Bab 05 | Langkah Pertama

Pelahap Tangisan - Bab 5

Seorang gadis dengan rambut hijau limau serta iris mata merah. Rambutnya memanjang di bawah pinggang dan tampak memudar menjadi sedikit lebih putih, di sisi kanan kepalanya pula dia memakai pita merah diikat pada rambut. Beserta persenjataan yaitu pedang yang tergantung di pinggangnya.

Sesaat sesudahnya Ardy baru menyadari sesuatu hal, bahwa Viana memakai mahkota yang serupa seperti tiara tampak seperti permata. Kedua tangan terangkat ke atas melambai padanya, Ardy mendekat sembari memperhatikannya. Jauh berbeda dengan penampilan sebelumnya.

"Jadi, apa yang menjadi keputusanmu ? Apa mulai sekarang, aku harus memanggilmu tuan ? Tapi aku tidak menyukainya.." sambil berkata Viana menuangkan air teh ke dalam gelas dan menyimpannya ke atas meja. Hendak ingin bicara gadis ini terlihat sangat menawan buat Ardy tak bisa bicara, dia menghembuskan napas pelan.

"Aku terima!" angkat Ardy menaikan suaranya. Begitu mendengar jawaban, gadis Destyn ini tersenyum tipis kemudian menghadapnya dan menyentuh pipi Ardy dengan bibirnya. Dalam sekejap Ardy merasa sesuatu merasuki pikiran, bersamaan rasa malu menguasai dan kaget tak main. Mendadak selepasnya dia mengigit pipinya.

"Rggh!"

"Duh, rasanya aku ingin melakukannya lagi tapi ya untuk kali ini itu cukup.." ujar Viana memperlihatkan senyum kecil. Remaja ini agak bingung.

Besoknya,

tetap tidak ada perubahan sama sekali. Salah satu murid menjambak rambutnya dengan kuat menciptakan jeritan keras dari mulut Ardy. Akibat dari tolaknya untuk memberikan uangnya, memalak sudah menjadi pekerjaan hampir setiap murid di sekolah ini sebabnya kurang dari mereka paham akan apa itu sekolah dan kegunaannya.

Meskipun demikian, hanya Rika saja yang selalu bersamanya dan sanggup melindunginya dengan statusnya sebagai orang kaya. Orang-orang beranggapan kalau berurusan dengannya sama halnya dengan, membawa diri ke polisi. Karena itulah dia mendapatkan cukup teman, walau belum tentu dari teman menjadi sahabat.

Selebihnya Ardy hanyalah teman yang dianggap ketika saat dibutuhkan, hanya saja mereka menyebut 'teman" dengan cukup paksaan. Itu membuatnya jijik serta kesal setiap waktu. Setiap tendangan mengarah pada tubuhnya, mereka tak sanggup merundung jika sendirian, melainkan harus berkelompok dengan alasan tertentu.

Remaja ialah fase dimana manusia ada di titik tumbuh menjadi dewasa, banyak kesalahan yang banyak dilakukan. Lingkungan juga berpengaruh penting terhadap pertumbuhan. Bagi Ardy sendiri sekolahnya bukan tempat mencari ilmu, terkecuali nilai ialah segala-galanya dan itu berawal saat dia melihat kalau mereka tak memerlukan ilmu.

Sebatas ijazah saja mereka cukup. Jarang orang lain mendapatkan ilmu yang bisa digunakan, mau bagaimanapun menghidupi diri sendiri ijazah sangat diperlukan. Bagi masyarakat, bukan orang-orang yang derajatnya lebih tinggi, asumsi Ardy semacam itu dan masih menjadi prinsipnya selama ini.

"Ap--!" Perkataannya terhenti sesaat. Tangan kiri Ardy mencengkram erat kakinya, makin lama cengkraman tangannya membuat kuku tangannya menusuk kakinya dan orang ini nerasakan sakit. Temannya yang lain menendang kepala Ardy.

"A-Ada apa dengannya ?" Tanya salah satu dari keempatnya terlihat ketakutan. Semuanya berhenti memukulinya, merasa getar menghadapi sesuatu yang dianggap akan mendatangkan sebuah bencana. Itulah yang mereka rasakan selepas melihat Ardy berusaha berdiri. Setiap helai rambutnya berubah, menjadi warna putih serta tatapan matanya mengeras pada mereka.

Hawa di sekitar mereka tertawa dingin, pandangan mata tajam Ardy pada mereka semakin memperlihatkan ancaman. Seolah-olah Ardy sedang mengintimidasi, dia melangkah dengan pelan mendekati mereka dan dua dari mereka terjatuh roboh terduduk dengan kedua tangan menyilang depan muka, seperti berniat mempertahankan diri.

Di belakang sekolah tempat mereka sering membawanya kemari. Setiap murid yang datang ke sini, pasti untuk kepentingan pribadi serta bisa membuat orang lain rugi. Tentunya murid yang tidak bisa melawan, sebagaimana Ardy.

Namun, sekarang dengan suatu hal laki-laki ini melompong hampa pada keempat remaja ini dengan mulut terbuka serta gigi yang kelihatan tajam. Tangannya terangkat ke atas. Hendak ingin memberikan pukulan, akan tetapi seorang gadis berambut hijau limau datang menghentikan pergerakannya kemudian memukul kepalanya.

Mendadak dalam hitungan detik. Mata Ardy memperlihatkan kesadaran lagi, semua laki-laki ini melihat Viana dengan tatapan heran. Begitu Viana menoleh ke arah mereka. Serentak membuat keempatnya kabur begitu saja, serupa melihat sesuatu yang menakutkan dan lari darinya.

Viana memukul pelan ke kepala Ardy dengan telapak tangannya sambil berkata, "Ah, jangan membunuhnya dong.. aku tak mengizinkanmu membunuh orang lain dengan kekuatanku!"

Secara tidak sadar. Rambut Ardy kembali menjadi normal, warnanya menjadi hitam kembali seperti sediakala dan bel berbunyi menandakan waktu istirahat telah berakhir. Hanya saja, remaja ini termenung seraya menatap telapak tangannya dan mengumpulkan ingatannya, barusan apa yang terjadi masih tidak diingatnya.

"Intimidasi, salah satu kekuatanmu.. akan ku berikan kemampuan lain tapi selesaikan dulu sekolahmu!" Ucapnya sambil menghilang masuk ke dalam sekumpulan asap putih. Asap tersebut menghilang bersama dirinya. Sebelum kembali ke kelas, laki-laki ini datang terlebih dahulu ke kantin dan membeli roti untuk mengisi perut.

Sambil melewati kelas-kelas lain dia melahap roti seraya berjalan. Di depan pintu kelas, ia melihat guru masuk ke dalam disusul oleh murid lain selain dirinya yang terlambat. Karena baru beberapa menit mereka diizinkan untuk masuk.

"Baiklah apa kalian sudah siap.." ujar guru menuliskan sesuatu di papan tulis dengan spidol di tangan. "Untuk ujian dadakan!" Lanjutnya bicara dengan nada bahagia. Sebaliknya para murid terlihat memelas, seluruh siswa-siswi terkecuali Ardy yang menduga bahwa hari ini akan ujian untuk mengetahui kemampuan murid-murid tentang satu bagian yang telah diajarkan, cukup mudah untuknya.

Mengerjakan tugas orang lain membuatnya serupa belajar berkali-kali lipat, karena saat melupakan bab sebelumnya, para perundung menyuruhnya mengerjakan tugasnya. Itu membuatnya seolah mengulang pelajaran. Jadi, dia tidak perlu harus mengulang pembelajaran dan bisa melalui ulangan dengan mudah.

Ketua kelas maju ke depan mengambil soal-soal dan memberikannya kepada semua murid, melihat pertanyaan-pertanyaan yang diajukan membuatnya terdiam sejenak. Temanya ialah pergaulan bebas. Entah itu minuman keras, pelecehan, serta hal lain sebagainya. Itu cukup lumrah di mata masyarakat.

"Apa aku termasuk ke dalam..." Gumamnya dalam hati. Tapi dia menggelengkan kepala setelah memikirkan hal itu. Dan menganggap dia bukan salah satu bagian, melainkan korban dari pergaulan yang tidak seharusnya ini.

Orang tua menjadi pengaruh paling tinggi untuk pergaulan anak, mereka mencontoh hal apapun yang dilihatnya entah itu dari orang tua atau menyaksikannya dari hal lain. Sambil menjawab soal. Ardy terus memikirkan tentang dirinya, tidak lepas dari pemikiran soal teman-teman perbullyannya. Itu membuatnya tertawa pelan.

Dia berdiri sambil tidak mengindahkan panggilan serta imbauan dari murid di belakangnya dan berkata, "saya sudah selesai pak.."

Semua orang yang membully dirinya menggeram. Bagai harimau yang marah, mereka melihat Ardy menjumpai guru dan memberikan jawabannya. Pertamakalinya, dia mengabaikan semua perundungnya di kelas dan duduk kembali dengan tenang seolah-olah tidak terjadi apapun tidak mengacuhkannya.

Terpopuler

Comments

Lela Lela

Lela Lela

semangat ardy 😁👍

2022-11-04

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!