"Halo, teman-teman .... Kita jadi reuni, ya .... Ini sudah fix." WA grup alumni SMA kembali muncul chat tentang reuni.
"Kapan ...?"
"Nataru. Akhir tahun. Yang pegawai bisa cuti. Liburnya lumayan."
"Tempatnya di mana?"
"Grand Hotel, Yogyakarta, Kota Wisata, nanti sekalian piknik."
"Wah ..., di Malioboro? Asyik!"
"Dekat bandara, nggak?"
"Jauh nggak dari stasiun?
"Itu dekat semuanya ...! Di pusat kota, tempatnya strategis."
"Nanti juga bisa jalan-jalan ke Keraton Yogya."
"Ok ...!"
"Yang ikut, segera ngelist, ya ...! Untuk pendataan peserta."
"Semua ikut, jangan ada yang tertinggal."
"Sama keluarga diajak. Tidak usah khawatir."
"Mumpung ada yang ngebosi ...."
"Siap ...!"
"Berapa hari?"
"Panitia menyediakan fasilitas menginap dua malam, selanjutnya ditanggung sendiri."
"Wuaaah .... Asyik bangeeet ...."
"Kereeeen ...."
"Bayarnya berapa?"
"Tidak usah bayar. Ada donatur."
"Asyiiiik ...!"
"Wah ..., hebat. Siapa yang jadi donatur?"
"Yang penting hadir! Ini syukuran teman-teman kita semua yang sukses. Siapapun boleh jadi donatur!"
"Aku boleh bantu dana, gak?"
"Boleh sekali ...! Bagi yang punya rejeki lebih, boleh jadi donatur! Terimakasih."
"Siaaap ..., Ndan!"
"Ayo, yang ikut buruan ngelist ...!"
"Semua wajib ikut ...!"
"Ya, betul. Tidak perlu mikir biaya!"
"Tapi untuk mengetahui jumlah pemesanan kamar hotel, tetap harus didaftar!"
"Siap ..., Ndan!"
"Aku ikut. Anik, 2 orang. Catat, ya ...."
"Lanjut ...."
Sore itu, WA grup alumni SMA kembali ramai dengan chat tentang rencana reuni. Rini masih diam. Tidak berani membalas chat yang semakin banyak tersebut. Khawatir kalau dirinya muncul di grup langsung dicecar teman-temannya. Ia belum siap menjawab jika ditanya berangkat atau tidak. Suaminya, Hamdan, belum jelas jawabannya. Setidaknya Rini sudah tahu, bahwa panitia menyediakan penginapan dua malam di Grand Hotel. Jika ingin menambah, jika ingin berangkat sebelumnya atau pulang sesudahnya, tentu secara pribadi akan menanggung sendiri biaya yang dikeluarkan. Namun bagi Rini, itu bukanlah masalah. Berapapun biayanya bisa dibayar. Toh uangnya berlebihan. Bahkan jika harus menanggung beberapa teman untuk dibayari, ia pun sanggup. Namun yang menjadi masalah adalah bisa atau tidak dirinya datang di reuni tersebut. Yah, tunggu saja nanti. Suaminya yang akan memutuskan.
Memang kalau hanya piknik, Rini tidak kurang. Jangankan hanya Jogja, tempat-tempat wisata terindah di seluruh nusantara sudah pernah ia jelajahi. Mulai dari Tugu Nol Kilometer yang ada di Sabang, Danau Toba di Sumatera Utara, Gunung Bromo, Candi Prambanan, Candi Borobudur, indahnya Pulau Dewata, Gili Trawangan, menariknya Pulau Komodo, Tugu Katulistiwa, indahnya Laut Bunaken, keindahan terumbu karang di Pantai Pintu Kota, hingga pesona Raja Ampat, Rini dan keluarganya sudah pernah menjelajahi semuanya. Jangankan di negeri sendiri, bahkan sampai ke luar negeri mulai dari keindahan kota Paris, London, New York, Los Angeles, bermain salju di Swis, atau Gunung Fujiyama, Rini pun sudah pernah. Tetapi ini adalah reuni. Ketemu teman-teman di masa SMA. Tentu sesuatu yang sangat menggembirakan. Sesuatu yang meriah. Sesuatu yang mengembalikan angan di masa remaja. Kini yang menjadi harapan, semoga Hamdan, suaminya, akan meluangkan waktu untuk istrinya menemui teman-teman SMA-nya dulu.
Sore itu Rini tidak ingin digundahkan oleh WA grup SMA. Ia membiarkan chat di grup tersebut. Ia tidak ingin tahu ada yang mengomentari dirinya dalam grup. Bahkan beberapa kali Anik, teman dekatnya dulu, memanggil lewat panggilan WA, Rini tidak mengangkat. Ia sudah menduga, paling-paling Anik hanya akan menanyakan dirinya ikut reuni atau tidak. Kalau sudah menanyakan itu, Rini belum siap untuk menjawab. Maka lebih baik ia tidak menggubris semua chat maupun panggilan dari teman-teman SMA-nya dulu. Ia pun asyik di taman bersama Mang Udel, pembantu Rini yang mengurusi kebersihan dan taman, yang sedang merawat tanaman. Rini pun ikut menata dan merawat anggrek-anggrek yang beraneka jenis.
Ya, walaupun Hamdan itu seorang direktur perusahaan, tetapi ia sangat senang dengan tanaman anggrek. Maka jika ia bepergian ke daerah-daerah, selalu menyempatkan diri mencari anggrek yang khas dari daerah tersebut. Seperti anggrek hitam dari Papua, anggrek dendrobium red blood dari Kalimantan, anggrek dendrobium calophyllum dari Atambua. Itu tanaman anggrek langka. Dan Hamdan selalu memesan kepada Mang Udel agar merawat anggrek sebaik mungkin. Tidak boleh terlambat menyiram dan memberi pupuk. Bahkan Hamdan juga memesan kepada Mak Mun agar air cucian beras jangan dibuang, tetapi dipakai untuk menyiram anggrek. Katanya, air cucian beras itu banyak mengandung mineral dan vitamin bagi tanaman. Maka Mak Mun pun setiap pagi selalu memberikan seember air cucian beras kepada Mang Udel untuk disiramkan ke tanaman-tanaman hiasnya.
Memang di sisi kanan rumah Hamdan ada pekarangan yang lumayan luas dengan tanaman hias dan anggrek yang beraneka ragam. Taman itu ditata rapi oleh Mang Udel, sehingga terlihat indah dan asri. Jika Hamdan libur dan di rumah, ia selalu menghabiskan waktu untuk merawat anggrek maupun tanaman hiasnya. Di taman itu biasanya Papah Hamdan dan Mamah Rini serta Mang Udel ribut masalah tanaman.
"Merawat anggrek itu dibutuhkan kesabaran, Mang .... Itu kata Bapak, lho." kata Rini pada Mang Udel.
"Iya, Bu ...." jawab Mang Udel yang masih bersih-bersih di taman.
"Kata Bapak, tanaman itu layaknya manusia. Bisa diajak ngomong, tahu kalau di sayang, tahun kalau dirawat. Dia akan balas budi, yaitu dengan mengeluarkan bunga-bunga yang indah bermekaran." Kata Rini sambil mengelus-elus anggrek cattleya warna ungu yang super besar.
"Iya, Bu ...." jawab Mang Udel.
"Merawat anggrek itu seperti merawat istri, kalau tidak diberi kasih sayang, dia tidak mau berbunga. Itu juga kata Bapak, lho ...!" kata Rini lagi.
"Iya, Bu ...." jawab Mang Udel lagi.
"Yang ini anggrek langka, tolong dirawat yang baik ya, Mang ...." kata Rini.
"Iya, Bu ...." jawab Mang Udel.
"Anggrek ini dapatnya dari tengah hutan Kalimantan. Bapak harus menunggu satu minggu untuk menemukan yang ini. Namanya saja menakutkan. Red blood. Merah darah. Sesuai warna bunganya. Itu sangat dilindungi. Makanya Bapak ingin mencoba mengembangkan bijinya. Kemarin sudah ada orang yang bersedia mengawinkan dan akan membawa ke laboratoriumnya."
"Iya, Bu .... Semoga saya bisa merawatnya dengan baik." jawab Mang Udel.
"Nah, begitu. Nanti berkahnya akan diberikan kepada kita kembali. Termasuk berkah ke Mang Udel, diberi sehat, diberi rejeki yang cukup. Dan yang penting, anak-anak kita bisa berhasil dan sukses." kata Rini.
"Aamiin .... Iya Bu." jawab Mang Udel.
*******
Matahari belum sempat tenggelam, saat Hamdan pulang dari kantor. Tidak seperti biasanya, Hamdan pulang awal. Biasanya kalau belum larut malam, ia belum pulang. Ia lebih sering pulang kalau istrinya sudah tidur. Maklum, ini hidup di Jakarta. Seorang direktur tidak mungkin pulang awal sebelum pekerjaan selesai. Tidak mungkin pulang kalau staf-stafnya masih harus bekerja. Maka Handan pun menikmati pekerjaannya ibarat mengelola rumah tangganya sendiri. Ibarat memberikan cinta kepada istri dan anaknya, ibarat meminta tolong kepada Mak Mun, Mang Udel, Mas Jo maupun Kang Asep. Itulah kepemimpinan Hamdan. Wajar kalau semua karyawan dan stafnya baik dan menghormatinya. Karena Hamdan menganggap semua karyawan adalah keluarganya. Rasa kekeluargaan itu yang ia tanamkan dalam perusahaannya.
Rini yang masih kotor dengan remah daun-daun kering, kotor oleh pupuk tanaman, kotor oleh percikan air saat ikut merawat tanaman bersama Mang Udel, langsung bergegas menuju teras garasi, saat mobil suaminya memasuki halaman rumah.
"Maaf, Pah ..., tanganku masih kotor. Tadi ikut membantu Mang Udel membersihkan taman." kata Rini yang menyambut suaminya. Biasanya ia langsung membawa tas suaminya masuk ke ruang kerja. Tetapi kali ini tidak, karena tangannya yang masih kotor.
"Tumben, Mamah rajin merawat bunga." sahut Hamdan.
"Eeeh ..., ngejek. Tiap hari, Pah!" sergah Rini.
"Iya ..., iya .... Bercanda. Saya tahu kok, Mamah itu rajin." sahut Hamdan sambil tersenyum.
"Nggak usah ngrayu ...!" sahut Rini. Ia pun langsung mencuci tangan dan kakinya, lantas mengikuti suaminya yang sudah masuk rumah.
Sekitar jam tujuh malam, Hamdan dan Rini ke ruang makan. Menikmati makan malam bersama. Sudah lama mereka tidak makan malam bersama di rumah sendiri. Kalaupun makan malam bersama, pasti di restoran atau di hotel mewah, sambil menemani tamu klien suaminya yang membahas masalah bisnis. Walau semewah apapun hidangannya, semahal apapun makanannya, pasti rasanya kurang nikmat. Dulu waktu Silvy, anak angkatnya yang diambil dari saudara sepupu Hamdan, masih kecil, makan bersama itu sesuatu yang biasa. Tetapi setelah anaknya besar, setelah kuliah, Silvy pun jarang sempat makan bersama menemani ibunya. Apalagi setelah Silvy menikah dan dibawa suaminya, makan bersama itu sangat-sangat jarang sekali. Paling-paling kalau lebaran, baru semua bisa kumpul bersama.
Kini malam yang terasa indah. Malam yang selalu dinanti oleh Rini untuk bisa makan bersama suaminya di rumah, di ruang makan yang ia tata, di meja makan yang dibeli oleh suaminya dari Jepara. Walau hanya sekedar makan pepes bandeng dengan sambal terasi, tetapi kenikmatan berkumpul, keindahan makan bersama, itulah yang membuat suasana menjadi istimewa.
"Kok Papah pulang awal ...? Memang pekerjaan sudah beres?" tanya Rini sambil mengambilkan nasi suaminya.
"Sampai kapanpun, yang namanya pekerjaan itu tidak akan pernah selesai, Mah." jawab Hamdan.
"Ya, iya .... Maksudku pekerjaan hari ini, Pah?!" tanya Rini menjelaskan.
"Kalau Papah sudah pulang, berarti pekerjaan sudah bisa ditinggal. Habis Mamah di WA tidak dibaca." kata Hamdan.
"Ah, masak sih ...?!" Rini kaget, langsung mengambil HP-nya dan melihat pesan-pesan di WA, "Ah, iya .... Maaf, Pah, tadi ikutan asyik sama Mang Udel di taman."
"Gak papa .... Aku senang juga, Mamah ikut merawat taman. Itu artinya Mamah sudah menyayangi ciptaan Tuhan. Dan yang penting, ajarkan cara berbuat baik pada Mang Udel." kata Hamdan yang selalu senang dengan apa yang dilakukan oleh istrinya.
"Lhah, Pah ...?! Kok ada WA dari Mbak Sarah, sekretaris Papah .... Apa ini Pah?" tanya Rini pada suaminya.
"Ya, dibaca dulu." jawab Hamdan.
Rini membuka WA kiriman dari Mbak Sarah, sekretaris suaminya yang selalu membantu segala sesuatu urusan perusahaan, termasuk menyiapkan agenda kerja suaminya.
"Hah ...! Pah ...! Ini beneran ...?! Tiket ke Jogja ...?!" tanya Rini pada suaminya. Ia terkejut membaca WA.
"Iya ..., katanya mau reuni ke Jogja ...." jawab Hamdan santai.
"Terima kasih, Pah ....! Terima kasih, Pah ....! Terima kasih, Pah ....!" Rini langsung memeluk suaminya, menciumi berkali-kali. Rini benar-benar gembira, bahagia, senang tak terkira. Suaminya sudah memberi kejutan. Kejutan yang sangat diharapkan. Ini benar-benar surprise.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 250 Episodes
Comments