...༻♚༺...
Jasmine melangkahkan kakinya menuju gedung belakang. Sesampainya di sana dia langsung menuju lantai atas. Persis seperti yang diberitahukan Edward kepadanya. Suasana yang sunyi senyap malah menyambut kedatangannya. Jasmine memeriksa satu per satu ruangan yang ada, dan dirinya tidak melihat siapapun. Apalagi seseorang yang bernama Profesor Alvin.
Akibat dirundung perasaan bingung, Jasmine kembali turun. Dia beberapa kali menggeliatkan kedua kakinya secara bergantian. Gadis tersebut merasa kakinya mulai pegal. Jarak gedung belakang memang sangat jauh dari halaman kampus.
Pintu lift perlahan terbuka, Jasmine segera keluar dan menghampiri seorang wanita berpakaian rapi. Dia langsung menanyakan perihal Profesor Alvin.
"Apa? Profesor Alvin?" wanita itu menggelengkan kepala, lalu melanjutkan, "aku pikir kau mendatangi tempat yang salah, my dear. Kamu seharusnya pergi ke gedung yang ada di depan. Letaknya ada di sebelah kanan. Sedangkan ruang Profesor Alvin berada di lantai dua seingatku."
"Be-benarkah?" respon Jasmine, tercengang. Dia kini sadar, gedung dimana dirinya tadi bertemu dengan Edward, adalah tempat yang tepat. Kesimpulannya, Edward memang sengaja mempermainkan Jasmine. Kedua tangan Jasmine sontak mengepalkan tinju. Dirinya tentu merasa sangat kesal.
Wanita berpakaian rapi di depan Jasmine mengerutkan dahi. Dia merasa kalau Jasmine tidak memahami perkataannya. Alhasil wanita tersebut memanggil seorang mahasiswa untuk membantu Jasmine.
"Jake, kemarilah! Bisakah kau membantu gadis ini?" sang wanita bersetelan rapi meninggikan nada suaranya. Jasmine yang mendengar merasa agak kaget. Sebab dirinya merasa tidak memerlukan bantuan apapun. Lagi pula Jasmine sudah mengetahui gedung yang benar dari awal.
"Tidak perlu, Miss. Aku yakin bisa menemukan--"
"Tidak, tidak. Aku tidak akan membiarkanmu tersesat lagi. Golden Brit University sangat luas." Wanita berpakaian rapi itu sengaja memotong ucapan Jasmine. Dia memaksa untuk memberikan bantuan. Beberapa saat kemudian, muncullah seorang lelaki yang bernama Jake.
Jasmine terkejut saat melihat Jake. Karena dia adalah lelaki yang awalnya memberitahukan Jasmine tempat Profesor Alvin. Hal serupa juga dirasakan Jake. Dia juga sedikit kaget saat menyaksikan Jasmine.
"Apa kau tersesat? Bukankah tadi aku menunjukkanmu ke gedung yang benar. Kenapa kau malah di sini?" tanya Jake seraya melebarkan kedua kelopak matanya. Hingga irisnya yang berwarna hazel terlihat lebih jelas.
"Kau mengenalnya?" tanya si wanita bersetelan rapi.
"Ya, Mary. Aku tadi sempat memberitahukannya jalan yang benar, tapi--"
"Aku pikir seseorang bernama Edward sudah menipuku. Itulah alasanku bisa sampai berjalan ke sini." Jasmine memberitahukan apa yang telah terjadi kepadanya. Dia bahkan menyebut nama Edward. Untung saja, dirinya mengetahui nama lelaki yang telah berani menjahilinya itu. Bahkan dipertemuan pertama.
"Edward?" pupil mata Jake membesar. Nampaknya dia mengenal orang yang disebut oleh Jasmine.
"Bukankah dia salah satu teman dalam gengmu?" pungkas wanita berpakaian rapi, yang ternyata sering disapa Mary. Dia memasang pose menyilangkan tangan didada.
"Aku akan mengantarkannya lebih dahulu. Aku akan kembali, Mary." Sambil bicara, Jake mengajak Jasmine untuk mengikutinya. Mengabaikan pertanyaan yang dilemparkan Mary untuknya.
"Thanks, Mary..." Jasmine menyempatkan diri untuk mengucapkan terima kasih. Setidaknya perilaku sopannya sukses membuat Mary tersenyum, serta melupakan pengabaian yang dilakukan Jake terhadapnya.
Sekarang Jasmine dan Jake berjalan berdampingan. Jake meminta maaf atas kelakuan Edward kepada Jasmine. Lelaki tersebut menjelaskan segalanya. Terutama mengenai kejahilan Edward.
"Dia memang sering begitu. Apalagi dengan orang baru. Kau hanya perlu terbiasa," tutur Jake pelan. "Ah, ngomong-ngomong, aku belum tahu namamu?" Jake menatap Jasmine dengan sudut matanya.
"Jasmine. Tapi, orang-orang terdekatku sering memanggilku Jase," jawab Jasmine.
"Beautiful name. Kalau begitu aku akan memanggilmu dengan sebutan Jase saja. Supaya aku juga bisa menjadi salah satu orang terdekatmu." Jake lagi-lagi mengukir senyuman, yang berhasil menular kepada Jasmine. Secara alami pipi Jasmine bersemu merah. Dia tidak tahu kenapa. Tetapi, dirinya merasa nyaman saat bersama Jake. Tidak peduli bahwa ini merupakan pertemuan pertamanya.
Jasmine menenangkan diri sambil mengamati pergerakan kakinya. Dia memberanikan diri untuk bertanya, "Apa Edward itu temanmu?"
"Ya, dia salah satu teman dekatku. Dia memang jahil, tetapi otaknya sangat encer. Edward salah satu mahasiswa berprestasi," jawab Jake.
Jasmine hanya mengangguk lemah untuk merespon. Dia agak miris ada orang pintar yang berperilaku sangat menyebalkan seperti Edward. Selanjutnya, Jasmine memilih bungkam. Dirinya tidak mau lagi membahas mengenai Edward. Membuat Jasmine merasa semakin kesal.
'Aku harap, aku tidak akan pernah lagi bertemu dengan Edward..." harap Jasmine dalam hati. Dia memejamkan matanya dalam sesaat. Membuktikan bahwa dirinya bersungguh-sungguh terhadap harapannya.
Jasmine dan Jake sudah memasuki area gedung yang benar. Jake segera pergi setelah memberitahukan ruangan Profesor Alvin. Sedangkan Jasmine akhirnya dapat bernafas lega. Urusan beasiswanya selesai dalam beberapa menit saja.
Kegiatan Jasmine selanjutnya adalah mendatangi kost-kostan yang telah dipesan Selene untuknya. Jaraknya tidak begitu jauh dari kampus. Hanya perlu memakan waktu delapan menit berjalan kaki. Kebetulan Jasmine akan satu kamar dengan seseorang.
Langkah Jasmine terhenti ketika melihat pintu kamar dengan angka nomor lima. Dirinya merasa telah menemukan kamar pilihan sang ibu. Tanpa basa-basi, tangannya segera membuka pintu. Tampaklah seorang gadis berambut panjang. Warna rambutnya bergaya kekinian. Diwarnai dengan cara gradasi, yang mana bagian atasnya berwarna hitam, sedangkan area ujung rambutnya berwarna pirang. Gadis itu langsung menoleh kala menyadari kehadiran Jasmine. Sebelum bicara, dia mengamati penampilan Jasmine secara keseluruhan.
"Apa kau yang namanya Jasmine Eden?" tanya gadis tersebut sembari bangkit dari tempat duduk. Senyumannya terlihat ramah.
"Benar sekali." Jasmine mengangguk sambil tersenyum lebar. Dia sedikit bersemangat dengan sambutan hangat kawan sekamarnya. Padahal dirinya sempat berprasangka kalau punya teman satu kamar merupakan sesuatu hal yang buruk.
"Senang bertemu denganmu. Kenalkan, aku Eva." Eva mengulurkan tangannya. Tidak butuh waktu lama, Jasmine segera menyalaminya.
"Kau dari mana? Aku lihat barang milikmu lumayan banyak. Seseorang baru saja mengantarnya untukmu tadi," ujar Eva seraya memperhatikan dua koper yang menumpuk di samping kasur Jasmine.
"Aku dari desa Devory," sahut Jasmine. Dia terdiam sejenak, kemudian melanjutkan pembicaraan. "Apa kau mahasiswa baru juga?" tanya Jasmine sembari duduk di salah satu kasur yang ada.
"Ya, aku mengambil jurusan fashion designer." Eva terdengar percaya diri dengan jalan pendidikan yang dia pilih. Semuanya dapat terlihat dari gayanya yang angkuh. Tetapi Jasmine benar-benar tidak menangkap hal itu, dirinya malah senang mendengar Eva satu jurusan dengannya.
"Benarkah? Aku juga! Kalau begitu kita akan sering juga bertemu di kampus." Jasmine bersemangat hingga gigi atasnya yang rapi tampak jelas oleh Eva.
"Ah, begitukah." Respon Eva berbeda sangat drastis dari yang ditunjukkan Jasmine. Dia terkesan seperti kecewa.
Ceklek!
Seseorang membuka pintu kamar secara mendadak. Muncullah gadis keturunan negro yang memiliki nama Hayley. Dia mengajak Eva dan Jasmine untuk jalan-jalan menyusuri sisi ramai kota London.
"Kau ikut?" Eva menatap ke arah Jasmine.
"Aku rasa tidak untuk sekarang..." lirih Jasmine dengan gelengan pelan. Dia merasa sangat berat menolak tawaran Eva dan Hayley.
"Kenapa begitu? Ayolah, Jasmine. Kapan lagi kita bisa pergi bersama-sama. Nanti kita tidak akan sempat, karena sudah sibuk dengan kegiatan kuliah masing-masing!" tukas Eva, memaksa. Ia tengah sibuk mengganti pakaian. Mengenakan sweater yang ditambah dengan jaket kulit hitam.
"Ayo, cepat bersiap-siaplah!" desak Eva. Wajahnya memasang ekspresi memelas. Matanya pun dikedipkan beberapa kali. Agar Jasmine tidak kuasa untuk menolak ajakannya.
Jasmine terdiam seribu bahasa. Alasan utama dirinya memilih tidak ikut, karena dia berniat ingin kembali ke rumah sakit secepatnya. Namun setelah mengingat nasehat Selene saat berpamitan dengannya pagi tadi, Jasmine akhirnya memutuskan untuk ikut.
"Aku tahu kau pasti akan berubah pikiran. Ayo!" Eva menarik Jasmine ikut bersamanya. Perlakuannya sontak membuat Jasmine terbawa suasana. Jujur, baru pertama kali ini Jasmine mempunyai teman dekat.
Eva tiba-tiba berhenti di depan pintu keluar. Dia mendekatkan mulut ke telinga Jasmine. "Aku dengar ada beberapa anak senior yang juga akan bergabung dengan kita..." bisiknya. Lalu langsung membuka pintu.
Eva bergabung dengan teman-teman kost lainnya. Meninggalkan Jasmine begitu saja berjalan sendirian di belakang. Eva dan yang lain terlihat akrab. Mereka berbicara mengenai sesuatu hal yang sama sekali tidak dimengerti oleh Jasmine. Seperti bicara tentang lelaki yang bernama Shawn Mendes, Justin Bieber, Ed Sheeran dan lain-lain. Jasmine memang mengetahui siapa nama-nama yang disebutkan teman-temannya. Hanya saja dirinya sama sekali tidak mengetahui apapun tentang hal itu. Jasmine memang mengikuti trend, namun tidak semuanya. Dirinya terlalu fokus pada dunia fashion saja.
Eva, Hayley dan yang lain masuk ke dalam sebuah bar. Jasmine otomatis menghentikan langkahnya. Dia enggan masuk ke tempat tersebut.
"Jasmine, kenapa kau diam di sana saja. Ayo! Para senior ada didalam!" Eva menarik tangan Jasmine. Bergabung bersama Hayley dan teman-teman lainnya.
"Jasmine, gaya pakaianmu sangat bagus. Kau membelinya dimana?" tanya Eva, penasaran. Dia sebenarnya bermaksud sarkas. Baginya pakaian yang dikenakan Jasmine adalah barang murahan. Bagus, tetapi tidak bermerek.
"A-aku membuatnya sendiri," ungkap Jasmine. Menyebabkan Hayley dan teman lainnya merasa terkagum kepadanya. Tetapi tidak untuk Eva, dia satu-satunya orang yang memasang raut wajah cemberut.
"Kalian tahu, jaket ini adalah buatan Teresa Holmes. Kalian pasti tahu kan siapa dia?" ucap Eva memamerkan bahwa pakaian yang dikenakannya merupakan rancangan designer terkenal. Dia sukses mengalihkan perhatian Hayley dan yang lain dari Jasmine. Sekarang mereka saling bicara dan kembali mengabaikan Jasmine.
Jasmine mendengus kasar beberapa kali. Dia bingung dengan sikap Eva. Sebenarnya teman sekamarnya itu memperdulikannya atau mengabaikannya?
Meskipun berada di keramaian, Jasmine merasa kesepian. Jujur, dia sekarang merindukan kampung halamannya. Berteman dengan seekor kuda mungkin lebih baik. Saat itulah matanya menangkap kemunculan dua orang lelaki yang dikenalnya. Jake dan Edward. Keduanya terlihat berjalan kian mendekat.
Jasmine menyaksikan lelaki yang disukainya sekaligus orang yang paling dihindarinya. Perasaannya menjadi tidak karuan. Kakinya reflek melangkah mundur. Hingga tanpa sengaja menyebabkan meja yang ada di belakangnya terdorong. Lalu memecahkan botol bir dan gelas. Dalam sekejap Jasmine menjadi pusat perhatian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Chybie Abi MoetZiy
💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞
2022-02-26
0
Santi Triyana
paling Jack yg tanggap nolong Jasmine
2021-12-27
1
🍸⃝༗ instagram : @dhevisjwta
Aku jatuh cinta sama tulisanmu, Thor. 😍
2021-12-26
3