...༻♚༺...
Nathalie dan Jasmine segera bersiap pergi ke kota London. Butuh waktu sekitar empat jam untuk sampai ke sana. Perasaan keduanya sama-sama tidak karuan. Akibat mengkhawatikan keadaan Selene.
Jasmine berupaya menelepon ibunya, akan tetapi selalu tidak ada jawaban. Dia hanya bisa mendengus kasar saat dirinya tak bisa mendengar suara Selene. Padahal kemarin Jasmine baru saja saling bicara ditelepon dengan Selene.
Setelah benar-benar memasukkan semua barang ke bagasi, Ronald siap menjalankan mobilnya. Nathalie terlihat baru saja muncul dari balik pintu. Tetapi tidak untuk Jasmine. Gadis itu belum menampakkan batang hidungnya semenjak pergi lewat pintu belakang.
"Tunggu di sini. Aku akan memanggilnya!" ucap Nathalie kepada Ronald. Dia bergegas mencari cucu semata wayangnya.
Selagi orang-orang sibuk mencarinya, Jasmine malah berada di kandang ternak. Semua binatang yang ada di sana adalah milik neneknya. Jasmine memang hampir setiap hari mengurusnya. Jadi sebelum pergi, Jasmine merasa harus melihat keadaan hewan-hewan ternak. Ada beberapa sapi perah dan kuda di sana. Namun yang menjadi sahabat baik Jasmine adalah seekor kuda yang diberi nama Freedy.
"Aku harus pergi, Freedy. Tolong doakan ibuku, agar dia bisa mendapatkan keajaiban dan bisa sehat kembali. Seperti halnya dirimu dulu, kau ingat bukan?" Jasmine memegang kepala Freedy, sambil menempelkan jidatnya ke dahi sahabat terbaiknya itu. Freedy hanya meringik dan menggerakkan kedua telinganya sebagai respon terbaiknya. Selanjutnya, Jasmine segera memberikan makanan kepada seluruh hewan-hewan ternak yang ada. Dia melakukannya dalam keadaan tergesak-gesak.
"Ini makanan untuk kalian selama aku pergi. Aku tidak tahu akan pergi berapa lama." Jasmine terus berbicara kepada para hewan. Dia memang sudah terbiasa begitu. Tidak hanya berdampak baik untuk ketenangan pikirannya sendiri. Tetapi juga berguna untuk menjinakkan hewan-hewan tersebut.
"Jase! Apa yang kau lakukan?! Kita harus pergi sekarang!" tegur Nathalie dari kejauhan.
"Ya, sebentar lagi, Granny..." sahut Jasmine. Dia bergerak lebih cepat. Setelah dirasa selesai, gadis itu langsung berlari menghampiri Nathalie.
"Kau tidak perlu mengkhawatirkan ternak kita. Tuan Gregory akan menjaganya. Aku sudah menghubunginya tadi." Nathalie memegangi pundak Jasmine dengan kedua tangannya. Perkataannya mengharuskan Jasmine mengangguk dan tersenyum tipis.
Jasmine dan Nathalie beranjak pergi dari desa Devory. Menuju kota London yang selama ini di idam-idamkan Jasmine. Namun sekarang Jasmine sama sekali tidak bersemangat. Sebab kabar mengenai ibunya membuat hatinya merasa kalut.
Selene memang masih bernafas sekarang. Akan tetapi penyakit yang dideritanya cukup mampu mengancam nyawanya. Itulah yang membuat Jasmine khawatir. Kecemasan dan harapan bertempur hebat dalam pikirannya.
Setibanya di kota London, Jasmine hanya menundukkan kepala. Dia lebih mementingkan sang ibu dari pada pesona yang ditunjukkan kota London.
Kala sudah sampai di rumah sakit, kedatangan Jasmine dan Nathalie langsung disambut oleh Selene. Ibu kandungnya Jasmine itu tampak segar. Walau dikepalanya terdapat topi kupluk yang menempel.
Jasmine segera berlari memeluk Selene. Dia mendekap sangat erat sembari meluruhkan cairan bening dimatanya. Selene lantas tidak kuasa menahan haru. Tangannya perlahan mengusap lembut pundak putrinya.
Selene mengajak Jasmine dan Nathalie untuk duduk di kamar. Selene hendak membicarakan sesuatu. Terutama kepada Jasmine.
"Apa kau senang bisa datang ke London?" tanya Selene seraya merekahkan senyuman tulus. Seolah tidak ada beban yang sedang ditimpanya.
Kening Jasmine mengernyit dan menjawab, "Bagaimana aku bisa senang. Sementara dirimu..."
"Jase..." Selene sengaja menghentikan perkataan Jasmine. Dia kembali tersenyum. "Aku sudah menyiapkan segalanya untuk perkuliahanmu. Biaya, tempat tinggal, dan pendaftaran," lanjutnya memberitahu.
Kedua kelopak mata Jasmine melebar. Menampakkan manik birunya yang indah. Dia otomatis menggeleng. "Tidak! Kenapa Ibu melakukannya. Seharusnya kau pakai saja uangnya untuk biaya pengobatanmu!" ujar Jasmine. Disertai dengan raut wajah masamnya.
"Itu berbeda, Sayang. Uang pengobatanku berbeda dengan biaya kuliahmu. Ibu tidak mau keadaan ini membuat mimpimu terhambat." Selene memegang lembut wajah Jasmine. Penuh kasih dan tulus. "Besok, kau harus pergi ke kampus. Kau harus mengurus beasiswamu," ucapnya lagi.
Jasmine hanya membisu. Dia perlahan menoleh ke arah Nathalie. Tidak tahu harus berkata dan berbuat apa. Apalagi dia tidak ingin mengecewakan ibunya sendiri. Padahal keinginan terdalamnya sekarang adalah terus berada di samping Selene sampai akhir.
Jasmine keluar dari kamar Selene. Duduk di bangku kosong seraya menundukkan wajah. Saat itulah Nathalie ikut menemaninya. Merangkul Jasmine pelan.
"Kau ikuti saja kata ibumu. Setidaknya itu membuatnya bahagia. Bukankah begitu?... Biarkan aku yang menjaga ibumu di sini. Aku akan segera menghubungimu jika terjadi apa-apa, oke?" tutur Nathalie dengan senyuman yang dihiasi kulit keriputnya.
"Thank you..." Jasmine menatap Nathalie dengan sudut matanya. Keduanya lantas saling mendekap satu sama lain.
"Tapi, aku tidak membawa pakaian dan beberapa buku." Jasmine teringat kalau dirinya tidak membawa semua barangnya. Hal itu terjadi karena dirinya pergi dalam keadaan tergesak-gesak.
"Itu mudah. Aku akan mengurusnya," sahut Nathalie.
Keesokan harinya. Jasmine telah siap pergi ke kampusnya yang bernama Golden Brit University. Salah satu universitas ternama di Inggris.
Sebelum pergi, Jasmine berpamitan kepada Selene dan Nathalie terlebih dahulu. Kebetulan gadis tersebut mengenakan pakaian yang cukup bergaya. Sesuai dengan reputasinya sebagai calon mahasiswi jurusan fashion designer. Memakai pakaian atasan panjang berompi. Dia bahkan menambahkan beberapa aksesoris seperti kalung serta gelang. Semuanya adalah buatan Jasmine, kecuali celana jeans-nya.
"Semoga berhasil. Dan sedikit terbukalah kepada orang-orang. Ibu ingin melihatmu punya banyak teman," ungkap Selene. Jasmine lantas menjawab dengan anggukan kepala dan senyuman. Selanjutnya dia beranjak pergi menaiki taksi.
Jasmine memasang headsetnya. Mendengarkan lagu Cilla Black yang berjudul Streets Of London. Kini dia mulai menikmati suguhan pemandangan kota London. Gedung pencakar langit, alat transportasi dan juga orang-orang berpakaian rapi yang berlalu lalang di jalanan trotoar.
Lima belas menit berlalu. Jasmine baru saja sampai di kampus barunya. Dia berdecak kagum saat melihat betapa luasnya bangunan Golden Brit University. Gadis itu tidak sendiri. Ada banyak anak muda seusianya berjalan silih berganti di sekelilingnya. Akibat terpaku pada pesona, Jasmine tidak sengaja menabrak seorang lelaki.
"I'm so sorry!" Jasmine reflek meminta maaf.
Bukannya marah, lelaki yang ditabraknya malah tersenyum dan berkata, "It's ok."
Jasmine balas tersenyum. Dia berpikir untuk sekalian bertanya saja. "Bisakah kau membantuku? Aku harus mengurus sesuatu yang berkaitan dengan beasiswaku, kira-kira aku harus pergi kemana?" tanya-nya.
"Aaah... kau baru?" respon lelaki berambut kecokelatan itu. Dia kembali memancarkan senyuman manis. Entah kenapa senyuman itu berhasil membuat perasaan Jasmine tidak karuan. Apalagi lelaki di depannya kini dirasa sesuai dengan tipe yang disukai Jasmine.
"Kau hanya perlu pergi ke ruangan Profesor Alvin. Dia akan membantumu. Pergi saja ke gedung sebelah sana, oke?" si lelaki menunjukkan tangannya ke sebuah gedung untuk memberitahu.
"Oke, terima kasih banyak." Jasmine tersenyum sembari beranjak pergi.
Hanya memakan waktu satu menit, Jasmine tiba di gedung yang diberitahukan oleh sang lelaki tadi. Sekarang dia hanya perlu tahu siapa dan bagaimana rupa Profesor Alvin.
Seorang lelaki yang berdiri sambil memasukkan kedua tangan ke saku celana, menarik perhatian Jasmine. Berambut pirang, berpakaian rapi dan tampak menggedik-gedikkan kakinya santai. Hidungnya mancung, serta berbadan tinggi tegap dengan kulit putih bersihnya. Kerupawanannya bisa dibilang nyaris sempurna. Jasmine sempat terpaku sejenak. Bukan karena wajahnya, tetapi karena lelaki itu memakai pakaian bermerek ternama. Dari sepatu, jam tangan, kemeja dan celana. Bisa disimpulkan semua barang yang dipakainya berjumlah hingga jutaan Pound Sterling. Meskipun begitu, Jasmine lekas menggeleng tegas. Mencoba menghilangkan keterpakuan. Dirinya hanya bisa menyimpulkan kalau sosok lelaki tersebut pasti orang dari keluarga kaya raya. Jasmine lantas menghampiri untuk sekedar bertanya.
"Halo, apakah kau tahu dimana aku bisa menemui Profesor Alvin?" tanya Jasmine dengan nada ramah. Lelaki pirang itu menoleh. Sama halnya Jasmine, dia menilik dari ujung kaki hingga kepala. Kemudian mengukir senyuman ambigu. Tidak ramah tetapi juga tidak terlihat sinis.
"Profesor Alvin?" si lelaki pirang memastikan. Jasmine segera mengiyakan dengan anggukan.
"Oh, dia ada di gedung belakang. Berada di lantai paling atas. Biasanya dia menghabiskan waktu di sana," jelas lelaki berambut pirang dengan senyuman yang terkesan dipaksakan.
"Tetapi kata lelaki tadi, dia..."
"Apa kau tidak percaya kepadaku?" sang lelaki berambut pirang menatap lurus ke arah Jasmine. Menyebabkan Jasmine tidak mampu berkutik. Sebab dia sadar, kalau dirinya masih baru berada di Golden Brit University.
"Aku sudah satu tahun kuliah di sini. Jadi, kau tidak perlu meragukanku." Lelaki pirang tersebut memberikan alasan kuat. Jasmine otomatis percaya saja, dan melangkah menuju gedung yang disebutkan oleh sang lelaki pirang.
"Edward?"
Sebelum benar-benar jauh, telinga Jasmine sempat mendengar seseorang memanggil nama si lelaki berambut pirang. 'Edward', Jasmine akan mengingat nama itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Esther Nelwan
jasmin d kadalin Ed tuh
2022-10-03
0
Chybie Abi MoetZiy
c jase dikibulin edward nih keknya........
2022-02-26
1
Santi Triyana
senyum deh buat Edward 🤗
2021-12-25
2