkar
30
Bab 30 - Salah Sasaran
31
Bab 31 - Seorang Penggemar
32
Bab 32 - Menunggu Orang Tua Intan
33
Bab 33 - Meminta Restu Ibu
34
Bab 34 : Suasana Hati Sandhi
35
Bab 35 - Melanjutkan Niatan
36
Bab 36 - Romantis Berdua
37
Bab 37 - Kekuatan Perasaan
38
Bab 38 - Datang Melamarmu
39
Bab 39 - Menghibur Diri
40
Bab 40 - Seleraku Bukan Kamu
41
Bab 41 - Saling Membantu
42
Bab 42 - Ada yang Membuntuti
43
Bab 43 : Tertuduh
44
Bab 44 - Kabur
45
Bab 45 - Takdir yang Saling Terhubung
46
Bab 46 - Butuh Terapi
47
Bab 47 - Pilihan Sulit
48
Bab 48 - Melibatkan Diri
49
Bab 49 - Demi yang Tersayang
50
Bab 50 - Demi yang Tersayang (2)
51
Bab 51 - Tantangan 31 Hari
52
Bab 52 - Kejutan dan Bianglala Pasar Malam
53
Bab 53 - Malam Sebelum Berpisah
54
Bab 54 - Rutinitas Baru
55
Bab 55 - Menetapkan Hati
56
Bab 56 - Memantik Api
57
Bab 57 - Bertemu Juga
58
Bab 58 - Di Luar Rencana
59
Bab 59 - Jangan Ikut Campur
60
Bab 60 - Curhat
61
Bab 61 - Rumit Sekali
62
Bab 62 - Sikap yang Salah
63
Bab 63 - Peduli
64
Bab 64 - Tanpa Campur Tangan Kita
65
Bab 65 - Yang Tangguh juga Bisa Flu
66
Bab 66 - Dipaksa Menikahi
67
Bab 67 - Bukan dengan Paksaan
68
Bab 68 - Tersadar
69
Bab 69 - Alasan Fani
70
Bab 70 - Lunas
71
Bab 71 - Kondisi yang Membaik
72
Bab 72 - Diantar Pulang
73
Bab 73 - Akan Segera Menikah
74
Bab 74 - Seminggu Lagi Jadi Istri
75
Bab 75 - Pelakor Level 1
76
Bab 76 - Si Dalang Pelakor Bayaran
77
Bab 77 - Bertemu Jodoh Masing-masing
78
Pengumuman - Dukung Karya Author

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!