Trouble Lady (Project Of Love)
Lingkungan mempengaruhi orang.
Lalu orang berubah karena lingkungan.
Itulah kalimat yang pernah diucapkan oleh seseorang yang ikut campur dalam hidupku, yang tak tahu apa-apa tentangku, yang tak tahu bagaimana sifatku ataupun cara berpikirku. Tapi, kalimat itu berhasil mengubah cara pandangku.
Aku berpikir, di dunia ini tidak pernah ada seorang anak yang terlahir jahat sejak awal.
Tapi ternyata ...
SALAH! SEMUA ITU SALAH! AKU SUDAH TERLAHIR UNTUK JADI JAHAT SEJAK AWAL!
...KISAH DIMULAI...
...-◇-<◇>-◇-...
Di sebuah rumah pribadi milik keluarga yang menurut pandangan orang-orang adalah keluarga yang biasa saja dan sentosa, hanya saja sudah menjadi rahasia umum bagi orang sekitar bahwa anak-anak dari keluarga itu terkenal dengan kenakalan nya.
Pagi hari, di sebuah ruangan kerja. Seorang pria dewasa yang sudah memakai setelan jas rapi sedang duduk menghadap ke arah jendela. Namun suasananya tegang, karena di belakang pria itu ada seorang gadis SMA yang sudah berpakaian seragam namun tak lengkap.
"Nisa." panggil pria itu. Gilang Sutadharma, pria berumur 41 tahun yang merupakan ayah kandung Nisa.
"Hoamm ..." jawab gadis berumur 16 tahun itu dengan cara menguap. Nama lengkapnya Nisa Sania Siwidharwa, anak pertama dari tiga bersaudara.
"Dimana badge namamu?" tanya pria itu dengan tatapan sinis yang mengarah ke pantulan kaca jendela.
Nisa menunduk lalu melirik ke sisi kanan dadanya. "Seragamku baru, jadi badge nya nggak ada." jawabnya dengan nada santai yang membuat ayahnya mengernyit.
"Lalu seragam yang kemarin?" tanya Gilang lagi.
"Robek." jawab Nisa singkat.
"Kenapa bisa robek?"
"Ck, memangnya inspeksi seragam?!"
Gilang menggelengkan kepala. Di sisi lain Nisa terlihat malas, dia dengan santainya membuang muka lalu menyisir rambutnya yang dicat berwarna pirang ke belakang.
"Aku selalu merasa bersalah padamu. Kau sudah melihat banyak hal yang seharusnya tidak kau lihat. Aku berharap kau bisa memiliki kehidupan yang berbeda dengan ayahmu ini. Kau ..." sejenak Gilang terdiam.
"Belajarlah dengan benar. Berhenti membuat masalah dan lulus SMA dengan baik. Lalu masuk universitas."
Nisa menundukkan kepala.
Omong kosong! Kau sudah membentangkan jalan seperti ini, tapi kau menyuruhku untuk membuangnya?!
Jalanku sudah ditentukan dari lahir. Jika aku bisa memanfaatkan semua itu dengan baik maka aku bisa melampaui manusia sepertimu!
"Baik ayah," ucap Nisa dengan senyuman.
"Sehubungan dengan itu, kemarin kantorku ditelepon. Katanya kau membolos dan merusak kendaraan milik guru, apa itu benar?"
Sontak saja Nisa mendongak dan menatap ayahnya dengan tatapan tidak percaya.
"Jelas ayah sudah mengatakannya, ayah ingin kau punya hidup yang berbeda. Kemarin ayah dapat surat dari pihak sekolah. Kau diskors selama 2 minggu. Tapi hari ini kau bisa tetap berangkat, karena koneksi yang ayah punya, dan ayah juga sudah menebus semua kerugian yang kau buat. Ayah akan membiarkanmu sekali ini saja, camkan ini baik-baik!"
Nisa menggertakkan giginya, tangannya juga mengepal sekuat mungkin. "I-iya, aku pasti akan sekolah dengan baik."
Gilang memutar kursi dan berbalik menghadap ke arah Nisa. "Satu hal lagi, posisi penerus bukan milikmu, tapi Marcell. Dari segi mana pun dia lebih cocok dibanding kau. Kau berhenti saja dan belajarlah jadi gadis lembut seperti ibumu."
"Kenapa? Kenapa ayah seperti ini terhadapku?! Kenapa sampai sekarang aku masih belum dapat pengakuan dari ayah?! Semua paman-paman yang lain sudah mengakuiku, kenapa ayah yang ayah kandungku sendiri malah begini?! Ayah pikir aku jadi seperti ini karena siapa?! Semua ini karena ayah! Ayah yang salah! Sudah terlambat jika ayah ingin aku berubah!!"
Nisa langsung keluar dari ruangan begitu meneriakkan semua rasa tidak adil yang dia tahan. Bahkan dia juga membanting pintu dengan keras.
BRAAKK!
Begitu sampai di lantai bawah dia secara kebetulan berpapasan dengan ibunya. Rika Fatmawati, panggilan sehari-hari Rika, namun orang-orang sekitar kadang iseng memanggilnya dengan sebutan Bu Rik.
"Sudah mau berangkat? Lalu sarapanmu?" tanya Rika.
"Berikan saja ke Reihan atau Dimas!" bentak Nisa penuh kekesalan.
"Dih, habis dilabrak ayah ya begitu." celetuk Dimas yang datang dari belakang sambil menenteng tas sekolahnya. Nama lengkapnya Adimas Rian Sutadharma, 13 tahun, siswa kelas 2 SMP, adik kandung Nisa. Ciri khas darinya adalah tidak bisa mengontrol mulut.
"Hah?! Emangnya kakak buat masalah apa lagi?" tanya Reihan yang menuruni tangga sambil menenteng tas sekolah juga. Nama lengkapnya Reihan Raka Sutadharma, 14 tahun, siswa kelas 3 di SMP yang sama dengan Dimas, adik kandung Nisa juga. Punya predikat playboy sejak dini karena menyalahgunakan ketampanan wajahnya.
"Urus saja urusan kalian sendiri!" teriak Nisa sekeras mungkin yang kemudian langsung bergegas keluar dari rumah.
***
Sekitar jam 9 pagi. Di jam-jam seperti ini biasanya para murid akan berada di sekolahnya, namun berbeda halnya dengan Nisa. Saat ini Nisa berada di sebuah taman bernama Racy Park, sebuah taman yang asri berada di tengah kota yang sangat ramai dikunjungi orang.
Nisa yang masih mengenakan seragam sekolah saat ini sedang duduk di sebuah bangku taman yang di dekatnya terdapat air mancur. Orang-orang yang melihatnya sekilas bisa tahu kalau dia membolos, tetapi gadis itu sama sekali tidak memedulikan tatapan dari orang-orang.
Nisa melihat ponselnya, dia membuka situs berita di internet. Dari raut wajahnya dapat dilihat bahwa dia sangat kesal dengan berita yang dia temui.
INFO BERITA TERBARU》》
Direktur Moon Department Store Gilang Sutadharma, donasi 500 juta pada Yayasan Bakti Pertiwi. Orang-orang menilai dia adalah sosok yang peduli pada blablabla ...
Nisa mematikan ponselnya, lalu tersenyum sinis sambil bergumam, "Haha, apa jadinya jika orang-orang tahu bahwa ayah adalah mantan ketua gangster?"
Nisa kembali termenung, lalu melihat ke arah gedung besar sebuah perusahaan yang berada di dekat taman. Gedung itu adalah milik perusahaan HW Group, perusahaan properti terbesar dan ternama. Dan kemudian Nisa kembali tersenyum sinis.
"Apakah seperti itu mimpi ayah yang baru?"
Pantas saja tadi ayah bicara begitu, ternyata maksudnya adalah memperingatkan aku agar jangan menjadi penghalang. Apa gunanya punya gedung besar? Apa gunanya punya banyak uang tanpa kekuasaan? Apa gunanya dicap baik oleh masyarakat?
Ayah hanya memanipulasi orang, padahal dengan dia tetap jadi ketua gangster, dia bisa saja mendapat semuanya dengan instan. Reputasi, kepercayaan, sanjungan orang-orang itu cuma omong kosong.
Yang namanya orang dewasa itu sama saja. Di dalam nasihat mereka, pada akhirnya terdapat perhitungan keuntungan yang akan kembali pada mereka sendiri. Seperti halnya yang dilakukan ayah.
"Nggak tau ahhh ... males banget, pengen ke warnet." Nisa meregangkan tubuhnya, setelah itu dia menyentuh rambutnya dan memandang rambut itu dengan tatapan ilfeel.
"Ke salon aja deh, ganti warna merah."
Nisa bangkit dari bangku dan beralih tujuan ke salon. Dia berjalan dengan langkah riang, sambil bersenandung menyanyikan lagu Jepang favoritnya.
Ketika Nisa sampai di sebuah penyeberangan jalan, dia masih terhanyut di dalam nyanyian nya sendiri. Hingga tanpa sadar dia malah menyeberang saat lampu sudah berubah menjadi merah.
TIIINNNNN!!!
Klakson mobil berbunyi sangat keras, namun si pengemudi mobil sudah terlanjur menginjak gas. Karena jaraknya yang sangat singkat otomatis mobil itu belum melaju kencang, tapi sayangnya Nisa masih terserempet mobil itu dan berakhir berguling di atas aspal. Pejalan kaki lain langsung mengerumuni tempat kejadian.
Menyadari hal itu si pengemudi mobil langsung mengerem mendadak. "Sial, please jangan mati!"
Si pengemudi mobil adalah seorang laki-laki muda, tepatnya seorang mahasiswa. Kemudian dia turun dari mobil, menghampiri orang-orang yang sudah berkerumun.
"Permisi, bagaimana kondisi orang tadi? Apa terluka parah?" tanya pemuda itu kepada salah satu pejalan kaki perempuan yang ikut berkerumun.
"Ohh ... dia kabur," perempuan itu menunjuk ke arah Nisa yang sudah berlari menjauh.
"Hah??"
Kalau di berita kan biasanya si pelaku yang kabur, kok ini korban yang kabur? Tapi syukurlah dia nggak luka parah, bisa repot kalau sampai berurusan sama polisi.
"Yahh ... kamu lagi beruntung, padahal kan bisa saja dia pura-pura luka parah untuk memerasmu. Mobil mu bagus, kamu pasti anak orang kaya." tanpa berkata apa pun lagi si pejalan kaki langsung pergi, diikuti oleh pejalan kaki lainnya yang juga pergi.
"..."
Apa sih? Dasar orang yang suka ngejudge seenaknya. Mobil itu aku beli pakai uangku sendiri, meskipun masih kredit. Seenggaknya aku ini mandiri.
Pemuda itu kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke kampus. Selama di perjalanan dia merasa tidak tenang, pikirannya dipenuhi oleh gadis yang barusan dia serempet.
"Siapa sih cewek tadi? Aku belum sempat lihat mukanya, tapi kalau dari seragam ..." sejenak terdiam dan berusaha mengingat-ingat.
"SMA Langit Biru!"
Mampuss aku! Sekolah itu kan SMA swasta yang isinya anak-anak orang kaya, gimana kalau bapaknya pejabat? Tapi anehnya kok dia kabur? Dia beneran nggak luka, kan?
"Tapi ... seingatku tadi rambutnya warna pirang, mungkin ini bisa jadi petunjuk. Pokoknya sebisa mungkin aku harus minta maaf kalau ada kesempatan ketemu lagi."
Setibanya dia di kampus. Tepatnya Universitas Grand SC, universitas swasta dengan standar internasional, mendapat perhatian khusus dari pemerintah karena selalu menghasilkan banyak orang-orang yang kompeten. Alhasil banyak juga yang menempuh jalur beasiswa dari pemerintah. Mayoritas anak orang kaya yang diterima di sini, namun terdapat 1 golongan spesial, yaitu bukan asal kaya tapi juga berasal dari keluarga yang berpengaruh.
Laki-laki yang telah menyerempet orang itu bernama Ardian Ricky Pamungkas, 20 tahun, mahasiswa fakultas kedokteran yang bercita-cita menjadi dokter spesialis bedah. Ricky tergolong orang yang genius, dia sudah memasuki perguruan tinggi sejak umur 14 tahun. Dia banyak menorehkan prestasi dan mengharumkan nama universitas, oleh sebab itu dia dikagumi banyak orang.
Ricky juga berasal dari kalangan berada. Orang tuanya mempunyai perusahaan di bidang farmasi. Dia juga anak tunggal. Kekurangan Ricky adalah dia tak begitu pandai bergaul, namun justru dia semakin populer. Seperti halnya sekarang, sejak Ricky turun dari mobil sudah banyak gadis-gadis yang menyanjung tentang dirinya.
"Ssshhhh ... Lihat senior itu deh! Demi apa sih ganteng banget!"
"Demi firaun bangun dari hibernasi!"
"Idih, bagusan demi negeri ini bebas dari korupsi!"
"Terserah demi apa pun! Pokoknya dia jodoh akuhh!"
"Bunga kampus jurusan seni yang cantiknya selevel putri fantasi aja enggak dilirik!"
"Tapi siapa tau aja kalau seleranya yang unik, kan?"
"Ckck, masih belum mau sadar diri juga nih anaknya Supri ..."
"Ihhh, papi aku namanya Gilbert!"
"Bodo amat!"
Ricky sudah terbiasa dengan itu tentu saja tidak peduli. Tidak sedikit juga laki-laki lain menyimpan rasa iri terhadapnya. Namun Ricky tetap bersikap tuli, karena dia tak peduli pada hal-hal semacam itu.
Ketika Ricky masih dalam perjalanan menuju kelas, tiba-tiba seseorang dari jurusan yang sama menghampiri dirinya. Orang itu mengatakan ada hal mendesak bahwa Ricky dipanggil ke salah satu ruangan guru besar.
Sesampainya di tempat yang dia tuju, sejenak Ricky masih tampak ragu untuk mengetuk pintu.
Ricky akhirnya memantapkan diri mengetuk pintu dan masuk setelah dipersilakan untuk masuk. Tetapi setelah masuk, dia kaget karena satu-satunya teman sekaligus sahabatnya yang berasal dari jurusan yang sama sudah berada di sana.
"Aslan?" tanya Ricky dengan wajah bingung.
"Jangan banyak cingcong, duduk sini!" ucap Aslan sambil menunjuk pada kursi di sebelahnya yang berada di depan meja kerja profesor.
Ricky mengangguk lalu duduk di kursi itu. Dia semakin gugup karena di meja yang berada di hadapan profesor terdapat sebuah berkas.
"Tumben telat, mau ganti image jadi bad boy yaaa ..." celetuk Aslan.
"Tadi ada urusan sedikit." Ricky lalu menatap profesor dengan tatapan gugup.
"Urusan apa cihhh? Sama cewek yaa?" tanya Aslan dengan muka minta dihajar.
BRAKK!
Profesor itu menggebrak meja. "Berhenti bermain-main!"
"Iya ayah ..." jawab Aslan dengan nada malas.
Prof. Dr. Arman Haydan, M.Psi., M.M. Dia ayah kandung Aslan Haydan, di universitas menjabat sebagai guru besar, dia juga berprofesi sebagai psikiater yang sudah membuka tempat praktiknya sendiri dan cukup memiliki pengaruh di dunia kedokteran.
"Aku ada hal penting yang ingin dibicarakan dengan kalian. Terlebih lagi Ricky." Arman menatap Ricky dengan serius.
"Aku?"
"Kamu adalah orang yang terpilih dari sekian banyaknya orang, bahkan anakku sendiri tidak sebaik dirimu."
"Terus ... terus aja begitu, anak sendiri dibilang jelek." celetuk Aslan.
"Diam dulu beo! Nyaut aja kalau orang tua ngomong!" Ricky lalu tersenyum canggung. "Silakan profesor lanjutkan."
Arman lalu menyodorkannya lebih dekat pada Ricky. "Aku punya proyek karya ilmiah, mengingat sebentar lagi kamu sudah menyelesaikan pendidikanmu di sini, proyek ini adalah proyek terakhirmu. Aku sangat berharap padamu kali ini, karena proyek ini sudah aku pikirkan sejak lama."
"Kita akan melakukan riset tentang apa?" tanya Ricky yang hanya dibalas dengan senyuman oleh Arman. Namun kemudian Arman menyerahkan berkas itu pada Ricky.
"Bukalah, subjek penelitian kali ini adalah dia."
"Dia ...??" Ricky segera membuka berkas itu, dia terkejut bahwa sosok "dia" yang dimaksud adalah seorang siswi SMA. Di dalam berkas itu terdapat biodata mengenai siswi tersebut.
"Siswi SMA Langit Biru, Nisa Sania Siwidharwa?!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Mayya_zha
aku hadir . Nisa biasanya anak Manisa dan baik.. ini berbeda...
2022-02-18
1
Elwi Chloe
Transmigrate mampir
semangat tor
2022-02-03
0
Ig : @smiling_srn27 🎀
Heavanna mampir thor, like&Fav mendarat dengan selamat.
2022-01-14
0