KOTA Yogyakarta sejak dulu memang sudah memiliki magnet bagi wisatawan. Mulai dari bangunan bersejarah peninggalan masa Hind-Buda, Kerajaan Mataram maupun peninggalan jaman penjajahan Belanda. Belum lagi wisata alamnya yang mempesona, mulai dari alam pegunungan, perbukitan sampai pada keindahan pantai Laut Selatan. Demikian pula dengan wisata budayanya. Mulai dari tarian khas Sendratari Ramayana, ketoprak, wayang kulit, wayang orang, hingga tari-tarian klasik khas keraton. Kekhasan nilai seni tradisional itulah daya tarik yang tidak ada di tempat lain. Indahnya seni batik yang ada di setiap sudut kota, seni gerabah, seni rupa dari para pelukis, bahkan keramaian penyanyi jalanan di sepanjang Jalan Malioboro. Semuanya indah, semuanya menarik, semuanya mengagumkan. Tentu orang-orang akan senang untuk berwisata ke Jogja. Jangankan wisatawan domestik, bahkan para turis dari mancanegara, mereka mengatakan belum ke Indonesia jika belum melihat Jogja. Itulah sebabnya, maka Kota Jogja mendapat julukan sebagai kota wisata.
Selain sebutan sebagai kota wisata, Jogja juga dinamakan Kota Pelajar. Mahasiswa dari seluruh penjuru negeri, mewarnai kebinekaan Kota Jogja. Mulai dari Sabang hingga Merauke, ada semua di Jogja. Mereka menuntut ilmu, mencari pengetahuan, belajar untuk membangun negeri. Tidak heran jika disetiap sudut Kota Jogja berdiri bangunan-bangunan megah gedung perguruan tinggi. Dan tentu yang menjadi pusat serbuan anak-anak se Indonesia adalah Universitas Gajah Mada. Ya, UGM memang merupakan universitas yang paling bagus di Indonesia, maka wajar bila anak-anak pintar dari seluruh wilayah nusantara ingin bersekolah di UGM.
Pesawat Garuda landing di Bandara Internasional Yogyakarta, Kulon Progo. Bandara tersebut merupakan bandara internasional yang sangat besar, dengan fasilitas yang sangat modern, dan bisa digunakan untuk mendarat pesawat-pesawat besar. Tidak hanya penerbangan nasional, melainkan juga penerbangan internasional dari negara-negara sedunia. Tentu ini menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia, dan terutama bagi masyarakat Yogyakarta. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada peningkatan ekonomi masyarakat.
Pasangan suami istri Rini dan Hamdan keluar dari pesawat melewati garbarata menuju ruang pengambilan bagasi. Berjalan melewati ruang jalan keluar, mata mereka disuguhi indahnya arsitektur bangunan yang megah dan sangat moderen, untuk sampai ke tempat pengambilan bagasi. Sesaat setelah menunggu koper pakaian keluar dari tempat pengambilan bagasi, Hamdan menuju gerai pemesanan taksi, di dekat pintu keluar.
"Monggo, Bapak .... Silahkan .... Ada yang bisa kami bantu, Pak?" sapa gadis penjaga gerai tersebut dengan khas logat Jawa, pakaian yang dikenakan pun juga pakaian adat Jawa. Tutur kata yang serasi dengan kelembutan wajahnya.
"Kami mau ke Grand hotel." jawab Hamdan.
"Tiga ratus tiga puluh lima ribu rupiah, Bapak. Naik inova." kata penjaga gerai tersebut.
Hamdan merogoh kantong, mengambil dompet, memberikan uang Rp 350.000,-, "Ini, Mbak." kata Hamdan sambil memberikan uang tersebut.
Gadis itu menulis kuitansi, kemudian memberikan kuitansi serta uang kembalian Rp 15.000,- ke Hamdan, "Ini, Pak .... Tunggu sebentar, nanti sopirnya akan kemari menjemput Bapak."
"Ya, terimakasih, ini kembaliannya untuk Mbak saja." kata Hamdan menerima kuitansi sambil menyodorkan uang kembalian lagi ke gadis itu.
"Maaf, Bapak, ini kembalian untuk Bapak. Kami tidak boleh menerima sesuatu dari pelanggan." kata gadis itu menolak pemberian Hamdan. Biasanya Hamdan selalu memberikan sisa pembayaran sebagai tips. Tetapi di Jogja, penjual itu menolaknya. Ya, pembangunan nilai karakter yang baik.
Tidak berapa lama sopir mobil yang disewa datang. Langsung mengangkat koper dan mengajak pelanggannya itu ke tempat parkir taksi. Hamdan dan Rini masuk ke mobil Toyota Inova warna hitam. Meski untuk taksi, mobil itu sangat terawat. Mesinnya halus. Baunya harum. Sopirnya juga piawai. Empuk, nyaman dan tidak terasa. Memang di Bandara Internasional Yogyakarta, ada banyak jenis mobil yang digunakan untuk persewaan. Walau namanya taksi, tapi jenis mobilnya beda-beda. Ada yang taksi biasa dengan mobil sedan warna biru muda, tetapi juga banyak taksi yang menggunakan mobil-mobil besar maupun mobil mewah. Bahkan ada juga persewaan mobil yang bisa dicarter harian.
Jarak Bandara Internasional Yogyakarta dengan Kota Jogja sendiri ada sekitar empat puluh tiga kilometer. Cukup jauh di sebelah barat kota Jogja. Waktu tempuh dengan mobil bisa dicapai sekitar satu jam. Hamdan dan Rini melihat kanan kiri jalan. Sawah-sawah sudah banyak yang berubah menjadi bangunan. Ya, Kulon Progo memang mengalami kemajuan yang pesat. Setelah ada pembangunan Bandara Internasional di Kulon Progo, banyak investor yang menanamkan modalnya di sana. Di kanan kiri jalan sudah banyak rumah makan dan toko-toko yang menjual oleh-oleh khas Jogja, seperti geplak, bakpia, intip goreng serta berbagai makanan tradisional yang tidak ada di tempat lain.
"Mas Sopir, kalau misalnya kita mampir makan dulu, bisa nggak?" tanya Hamdan pada sopir.
"Bisa, Pak ..., monggo silahkan." jawab Sopir.
"Kalau begitu, tolong nanti berhenti di warung sate balibul, ya." kata Hamdan.
"Baik, Pak. Siap ...." jawab Sopir.
Tak berapa lama, sopir taksi bandara itu membelokkan mobilnya ke pelataran parkir rumah makan Sate Balibul Wates. Halamannya cukup luas dan tertata rapi. Demikian juga rumah makannya, walau terbuat dari kayu khas rumah joglo, tetapi tampak rapi dan menarik. Sate kambing muda Balibul artinya anak kambing di bawah lima bulan, alias cempe. Ya, penjual sate balibul sangat mudah dijumpai di sepanjang jalan raya Kulon Progo. Tetapi sopir taksi ini lebih memilih ke rumah makan Sate Balibul Wates. Selain tempat parkir yang luas, ruangannya bersih, satenya juga empuk.
"Di sini, Bapak?" tanya sopir taksi.
"Ya. Mas Sopir ikut turun, makan sekalian." kata Hamdan.
"Njih, Bapak. Maturnuwun." jawab si sopir dengan logat Jogja.
Lantas si sopir membuka pintu mobilnya, menghormati tamunya untuk turun dari mobil. Rini dan Hamdan turun dari mobil, lantas menuju tempat pemesanan.
"Mbak, saya pesan sate satu porsi, tongseng satu, tengkleng satu dan sop iga satu porsi. Nasi satu setengah." Hamdan memesan makanan untuk dirinya dan istrinya.
"Iya, Bapak ..., minumnya apa, ya?" jawab Mbak penjaga warung.
"Saya jeruk hangat. Mamah minum apa?" kata Hamdan yang juga menawari istrinya.
"Saya kelapa muda, Pah." sahut Rini.
"Kelapa muda satu tanpa gula." kata Hamdan pada penjaga warung.
"Iya, Bapak. Terimakasih, akan segera kami siapkan." jawab penjaga warung.
"Eh, sebentar ..., Mas ..., Mas, mau makan apa? Silahkan pesan. Gak usah sungkan." kata Hamdan pada Mas Sopir.
"Njih, Bapak. Maturnuwun." jawab si sopir, yang kemudian memesan sate kepada penjual.
Hamdan dan Rini menikmati makanan yang dihidangkan di mejanya. Ya, rasanya enak, empuk dan terasa bumbunya. Sangat nikmat. Semua yang dihidangkan habis. Sementara itu, si sopir makan sate di meja sendiri, agak jauh dari penumpangnya.
Selesai makan, mobil kembali berjalan menuju Kota Jogja. Pelan-pelan. Sangat lamban. Kota Jogja sudah macet. Sudah biasa, banyaknya wisatawan yang berdatangan ke Jogja tentu menambah kepadatan kendaraan di jalan-jalan sepanjang kota Jogja. Terutama jalan-jalan menuju obyek wisata. Apalagi libur Nataru. Akhir tahun Kota Jogja dipenuhi pengunjung yang akan menyaksikan perayaan tahun baru.
Seperti biasa, liburan akhir tahun, Kota Jogja pasti padat. Hotel pun penuh semua. Mulai dari hotel bintang tujuh sampai rumah penginapan kecil-kecil. Bahkan banyak penduduk yang menyediakan rumahnya untuk homestay. Lumayan, dapat pemasukan dari para penginap. Yang penting ada tempat tidurnya. Malah ada anak-anak muda yang ingin menghemat biaya, menggelar karpet karet di sepanjang jalan Malioboro dan alun-alun, hanya untuk tempat memejamkan mata saja. Demikian juga dengan obyek-obyek wisata. Semua penuh pengunjung. Padahal yang namanya Jogja, semua tempat, setiap sudut kota, adalah obyek wisata. Apapun menjadi tontonan bagi wisatawan. Yah, itulah Yogyakarta, kota yang mendapat julukan Kota Wisata.
Kijang inova menguak kepadatan jalanan kota di Yogyakarta. Perlahan, tetapi pasti. Sopir sudah hafal dengan jalan-jalan di Jogja. Maka ia berusaha mencari jalan tercepat, mobilnya di lewatkan ke jalan-jalan kampung yang agak sempit. Biasa, untuk menghindari kemacetan. Sopir yang paham jalan tikus, akan lebih cepat sampai ke tujuan, bila dibandingkan sopir yang belum pernah atau baru pertama kali melintas jalanan Jogja. Pasti dia akan mengikuti jalan besar, yang macetnya bisa berjam-jam.
"Asli Jogja ya, Mas?" tanya Hamdan pada si sopir.
"Nggih, Pak." jawab Sopir dengan logat Jogja.
"Pantas hafal jalan kampung." lanjut Hamdan.
"Nggih, Pak." jawab Sopir lagi.
"Kalau misalnya kami minta tolong sampean ngantar jalan-jalan keliling Jogja, bisa?" Rini gantian bertanya.
"Maaf, Bu ..., kami tidak berani. Itu ada organisasinya sendiri. Di Jogja tidak boleh main serobot, Bu." jawab si sopir.
"Oooo ...." Rini kecewa.
"Nanti kalau sudah sampai hotel, Bapak dan Ibu jika ingin jalan-jalan bisa pesan carter mobil dari pihak hotel. Sudah ada paguyubannya sendiri, Bu." kata si sopir.
"Wah, bagus kalau begitu. Tidak srobot-srobotan." sahut Hamdan.
"Benar, Pak. Bagi-bagi rejeki. Di Jogja juga ada paguyuban tukang becak dan tukang andong kok, Pak." tambah si sopir.
"Waaah ..., keren dong." sahut Rini.
"Kalau Bapak dan Ibu ingin menikmati indahnya kota, bisa keliling naik andong. Tapi kalau sekedar tempat-tempat yang dekat, naik becak saja. Murah kok." jelas si sopir.
"Iya, Mas. Nanti malam saya mau coba jalan-jalan naik becak." sahut Rini.
"Tapi kalau Bapak dan Ibu ingin bepergian ke tempat wisata yang agak jauh, seperti ke Gunung Kidul, Borobudur, atau Prambanan, mendingan carter mobil. Seharian penuh, untuk sewa mobil, bensin dan sopir paling-paling tujuh ratus lima puluh ribu." jelas si sopir lagi.
"Waaah ..., murah banget, Mas." kata Hamdan yang heran dengan biaya sewa. Tidak seperti Jakarta, mahal dan sering ditipu.
Sopir taksi itu membelokkan mobilnya ke bangunan besar, bangunan yang sangat megah. Itulah Grand Hotel Yogyakarta. Mobil itu berhenti di teras hotel, "Sudah sampai, Pak, Bu. Ini hotelnya." kata sopir itu, yang kemudian keluar membukakan pintu penumpangnya, membuka bagasi menurunkan tas koper milik Hamdan.
"Terima kasih, Mas, sudah mengantar kami. Ini untuk tambahan waktu mengantar makan." Hamdan berterimakasih dan memberi uang tips kepada sopir. Maklum, tadi harus berhenti makan, tentu itu menambah waktu yang harus diperhitungkan. Hal-hal sepele seperti itu, Hamdan tidak mau merugikan orang lain. Karena dalam falsafah hidupnya, jika ia merugikan orang lain, maka suatu saat ia juga akan dirugikan oleh orang lain pula.
"Matursembahnuwun, Pak .... Maturnuwun, Bu ...." kata sopir tadi sambil membungkukkan badannya, tanda menghormati orang yang sudah memberi rejeki. Itulah tata krama orang Jogja, yang masih menjunjung tinggi tradisi adat ketimuran.
Lantas, di depan pintu masuk hotel, seorang pegawai hotel mengenakan pakaian adat membantu membawakan koper, mengantar Hamdan dan Rini menuju resepsionis hotel. Hamdan membuka HP, kemudian menunjukkan screenshoot pemesanan hotel yang sudah dipesankan oleh Mbak Sarah, sekretarisnya. Pegawai hotel melihat layar komputer, mencari data pemesanan.
"Bapak dan Ibu Hamdan .... Wilujeng rawuh di Kota Jogja ....Ini kunci kamarnya, silahkan nanti akan dibantu oleh pegawai kami." kata pegawai resepsionis memberi sambutan.
"Terimakasih, Mbak .... Kalau boleh tahu, apakah benar di hotel ini ada rencana untuk reuni SMA?" tanya Hamdan.
"Benar Bapak, acaranya besok malam. Apa Bapak dan Ibu mau ikut acara reuni besok?" tanya pegawai itu.
"Betul. Kami berdua sengaja datang awal. Nanti malam mau jalan-jalan dulu." sahut Rini.
"Oh, maaf, Bapak, Ibu ..., kalau begitu Bapak dan Ibu saya masukkan ke administrasi keuangan panitia reuni." lanjut pegawai itu.
"Tidak perlu, Mbak. Biar kami bayar sendiri. Jika diijinkan kami akan menambah deposit panitia reuni." sahut Hamdan.
"Boleh, Bapak. Nanti akan kami masukkan ke deposit panitia." lanjut pegawai hotel.
"Ini kartu kredit saya. Tolong untuk dimasukkan ke deposit sepuluh juta." kata Hamdan yang memberikan kartu kreditnya.
"Baik, Bapak." kata pegawai itu, yang kemudian memindahkan kredit sepuluh juta ke deposit panitia reuni, "Sudah, Bapak .... Maturnuwun." begitu katanya sambil menyerahkan kembali kartu kredit pelanggannya, sambil merapatkan kedua tangannya di dada, tanda menghormat.
Lantas pegawai laki-laki yang mengenakan pakaian adat tadi, lengkap dengan memakai blangkon, mengantar membawakan tas koper milik Hamdan, "Mari Bapak, Ibu, kami tunjukkan kamarnya." begitu katanya.
Setelah beberapa saat masuk - keluar lift, sampailah di kamar yang dituju. "Ini kamarnya, Bapak, Ibu .... Silahkan istirahat." begitu kata pegawai yang mengantar tersebut.
Hamdan dan Rini langsung masuk kamar. Keduanya langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Kecapaian setelah lebih dari tiga jam duduk terus.
"Jogja ..., kami dataaaang ...!" begitu teriak Rini yang merasa senang dan gembira.
Hamdan, suami Rini memang sangat baik dan sayang kepadanya.
"Terimakasih ya, Pah ...." kata Rini yang langsung mencium suaminya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 250 Episodes
Comments