Pelahap Tangisan - Bab 04
Tetap tersenyum walaupun depresi memakannya pelan-pelan, perban yang telah dibeli dengan air mata itu telah habis menutup semua luka luarnya. Orang-orang yang hanya kasihan, terus-menerus bertanya dirinya baik-baik saja atau tidak. Pernyataan itu semakin tak keruan. Hari-hari hampa telah menjadi makanan sehari-hari baginya kala itu. Sampai sekarang, gaya hidup pribadinya masih sukar untuk dihilangkan, kebiasaan itu menggantikan obat depresi dengan senyuman tanpa ketulusan dan hanya dikurung oleh ketakutan. Terintimidasi oleh orang lemah.
"Ubahlah takdirmu.. itu yang terbaik, apa kau ingin bekerja untuk orang lain ? Atau untuk diri sendiri, pilihan ada padamu. Aku akan melayanimu dan tetap disampingmu sampai engkau mendapatkan pilihan hidup, dan aku akan pinjamkan semua yang kumiliki untukmu.. tuan.."
Ardy menghembuskan napas panjang lagi. Sekian lama Ardy tidak melakukan hal langka baginya, jarang untuknya keluar rumah hanya berjalan-jalan saja karena semenjak menginjakkan kaki di kota ini dirinya selalu berhadapan dengan orang-orang jahat.
"Aku tak ingin terlibat lagi.." tangannya bergetar ketika berucap. "Kau hanya takut saja dan tidak ada manusia yang sempurna, loh!" Komentar mahkluk ini berada di sampingnya.
Ketakutan takkan menuntun ke kebahagiaan, itu hanya mengikat kedua kaki bertujuan agar Ardy diam tak melakukan berdiri diam. Melompong hampa mereka yang berjalan jauh meninggalkannya ataupun menjadikannya pijakan semata, pada akhirnya akan ditinggalkan tanpa melemparkan satu tulang sekalipun untuknya.
"A-Aku ingin bertanya.." mata Ardy menoleh tajam pada mahkluk hitam berjalan bergandengan tangan dengannya. Mulutnya menganga cukup lama, semua kata-kata yang telah dirangkainya bercerai-berai berserakan dalam kepalanya dan kini ia mengatakan semua kalimat yang tidak memilki isi. Sehingga mahkluk ini heran hanya merespon dengan memiringkan kepalanya.
Bagai apel yang terlalu matang, wajahnya semakin memerah bila mahkluk ini melempar senyum kepadanya. Dirinya tahu mahkluk ini bisa jadi bukan manusia, akan tetapi entah mengapa perasaan yang ada dalam hatinya mengatakan dia seorang perempuan baik dari cara bicara, tingkah, dan suaranya yang sama.
"Rika juga begitu," ujarnya dalam hati. Ketibaan mereka depan rumah disambut beberapa orang yang membawa senjata, meskipun itu hanya batang besi membuat Ardy mundur hitungan langkah ingin pergi tanpa ketahuan tetapi mereka mengetahuinya. Dan memanggil namanya penuh akan emosi.
"Apa maksudmu melaporkan kami ke guru ?!" Bentak seseorang membawa tongkat. Mendadak Ardy ingat kala itu bukan dirinya melainkan mahkluk hitam yang tinggal bersamanya melaporkan mereka ke guru lewat telepon, mendadak karena teman sekelasnya ingin mendaratkan pukulan pada Ardy. Mahkluk ini berpindah tempat ke depan wajah Ardy, mengangkat tangannya menghalangi kepalan tangan seseorang yang hendak memukulnya. Tatapan tajam terlihat jelas terpasang di kedua matanya.
"Apa yang mahkluk hitam ini lakukan ?" Tanya Ardy dalam hatinya. "Namaku Viana, tuan.." ucapnya memelas. Karena sadar kalau dia bisa membaca pikirannya, Ardy mundur beberapa langkah memperlihatkan respon takut.
Hanya saja. Preman kecil lain datang mengayunkan pemukul terbuat dari besi, dengan satu tangan Viana mencengkram dan memegangnya kuat-kuat. Mendadak, mahkluk hitam ini menghilang diantara debu dan tiba-tiba muncul di belakang lawannya lalu bergegas memukul punggungnya hingga terkapar di tanah tidak sadarkan diri.
Yang lain datang, mereka memakai senjata akan tetapi Viana terus bergerak tanpa henti memukul musuh serta menghindari setiap serangan dari mereka. Ardy yang menonton terdiam tak berkata apapun. Dia melihat kalau satu demi satu mereka terkapar di tanah, dengan cepat menumbangkan banyak orang dalam satu waktu.
"Apa kamu tidak ingin membalas perbuatan mereka dengan bantuanku ?" Viana mengajukan pertanyaan seraya memiringkan kepala di depan mukanya. Ardy terdiam sejenak. Meminta suatu penjelasan, sebab dalam pikirannya ia ingin bisa melawan mereka semacam itu agar tidak dihina kembali.
Satu jam berlalu,
setelah membereskan mereka semua Ardy dan Viana masuk ke dalam rumah. Remaja laki-laki ini membaca sebuah buku. Buku yang menjelaskan mahkluk apa Viana sebenarnya, suatu mahkluk yang terlahir dari perasaan seseorang yang kuat dan hanya punya satu tujuan yaitu mengubah hidup tuannya.
"Ras Destyn, kami tercipta karena suatu perasaan yang kuat dan kebetulan.. aku bukan Destyn yang terlahir dari perasaanmu, jadi aku hanya melakukan tugasku saja.. agar bebas."
"Agar bebas ? Apa maksudnya."
"Huhhh.. bisa dibilang kami itu hantu penasaran, sebelum menyelesaikan tugas kami takkan bebas dan akan terikat dengan tugas," jawab Viana setelah menghembuskan napas panjang. Mendengar perkataannya saja Ardy cukup bingung, dengan apa yang dilihatnya manusia atau bukan. Memang benar tubuhnya dikelilingi oleh asap putih dan hitam, jadi takkan mungkin manusia.
Bahkan saat di dekatnya sekalipun. Dia tidak menghirup asap ini, mencium aroma saja tidak jadi dia menganggap kata-katanya bukan kebohongan dan sekarang dia bingung.
"Apa tujua--" perkataannya terhenti mendapati telunjuk Viana menyentuh hidungnya. "Kamu tak boleh menolak! Kita diuntungkan di sini, kau bisa menjalani hidup dengan tenang dan aku bisa terbebas!" Ucap Viana bicara dengan senyum kecil. Karena tak bisa menjawab atau menerima tawarannya untuk membantu, Ardy memikirkannya terlebih dahulu.
Viana berbalik ke belakang kemudian berkata, "aku ingin kamu tahu dari siapa aku lahir pada saat-saat terakhirku.. jadi jangan bertanya aku lahir dari perasaan siapa."
Dia pergi keluar kamar. Memberikannya kesempatan menerima sampai waktu makan malam, agar mendapatkan kekuatan untuk melawan beserta bantuan langsung darinya. Ditambah lagi Viana akan menjadi ibunya sekaligus Destyn miliknya.
Sampai, malam pun tiba. Dia bersila di atas kasur mempertimbangkan apa yang akan terjadi pada hidupnya bila menerima tawaran hantu itu, mau bagaimanapun juga dia masih tidak percaya akan tetapi pikirannya mendukung. Seolah-olah dia sangat teramat menginginkannya.
Merasakan lejar telah menyerang, hari-hari melelahkan mengalahkan rasa kantuk selepas sepasang mata melihat setumpukan buku di atas meja. "Ya tugas sekolah lagi.. lagi.." lirihnya pelan mengeluh memandang lembar kertas berjilid tersebut. Sekadar tugasnya tidak masalah.
Tetapi tumpukan buku tersebut di atas meja bukanlah miliknya. Melainkan tugas dari para pembullynya, dia berpikir kalau mereka begitu bodoh, sebabnya tulisan setiap orang pastilah berbeda. Dan pada akhirnya, kalau guru sampai menyalahkannya pasti balik dia akan disalahkan karena tidak bisa melakukan hal mustahil.
Beranjak dari ranjang, dia meletakan tubuh atau duduk di kursi melihat-lihat sekumpulan buku orang lain. Seluruhnya terdapat coretan tidak jelas. Hampir tidak dari setiap halaman, pasti akan ada coetrtan tidak jelas.
"Mustahil aku bisa meniru tulisan ceker ayam seperti ini!" Keluhnya melemparkan buku teman sekelasnya. Dia begitu kesal. Hasilnya, dia akan menerima tawaran Viana untuk membantunya menjadikan dirinya sebagai orang biasa dan membalaskan dendamnya. Saat menoleh pada jam dinding sudah waktunya makan malam.
Dia menarik napas dengan durasi yang lama, keluar dari ruangan kecil yang tersekat. Mendapati Viana sedang membereskan peralatan memasak. Dengan senyum gadis ini melemparkan senyum, sontak membuatnya kaget, bila melihat anak gadis yang cantik berada di dalam rumahnya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Adzli Ardika
tetap senyum walaupun depresi, kok serasa begtu ya. 🙂
2022-01-03
0