Bab 5 - Beruntung

“Seperti di sinetron,” tutur seorang anak perempuan yang rambutnya dikepang dua.

Mulanya dekapan Devano disambut oleh Intan. Begitu mendengar perkataan si anak perempuan, dengan gesit Intan mendorong tubuh Devano hingga dekapan itu pun terlepas.

“Aku baik-baik saja.” Intan menyeka air matanya, lantas berdiri menuju motor Devano.

Devano tahu apa yang hendak Intan lakukan. Dibiarkan saja Intan menuju kotak makanan di motornya, sementara dirinya menenangkan anak-anak agar lebih tenang seperti sebelumnya. Devano meyakinkan mereka bahwa semua akan baik-baik saja.

Intan kembali dengan kotak-kotak makanan di tangannya. Dua anak perempuan lainnya sigap membantu begitu melihat Intan. Nasi kotak berisi lalapan ayam pun dibagikan, kemudian disantap bersama sembari mengembalikan rasa tenang usai melihat adegan pertengkaran.

Anak-anak dibiarkan menyantap makanan. Sementara Devano, dia menghampiri Intan yang tampak menyendiri di dekat danau.

“Makan juga, yuk!” ajak Devano.

“Tidak. Terima kasih.”

“Mau aku suapi?”

“Jangan menggodaku, Dev!”

“Siapa yang sedang menggoda sih, Tan. Aku hanya menawari saja. Kalau tidak mau ya sudah. Aku tinggal, lho!”

“Eh-eh, tunggu!”

Intan sukses menghentikan langkah kaki Devano dengan cara memegangi lengan tangan. Namun, cepat-cepat Intan lepaskan lagi karena teringat dekapan Devano sebelum ini. Ada perasaan malu yang datang mengusik hati, hingga membuat Intan kurang nyaman saat teringat kembali.

“Dev, bisakah aku tahu lebih banyak tentang anak-anak ini? Kenapa kamu bisa bertemu mereka? Sejak kapan, dan tentang Satya … aku penasaran dengannya.”

“Duduklah di ayunan sana. Akan aku ceritakan padamu tentang mereka.”

Dimulailah cerita Devano tentang anak-anak danau berair jernih. Tahun lalu, Devano bertemu mereka saat mengunjungi bagian tempat wisatanya. Kala itu Devano bersama dua orang temannya melihat anak-anak kecil bekerja membantu di saung, padahal saat itu hari masuk sekolah.

Bermula dari sekedar bertanya, Devano dan dua temannya berkenalan dengan ibu tua yang menceritakan kondisi beberapa anak yang enggan bersekolah dan memilih membantu bekerja.

“Maksudmu, ibu tua yang tadi mengantar anak-anak ke sini?” tanya Intan, meyakinkan diri.

“Benar. Namanya Bu Rumi. Dia kerja di salah satu warung makan di tempat wisata seberang danau ini.”

Cerita Devano berlanjut. Dengan mimik prihatin, Devano menjelaskan kondisi beberapa anak yang belajar bersamanya hari ini. Ada yang hanya tinggal bersama neneknya saja, ada yang ditinggal ibunya merantau, ada pula yang memang karena keadaan harus membantu bekerja. Sehingga, butuh semangat khusus untuk datang ke sekolah.

“Saat itu bisa aku simpulkan, mereka butuh penyemangat agar lebih mengerti tentang pentingnya pendidikan, terlepas dari beberapa masalah kehidupan yang membuat mereka harus berjuang,” ungkap Devano.

Setahun lalu, Devano dan dua temannya hanya lima hari saja belajar bersama tujuh anak yang terkumpul. Hasil mulai terlihat, dan anak-anak tersebut kembali semangat untuk bersekolah. Setelahnya, jadwal sebulan sekali dibuat untuk memastikan semangat mereka tidak kendor.

“Tapi, jadwal sebulan sekali hanya berlangsung tiga kali. Karena kesibukanku dan dua temanku, akhirnya jadwal itu tidak berlanjut. Beruntung, mereka tidak pernah bolos sekolah lagi setelah hari itu. Dan, hari ini … aku beruntung bisa bertemu dan sedikit berbagi bersama mereka lagi. Terima kasih sudah mau datang ke sini bersamaku, Tan.”

Nada cerita Devano benar-benar menyentuh hati Intan. Sungguh Intan sama sekali tidak menyangka bahwa Devano akan memiliki cerita yang menurutnya bisa menginspirasi orang-orang yang mendengarnya.

“Aku juga. Terima kasih telah mengenalkanku pada sisi lain dunia. Ceritamu menyentuh, Dev.”

Kali ini ekspresi Devano berubah. Untuk sejenak, dia menyelidik Intan lantas bergegas menuju belakang ayunan. Devano mendorong ayunannya dengan kencang hingga Intan berteriak senang.

“Jangan coba-coba menulis ceritaku dalam novelmu, ya!”

“Hahaha. Tidak akan!”

Anak-anak menyudahi aktivitas makan mereka. Devano meminta mereka bermain sebentar, sementara dia melanjutkan ceritanya pada Intan.

“Tempat ini, Bu Rumi dan anak-anak inilah yang mengenalkan. Tentang jalan lain menuju tempat ini, itu hasil petualanganku dengan dua temanku.” Devano senyum-senyum sendiri saat mengingat momen setahun lalu.

“Dev, bagaimana dengan Satya?”

“Untuk Satya, dia begitu spesial. Berbeda dengan anak-anak lainnya. Waktu pertama kali kami bertemu dengannya, dia mengalami gangguan dalam belajar. Disleksia ringan. Kamu pasti tidak asing dengan istilah itu, bukan?”

Intan mengangguk. “Bagaimana kalian tahu bahwa Satya mengalami disleksia ringan?”

“Salah satu dari kami adalah psikolog. Teman baikku. Dia temanmu juga. Kamu mengenalnya, Tan. Si Reynal.”

“Ya, aku mengingatnya.”

Kala itu Devano, Reynal, dan seorang temannya lagi membantu Satya sampai pada terapinya. Beruntung, kondisi Satya terus berkembang sehingga bisa mengikuti pembelajaran seperti teman-temannya. Devano menjelaskan bahwa Reynal-lah yang paling banyak berperan membantu kondisi Satya.

“Setahuku, selama ini Satya hanya tinggal bersama ibu dan neneknya. Dari kejadian tadi, sepertinya ada sedikit masalah dalam rumah tangga mereka, Tan.”

“Apa yang bisa kita perbuat untuk mereka, Dev?”

“Tidak ada. Itu urusan rumah tangga mereka.”

Jeda sejenak. Devano melihat ke arah Intan dengan seksama. “Tan, kenapa kamu tadi menangis?”

Disinggung soal tadi, mendadak saja Intan jadi malu sendiri. Sebenarnya tadi Intan kaget, dan sedikit takut dengan apa yang terjadi. Sayang sekali, mimik yang tergambar justru berujung tangisan.

“Kenapa tadi kamu memelukku?” Intan memilih balik bertanya.

Sama seperti Intan, Devano memilih untuk diam. Namun, dalam hatinya tersenyum malu karena sikap yang tadi dia tunjukkan adalah sikap spontan. Rasanya, tiba-tiba seolah ingin melindungi Intan setelah melihat air matanya keluar.

“Mama Intan!”

Obrolan Devano dan Intan terusik karena teriakan anak lelaki yang berlari mendekat ke arah Intan. Anak lelaki itulah yang sempat mengira Intan dan Devano berpacaran.

“Sayang, kenapa kamu memanggil kakak dengan sebutan mama, ha?” Intan mengusap pelan kepala si anak lelaki.

“Kak Dev tadi yang bilang, kalau Kak Intan ini calon istrinya Kak Dev. Katanya aku boleh manggil mama, terus boleh minta gambarkan mainan yang kusuka sebanyak-banyaknya.” Terang si anak lelaki dengan nada polosnya.

“Dev-va-no!” Intan mengeja nama Devano dengan penuh penekanan. Tidak lupa pula lirikan mata tajam juga dilayangkan.

Terbongkar sudah bisikan Devano pada si anak lelaki. Demi menghindari omelan Intan, Devano memilih untuk menemani anak-anak yang sedang asik bermain. Sementara Intan, dia terpaksa menuruti keinginan si anak lelaki. Intan menggambarkan kereta api sambil pasrah dipanggil mama oleh si anak tadi.

***

“Tan, kamu baik-baik saja?”

Intan mengangguk-angguk menanggapi pertanyaan Devano sambil tetap senyum-senyum sendiri. Langkahnya diayun mantap menuju motornya, sedangkan di tangan kanan kirinya penuh dengan oleh-oleh dari si ibu tua. Ada pisang, sayuran, dan kacang panjang.

“Yang ini dari ayahnya Satya.” Devano memberikan kelapa muda pada Intan yang terlihat susah payah menata oleh-oleh di motornya.

“Beruntungnyaaa … Senang sekali, deh. Ayah ibunya Satya sudah berbaikan. Anak-anak yang hari ini belajar, mereka sangat senang. Sekarang, waktunya pulang.” Intan tampak bahagia.

“Kalau yang ini dari Gion, untuk mama Intan.” Devano menyerahkan selembar kertas bertuliskan terima kasih. Gion adalah si anak lelaki yang paling manja pada Devano, yang sempat mengira Intan dan Devano berpacaran.

Raut wajah Intan seketika berubah, bahkan tidak mau menerima selembar kertas yang disodorkan Devano padanya.

“Buat kamu saja. Kamu kan ayahnya.”

“Berarti kamu setuju jadi mamanya, dong.”

“Deeeev! Sekali lagi kamu menggodaku, aku benar-benar akan mengganggu hidupmu!”

“Haha. Yuk, pulang! Sebagian barangmu letakkan di motorku. Biar aku bawakan.”

Perhatian Intan teralihkan pada oleh-oleh yang memenuhi bagian depan motornya. Memang terlihat dipaksakan. Alhasil, Intan memutuskan menerima tawaran Devano demi keamanan. Akan sangat tidak lucu bila nanti oleh-oleh yang dibawa justru jatuh satu per satu saat di perjalanan.

Motor Intan dan Devano pun melaju depan belakang. Devano memimpin jalan di depan, sedangkan Intan mengekori di belakang sambil sesekali melambungkan lamunan. Pikiran Intan terusik saat teringat rumah. Ingat rumah, itu artinya teringat rencana perjodohannya.

“Apa yang harus aku lakukan?” Batin Intan.

Begitu larut Intan dalam lamunan, padahal kondisinya masih di jalanan. Hingga kemudian, Intan kehilangan fokusnya, dan ….

“Aaaa!!”

Brakk!

Kejadiannya begitu cepat. Saat Devano menghentikan motornya, tampak Intan sudah tergeletak di dekat motornya.

Bagaimana kondisi Intan? Nantikan lanjutan ceritanya!

Bersambung ….

Terpopuler

Comments

Arthi Yuniar

Arthi Yuniar

Yaah Intan kebanyakan melamun jadinya jatoh kan😁😁

2021-12-31

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 - Dorr!
2 Bab 2 - Menyukaimu
3 Bab 3 - Tukang Bersih-bersih
4 Bab 4 - Bukan Liburan
5 Bab 5 - Beruntung
6 Bab 6 - Tolong Aku
7 Bab 7 : Bukan Pelakor
8 Bab 8 : Cerita dan Rencana
9 Bab 9 - Les Privat
10 Bab 10 - Di Warung Kopi
11 Bab 11 - Undangan
12 Bab 12 - Tentang Perasaan
13 Bab 13 - Sakitnya Bukan Main
14 Bab 14 - Kejutan yang Membuat Bingung
15 Bab 15 - Buktikan!
16 Bab 16 - Paket
17 Bab 17 - Ternyata Salah
18 Bab 18 - Rencana Mira dan Sandhi
19 Bab 19 - Ingatkah Kamu?
20 Bab 20 - Mencari
21 Bab 21 - Datang untuk Membantu
22 Bab 22 - Bimbang
23 Bab 23 - Pengakuan
24 Bab 24 - Yang Sebenarnya
25 Bab 25 - Pengagum Rahasia dari Masa Lalu
26 Bab 26 - Ada yang Keberatan
27 Bab 27 - Bersiap untuk Akhir Pekan
28 Bab 28 - Di Danau Berair Jernih
29 Bab 29 - Bertengkar
30 Bab 30 - Salah Sasaran
31 Bab 31 - Seorang Penggemar
32 Bab 32 - Menunggu Orang Tua Intan
33 Bab 33 - Meminta Restu Ibu
34 Bab 34 : Suasana Hati Sandhi
35 Bab 35 - Melanjutkan Niatan
36 Bab 36 - Romantis Berdua
37 Bab 37 - Kekuatan Perasaan
38 Bab 38 - Datang Melamarmu
39 Bab 39 - Menghibur Diri
40 Bab 40 - Seleraku Bukan Kamu
41 Bab 41 - Saling Membantu
42 Bab 42 - Ada yang Membuntuti
43 Bab 43 : Tertuduh
44 Bab 44 - Kabur
45 Bab 45 - Takdir yang Saling Terhubung
46 Bab 46 - Butuh Terapi
47 Bab 47 - Pilihan Sulit
48 Bab 48 - Melibatkan Diri
49 Bab 49 - Demi yang Tersayang
50 Bab 50 - Demi yang Tersayang (2)
51 Bab 51 - Tantangan 31 Hari
52 Bab 52 - Kejutan dan Bianglala Pasar Malam
53 Bab 53 - Malam Sebelum Berpisah
54 Bab 54 - Rutinitas Baru
55 Bab 55 - Menetapkan Hati
56 Bab 56 - Memantik Api
57 Bab 57 - Bertemu Juga
58 Bab 58 - Di Luar Rencana
59 Bab 59 - Jangan Ikut Campur
60 Bab 60 - Curhat
61 Bab 61 - Rumit Sekali
62 Bab 62 - Sikap yang Salah
63 Bab 63 - Peduli
64 Bab 64 - Tanpa Campur Tangan Kita
65 Bab 65 - Yang Tangguh juga Bisa Flu
66 Bab 66 - Dipaksa Menikahi
67 Bab 67 - Bukan dengan Paksaan
68 Bab 68 - Tersadar
69 Bab 69 - Alasan Fani
70 Bab 70 - Lunas
71 Bab 71 - Kondisi yang Membaik
72 Bab 72 - Diantar Pulang
73 Bab 73 - Akan Segera Menikah
74 Bab 74 - Seminggu Lagi Jadi Istri
75 Bab 75 - Pelakor Level 1
76 Bab 76 - Si Dalang Pelakor Bayaran
77 Bab 77 - Bertemu Jodoh Masing-masing
78 Pengumuman - Dukung Karya Author
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Bab 1 - Dorr!
2
Bab 2 - Menyukaimu
3
Bab 3 - Tukang Bersih-bersih
4
Bab 4 - Bukan Liburan
5
Bab 5 - Beruntung
6
Bab 6 - Tolong Aku
7
Bab 7 : Bukan Pelakor
8
Bab 8 : Cerita dan Rencana
9
Bab 9 - Les Privat
10
Bab 10 - Di Warung Kopi
11
Bab 11 - Undangan
12
Bab 12 - Tentang Perasaan
13
Bab 13 - Sakitnya Bukan Main
14
Bab 14 - Kejutan yang Membuat Bingung
15
Bab 15 - Buktikan!
16
Bab 16 - Paket
17
Bab 17 - Ternyata Salah
18
Bab 18 - Rencana Mira dan Sandhi
19
Bab 19 - Ingatkah Kamu?
20
Bab 20 - Mencari
21
Bab 21 - Datang untuk Membantu
22
Bab 22 - Bimbang
23
Bab 23 - Pengakuan
24
Bab 24 - Yang Sebenarnya
25
Bab 25 - Pengagum Rahasia dari Masa Lalu
26
Bab 26 - Ada yang Keberatan
27
Bab 27 - Bersiap untuk Akhir Pekan
28
Bab 28 - Di Danau Berair Jernih
29
Bab 29 - Bertengkar
30
Bab 30 - Salah Sasaran
31
Bab 31 - Seorang Penggemar
32
Bab 32 - Menunggu Orang Tua Intan
33
Bab 33 - Meminta Restu Ibu
34
Bab 34 : Suasana Hati Sandhi
35
Bab 35 - Melanjutkan Niatan
36
Bab 36 - Romantis Berdua
37
Bab 37 - Kekuatan Perasaan
38
Bab 38 - Datang Melamarmu
39
Bab 39 - Menghibur Diri
40
Bab 40 - Seleraku Bukan Kamu
41
Bab 41 - Saling Membantu
42
Bab 42 - Ada yang Membuntuti
43
Bab 43 : Tertuduh
44
Bab 44 - Kabur
45
Bab 45 - Takdir yang Saling Terhubung
46
Bab 46 - Butuh Terapi
47
Bab 47 - Pilihan Sulit
48
Bab 48 - Melibatkan Diri
49
Bab 49 - Demi yang Tersayang
50
Bab 50 - Demi yang Tersayang (2)
51
Bab 51 - Tantangan 31 Hari
52
Bab 52 - Kejutan dan Bianglala Pasar Malam
53
Bab 53 - Malam Sebelum Berpisah
54
Bab 54 - Rutinitas Baru
55
Bab 55 - Menetapkan Hati
56
Bab 56 - Memantik Api
57
Bab 57 - Bertemu Juga
58
Bab 58 - Di Luar Rencana
59
Bab 59 - Jangan Ikut Campur
60
Bab 60 - Curhat
61
Bab 61 - Rumit Sekali
62
Bab 62 - Sikap yang Salah
63
Bab 63 - Peduli
64
Bab 64 - Tanpa Campur Tangan Kita
65
Bab 65 - Yang Tangguh juga Bisa Flu
66
Bab 66 - Dipaksa Menikahi
67
Bab 67 - Bukan dengan Paksaan
68
Bab 68 - Tersadar
69
Bab 69 - Alasan Fani
70
Bab 70 - Lunas
71
Bab 71 - Kondisi yang Membaik
72
Bab 72 - Diantar Pulang
73
Bab 73 - Akan Segera Menikah
74
Bab 74 - Seminggu Lagi Jadi Istri
75
Bab 75 - Pelakor Level 1
76
Bab 76 - Si Dalang Pelakor Bayaran
77
Bab 77 - Bertemu Jodoh Masing-masing
78
Pengumuman - Dukung Karya Author

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!