Ameera masuk dengan menenteng tas miliknya. Bukan hadiah atau buah tangan yang dia bawa setelah lama tak mengunjungi sang Ayah. Namun, kabar sedihlah yang dia suguhkan untuk sang Ayah, yang kini sedang menyambutnya dengan senyuman.
"Ayah...." Ameera langsung berlari dan memeluk Ayahnya yang duduk di kursi roda.
"Ameera, kamu sehat, Sayang?" tanya Pak Arman, Ayah Ameera.
"Sehat, Ayah. Bagaimana kabar Ayah? Apakah pinggang Ayah masih sering sakit?" tanya Ameera yang terlihat khawatir dengan kondisi sang Ayah.
"Alhamdulillah, semuanya sudah membaik, Nak. Hem, di mana Dion? Kenapa kamu hanya sendirian?" tanya Ayahnya yang juga berusaha mencari keberadaan Dion, sama seperti yang dilakukan Alisa tadi.
Ameera menghapus jejak air matanya, kemudian dia menguraikan pelukan mereka. Dia memegangi tangan Ayahnya dan menatap manik hitam Ayahnya lekat.
Apakah aku harus mengatakannya sekarang? Ya Allah, apa yang harus aku lakukan. Ayah pasti sangat kecewa.
Ameera masih bimbang, dia benar-benar tak sampai hati untuk berbicara tentang perceraiannya sekarang. Namun, kenyataan tetap harus dihadapi, walaupun harus meneguk pil pahit sekalipun.
"Ayah, Ameera dan Dion sudah bercerai." ungkapnya, membuat mata Pak Arman terbelalak kaget mendengar pengakuan putrinya.
"Ameera, apakah benar begitu?" tanya Pak Arman. Tentu saja itu pertanyaan konyol, Ameera tak mungkin membuat lelucon pada Ayahnya. Apa lagi, ini hal penting.
Ameera hanya mengangguk, dia tak sanggup menjawab pertanyaan sang Ayah, yang membuatnya kembali teringat akan mantan Suaminya itu.
Pak Arman menelan saliva-nya dengan susah payah. Gurat kekecewaan terukir jelas di wajah tuanya. Dia hanya menarik nafas kasar, tak tahu mau mengatakan apa.
Pak Arman kembali memeluk Ameera, pelukan kali ini, dicampur dengan dukungan dan semangat dari Pak Arman. Dia ingin bertanya lebih jelas perihal ini, namun dia juga menangkap kesedihan yang mendalam dari wajah Ameera. Jadi, dia hanya bisa mengurungkan niatnya, memilih waktu yang tepat.
"Masuklah ke kamar mu, Nak. Istirahatlah." titah Pak Arman.
"Apa Kakak sudah makan?" tanya Alisa yang turut bersedih dengan kejadian yang menimpa Kakaknya.
Ameera menjawab pertanyaan Alisa dengan gelengan. Sekujur dia memang sangat lapar, tapi mulutnya terasa hambar, tak berselera untuk makan.
"Alisa ambilkan nasi ya, Kak?"
"Tidak perlu, Lisa. Kakak mau langsung tidur saja." tolak Ameera halus.
"Nanti Kakak sakit." Alisa justru memaksa. Sedari kecil, dia memang begitu, tidak mau melihat Ameera, Kakak yang begitu disayanginya kenapa-kenapa.
"Kakak tidak lapar. Kakak masuk dulu, sekalian mau shalat Isya." ujarnya memberi senyuman manis pada Adik dan Ayahnya. Tapi, orang pun bisa melihat, kalau itu adalah senyuman manis yang palsu.
Arman melihat kepergian putrinya dengan tatapan sendu. Setelah putrinya menghilang dari balik pintu, air mata yang sudah ia tahan dengan susah payah, mulai menetes.
Ayah mana yang menginginkan putrinya bersedih? Bahkan, mereka baru menikah dia Minggu. Tapi, kenapa sudah harus seperti itu. Mungkin memang inilah jalan takdirnya.
Arman mengerti, hati Ameera pasti merasa sangat sakit. Apa lagi, selama ini dia selalu membanggakan nama Dion disetiap kesempatan. Selalu mengelu-elukan nama itu, kalau pria itu sangat-sangat mencintainya.
Sudahlah, semakin dipikirkan, jantungnya semakin berdenyut sakit. Jadi, dia hanya berdoa agar diberikan keberkahannya umur agar bisa selalu menemani kedua putrinya hingga mereka mendapatkan pasangan hidup kelak.
Di kamar, Ameera baru saja menuntaskan shalat Isya nya. Sekarang dia sedang menengadahkan tangannya untuk berdoa pada Rabbi-Nya.
"Ya Allah, ikhlaskan hamba-Mu ini dalam menerima dan menjalani setiap cobaan yang Engkau berikan padaku. Karena aku tahu, setiap ujian yang aku lalui, semuanya berasal darimu. Jika berjodoh dengannya bukanlah takdirku, maka bantulah aku untuk segera mengiklaskannya." setelah itu Ameera mengambil tasbihnya dan berdzikir untuk menghilangkan gundah gulana yang berseru dalam hatinya.
********
Sudah dua hari berlalu sejak kepulangan Ameera ke rumah. Namun, Ameera menjadi pendiam, dia tidak akan keluar kamar jika tidak ada yang dia perlukan. Dia hanya menghabiskan waktunya di dalam kamar dengan beribadah.
Sudah dua hari pula, Dion tidak menghubunginya. Meskipun dalam hati dia berharap, laki-laki itu menghubunginya, tapi harapannya dipatahkan.
"Aku tidak bisa selalu seperti ini. Ini adalah sikap yang salah, Ayah akan sedih jika melihat kemurungan ku ini. Lebih baik, aku beraktivitas seperti biasa. Lama-lama aku pasti bisa melupakannya." Gumamnya berbicara sendiri.
Ameera keluar kamar, dia tidak mendapati Ayahnya yang biasa suka menonton Tivi pada jam segitu. Dia pun ke dapur, terlihat Alisa sedang memasak. Hati kecil Ameera merasa bersalah, melihat adiknya mengerjakan apapun sendirian tanpa mau mengeluh dan membebaninya. Seolah mengerti, kalau Kakaknya sedang tidak enak hati.
"Alisa?" sapa Ameera lembut, Alisa menoleh ke arah suara.
"Kakak? Sudah lama di sana?" Tanya Alisa sambil memberikan senyumannya.
"Baru saja. Apa yang kamu masak?" tanya Ameera melihat ke dalam kuali.
"Aku buatkan sup daging ayam untukmu dan Ayah, Kak. Agar kembali bahagia, bisa melupakan sejenak masalah yang sedang kalian hadapi." sahut Alisa.
Apakah Ayah juga sama sepertiku, terlihat murung? Ya Allah, aku sungguh berdosa. Telah membebani beliau dengan masalahku sendiri.
"Boleh Kakak bantu?" tanya Ameera
" Tentu saja, Kak." sahut Alisa dengan senang hati. Dia menggeser tubuhnya memberikan ruang untuk Kakaknya. Mereka melanjutkan kegiatan memasak mereka di ruang dapur yang sempit itu.
"Ameera?" panggil Arman, dia merasa bahagia karena Ameera sudah bisa tertawa seperti dulu.
"Ayah, Ayah dari mana?" tanya Ameera karena tadi dia tidak mendapati Ayahnya di mana pun.
"Ayah tadi di depan. Minta tolong pada anak-anak yang kebetulan lewat, untuk membelikan udang di warung Bu Kokom. Kamu kan paling suka udang." ucap Ayahnya sambil memegang sekantung udang segar.
"Ayah ... Ayah memang laki-laki cinta pertama Ameera." serunya sambil memeluk Arman sambil menangis haru.
"Maafkan Ameera, karena dua hari belakangan ini membuat Ayah dan Alisa bersedih." ujarnya meminta maaf.
"Tidak, Kak. Lisa dan Ayah mengerti. Jadi sekarang kami bahagia kalau Kakak sudah tidak lagi berada dalam kesedihan."
Ameera melanjutkan memasak, sedangkan Alisa membersihkan udang yang akan mereka sulap menjadi makanan enak khas daerah mereka.
"Ameera, setelah ini, kegiatan apa yang akan kamu lakukan?" tanya Arman yang juga berada di dapur.
"Rencananya, Ameera akan kembali mengajar di TPA(Taman Pendidikan Al-Qur'an) Yah. Ustadzah Nisa juga selalu menghubungi Ameera, jika ingin kembali, beliau selalu menerima kedatangan Meera kapan saja." jawabnya
"Ya sudah. Ayah selalu mendukung apa yang kamu lakukan." jawab Arman.
Bukan tanpa alasan Arman menanyakan itu. Dia hanya tidak ingin Ameera kembali berlarut-larut dalam kesedihan. Jika disibukkan dengan kegiatan, dia pasti bisa melupakan sakitnya sedikit demi sedikit.
Saat mereka sedang berbincang-bincang, tiba-tiba ada orang yang mengetuk pintu.
"Biar Ameera saja yang buka, Yah."
Ameera langsung berjalan, dia membuka pintu. Seketika, dia terdiam saat pandangan matanya bertemu dengan orang yang masih berdiri di depan pintu.
"Ameera...?" sapa orang itu.
YUK DUKUNG KARYA AUTHOR ❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Lisa Halik
harap ameera bertemu jodoh yang baik2
2022-04-18
0
Nn sy
aku mampir mak🤗
2022-01-22
0
Tha
nyimak dulu ya mak.
salam emak2 arisan
2022-01-21
0